Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Halo hai!

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Si Kuat Panutan Keluarga Bernama "Anak Sulung"

14 Desember 2020   17:28 Diperbarui: 16 Januari 2021   16:53 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Banggalah menjadi anak sulung"

Menjadi harapan pertama orangtua, menjadi contoh yang baik untuk adik-adiknya, menjadi sosok yang bisa segalanya terutama mengurus rumah dan masih banyak lagi hal lain yang aku rasa harus dimiliki anak yang lahir duluan, maksudnya anak sulung. 

Diumurku yang hampir memasuki kepala dua ekor satu ini. Bagiku terasa berat sekali, alay sihh. Tapi itu adanya, tanggung jawab yang harus kubawa ketika menjadi anak sulung membuat semua itu terasa berat. Apalagi aku anak sulung berjenis kelamin perempuan. Ibuku dalam posisi hamil adek ketigaku juga. Makin mantap rasanya.

Inginku gak peduli dengan kondisi rumah, fokus dengan duniaku sendiri. Dolen kesana kemari bersama teman-temanku, tapi selalu saja terpikir dalam benak 

"Sopo seng adang sego? Wong omah maem ambek opo??" (Siapa yang masak nasi? Orang rumah makan dengan apa??)

Seakan pikiranku bercabang ketika berada diluar rumah. Bingung dengan kondisi rumah siapa yang akan mengurus jika aku sebagai anak sulung tidak berada dirumah.

Dulu sebelum adekku perempuan masuk pesantren, kami selalu bergantian untuk mengurus rumah. Sekarang tinggal adek laki-lakiku yang masih duduk dibangku SMP kelas 1, beberapa hal bisalah aku meminta bantuannya. Namun kalo masalah memasak dan mencuci baju orang serumah sepertinya masih harus pikir dua kali.

Seperti yang kubilang tadi, ketika aku berada diluar rumah pikiranku selalu kemana-mana. Bercabang kesana kemari, hal tersebut memanglah wajar. Sepeti apa kata bunda Elly, seorang laki-laki cara berpikirnya lebih condong pada otak kiri. Sedangkan seorang perempuan lebih condong pada otak kanan. Namun, sambungan antara dua belahan otak kiri dan kanan lebih kuat pada seorang perempuan. Maksudnya, ketika seorang perempuan misal nih kalo kaum perempuan lagi stress masih bisa mikirin 'aduhh cucian belom diangkat, aduhh anak-anak ntar makan apa' bener gak?? Berbanding terbalik dengan kaum laki-laki.

Namun dibalik tanggung jawab yang terasa begitu banyak, aku merasa itu menjadi keistimewaan tersendiri bagi kaum anak sulung terutama perempuan. Seperti yang kulihat pada ibuku, ibuku sama sepertiku yaitu anak sulung. 

Bedanya, bapaknya ibuku lebih membanggakan anak laki-lakinya. Maksudnya adik-adik ibuku. Bapak merasa meskipun ibuku adalah anak sulung, tapi ya pada akhirnya akan didapur juga. Oleh sebab itu, bapak lebih mendukung anak laki-lakinya. 

Seakan ibuku berusaha menepis pikiran jadul tentang perempuan hidupnya hanya didapur. Ibuku buktikan dengan menjajah berbagai macam pengalaman. Mulai dari berjualan kue tradisional, menjadi tukang jahit kebaya, baju pengantin dan mulai terjun dalam dunia pendidikan. 

Awal mula kenaikan karir ibu, ketika terjun didunia pendidikan. Pendidikan yang ibuku geluti yaitu guru Taman Kanak-kanak. Setiap kali aku amati ibuku selalu memilih mengajar di lembaga yang berada dipelosok. Dan mayoritas masyarakatnya kurang peduli dengan adanya pendidikan.

Ketika ibuku hadir, lembaganya juga tak terurus dengan baik. Ikhtiar ibuku yang begitu tulus membuat lembaga pendidikan itu semakin maju. Ketika sudah maju, ibuku pindah mencari lembaga pendidikan lain yang masih tertinggal. Tak hanya dunia pendidikan, dunia perdagangan-pun ibuku geluti. 

Serasa ibuku menjadi seorang anak sulung yang hiperaktif, hasil jerih payahnya ketika muda hingga kini membuat aku dan adik-adikku bisa makan enak, mengenyam pendidikan dengan sangat layak, mencukupi kebutuhan adik-adik ibuku yang saat ini tinggal bersama ibuku yang mayoritas belum berkeluarga semua. 

Dengan gelar anak sulung yang didapat ibuku sejak lahir, membuat ibuku memiliki motivasi yang tinggi untuk bisa menjadi lebih baik lagi dan bermanfaat untuk orang banyak. Meskipun ya memang tanggung jawab yang dibawa sangat banyak, namun hal itu menjadi cambuk tersendiri bagi ibuku. 

Kalimat yang paling sering aku ingat dari ibuku,

"Ketika orang lain sekali percaya pada kita, berikan yang terbaik untuknya. Sebab jika sekali kita mengecewakannya, keraguan orang itu pada kita akan tumbuh dan membuat ia tak mempercayai kita lagi"

Ada benernya yang ibuku ucapkan, menjadi anak sulung sudah jelas tanggung jawab yang kita bawa tak sedikit. Sebab, orang lain terutama orangtua kita percaya bahwa kita sebagai anak sulung terutama perempuan bisa diandalkan. Dan harusnya kita memanfaatkan kepercayaan itu dengan baik.  

Bukan malah membuat gelar anak sukung yang kita miliki hilang entah kemana, sebab kita merasa hidup harus diatur-atur karena menjadi harapan pertama keluarga. Nikmati dan syukuri, aku rasa itu menjadi cara yang tepat. 

Sambat karena capek atau jenuh dengan tanggung jawab yang dibawa bolehlah,itu wajar. Tapi jangan kebanyakan dan kelamaan sambat. Kalo kita sebagai anak sulung kebanyakan sambat, kapan geraknya?? 

Menjadi anak sulung perempuan keren bangetloh, mayoritas jadi sosok multitalenta. Banyak keahliannya, sudah jelas idaman banget dongg.

Yok kita semangat yokk anak sulung perempuan!

Semoga Bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun