"Sampai kapan terus-terusan dipermainkan overthinking?"
Manusia diciptakan Tuhan dengan kemampuan berpikirnya yang berbeda dari makhluk lain. Bisa dibilang manusia lebih mulia daripada hewan sebeb dikaruniai akal pikiran. Kenyataannya kelebihan tersebut belum tentu membuat manusia terlihat sempurna. Saat manusia itu sendiri menggunakan karunia Tuhan secara berlebihan. Sudah bukan rahasia lagi, sesuatu yang dilakukan secara berlebihan sangat merugikan. Yang kumaksud ialah,Â
Overthinking, sebuah kondisi seseorang yang terlalu mengingat dan memikirkan hal-hal tertentu secara berlebihan.
Ibarat kamu sedang mendorong almari plastik yang terhalang dinding. Tindakan yang kamu lakukan sia-sia dan tak berguna. Â Sama halnya ketika kamu memikirkan hal-hal secara berlebihan pasti kamu diselimuti banyak pertimbangan dan kecemasan. Apa yang kamu hadapi seakan menjadi sosok yang menghadang laju almari plastik yang akan kamu dorong.Â
Seperti halnya denganku. Sering aku dicap anak pemikir 'bukan rasional thingking', melainkan 'overthinking'. Ditambah tubuhku yang kurus dan wajah yang kata orang layaknya orang susah jika tak senyum. Aku bisa terima dengan cap overthinking. Bukan berarti aku bangga dengan cap tersebut. Memang benar aku sering terjebak dengan konspirasi overthinking.Â
Kasus yang kualami saat ini. Ide yang kugunakan dalam menulis lebih sering tentang problem yang ada disekitarku. Nah saaf ide itu muncul segera kutulis dibuku harian sebagai pengingat. Setiap kali diri ini bertekad untuk mengembangkan ide tersebut, pasti jiwa-jiwa overthinking naik daun.Â
"Nulis tema ini aja dah", selang beberapa saat setelah menulis 1 paragraf.Â
"Aduh, yang ini aja deh. Ini udah 2 mingguan lebih gak keurus"
"Eh, kok ternyata susah yo, males ah ganti"
"Nahh, ini aja. Cocok yang ini"
Setelah perjuangan sangat lama menimbang-ninbang  ide apa yang akan ku kembangkan, ternyata diri ini berlabuh pada kepasrahan.Â
"Ah, ide yang awal tadi aja dah", selalu berakhir dengan kalimat paten.
Tak hanya tentang ide tulisan, saat aku akan membeli cemilan untuk teman nugas. Di rumah aku sudah memutuskan cemilan apa yang akan ku beli. Namun saat di warung, duar...Â
Mataku mulai mengamati setiap cemilan dari atas kebawah, dari depan ke belakang. Mondar-mandir, tangan memegang dagu sembari bergumam,Â
"Hmm.. Apa ya?"
Seakan sedang mencari kesalahan seseorang. Dan berakhir pada pilihan,Â
"Ah, beli cemilan yang biasanya aja dah", sudah bisa ditebak bukan??
Bisa kamu lihat, aku telah membuang tenaga otakku untuk hal-hal yang nyatanya tak memiliki hasil apa-apa. Mungkin kamu pernah mengalami hal yang sama sepertiku, bagi yang masih belum bisa berpikir rasional. Rugilah kita jika terus-terusan seperti ini dalam memutuskan setiap tindakan. Mulai dari pekerjaan, masa depan, hubungan sosial hingga kondisi keluarga, pertemanan dan hubungan percintaan.Â