Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Halo hai!

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Salahkah Aku Menjadi Guru di Usia Muda?

26 November 2020   09:27 Diperbarui: 26 November 2020   09:57 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bu, gimana kabarnya anak-anak? Kenapa mboten kerumah lagi ngge??"

Pertanyaan itu yang sering kuungkapkan pada setiap walimurid yang awalnya mempercayakan anaknya untuk les pelajaran sekolah dan mengaji di rumah. Mereka datang dengan memohon agar anaknya dapat dibimbing menjadi lebih baik lagi. Inget banget wajah-wajah walimurid yang terlihat seperti putus asa, sebab tak bisa membimbing anaknya dengan baik. Bisa dibilang sudah berada di titik menyerah.

Sejak aku duduk dibangku MTs, ibuku mencoba membiasakan aku membantunya mengajar mengaji dan les di rumah. Sebab agar aku terbiasa, dan pada akhirnya aku yang menggantikan ibuku. 

Seneng?? Bangett..

Kumpul bersama anak-anak usia dini, serasa menjadi obat kegundahan hatiku. Ketika hati dalam posisi jenuh dan stres, reflek berubah jadi bahagia ketika melihat wajah-wajah mereka yang selalu ceria dan penuh tawa. 

Namun, keceriaan itu tiba-tiba hilang entah kemana. Saat satu persatu anak mengaji dan les dirumah hilang tanpa kabar. Ada juga yang bertekad ingin memindahkan anaknya les ataupun mengaji di tempat lain. Hal tersebut masih bisa ku terima, sebab disini tenaga pendidiknya hanya diriku. Yang masih terbatas ilmunya juga. 

Coba kamu bayangkan, jika ada anak didikmu yang tak lagi kamu didik karna alasan tidak boleh oleh orang tuanya? Nyesek sekali bukan? 

Ya itulah yang kurasakan ketika salah satu anak didikku tak pernah lagi datang ke rumah. Sebut saja namanya Mirna. Dia dan adik-adiknya tergolong anak yang rajin datang ke rumah untuk mengaji. Kakak adik yang selalu jail dan kocak dengan tingkahnya. 

Ketika tak sengaja bertemu dijalan, kucoba bertanya pada Mirna kenapa tak pernah datang lagi ke rumah. 

"Sama ibu gak boleh ke rumah mbak Lela lagi" 

Ucap Mirna dengan jujur sambil menundukkan kepala. Terlihat Mirna keberatan dengan keputusan ibunya yang sepihak. Akupun juga, benar-benar merasa keberatan. 

Mulailah ku cari-cari kesalahan yang mungkin pernah kuperbuat secara tidak sadar. Tapi tak tau, aku tak menemukannya. Apa aku terlalu keras jika memgajar? Atau metodeku kurang efektif??

Tak sabar dengan pertanyaan yang terus menghantuiku. Kuberanikan diri untuk bertanya langsung pada ibunya Mirna, perihal anaknya yang tak lagi datang ke rumah untuk mengaji. Coba tebak apa jawabannya?? 

"Mirna sama adek-adeknya lagi banyak tugas mbak, banyak pr" 

Ucap ibu Mirna sambil langsung meninggalkanku pergi begitu saja. Aku yang mendengar jawaban ibu Mirna hanya bisa bengong dan terdiam. Jawaban Mirna dengan ibunya sangat berbeda. Kenapa ini?? Kenapa seperti ini? 

Tak berhenti disitu saja, kakak beradik yang les materi pelajaran sekolah juga hilang kabar entah kemana. Ketika kutanya ibunya perihal anaknya yang tak pernah ke rumah lagi. 

"Masih repot mbak di rumah"

Itu alasannya. Aku gak ngerti dan gak paham disini. Kenapa mereka bersikap seperti itu padaku. Akupun langsung menumpahkan isi hatiku tentang dua walimurid ini pada ibuku. Dan ternyata,. 

Ibu Mirna dan ibu anak les sebenarnya meragukan dengan kemampuanku. Sebab umurku yang tergolong masih muda. Itulah sebabnya mereka beralasan ngalor-ngidul, ketika kutanyai perihal anaknya. Akupun merasa tertampar, aku sadar jika ilmu yang kumiliki masih bisa dibilang minim. Tapi aku sendiri sedang mencoba memantaskan diri untuk menjadi guru yang baik bagi mereka. Kucoba untuk haus akan ilmu. Kupaksa diri ini membaca berbagai macam literatur, meskipun sebenarnya aku ogah sekali dengan namanya membaca. Kucoba ikut webinar-webinar pendidikan, meskipun sebenarnya aku sungguh malas untuk mengikuti kelas itu. 

Tapi mereka gak tau, mereka gak tau gimana usahaku selama ini. Mana mungkin juga aku bilang blak-blakan ke walimurid. Bahwa aku sekarang rajin membaca dan ikut webinar??  Lucu dongg. 

"Tak perlu dendam, doakan aja semoga ilmu yang kamu berikan barokah"

Tutur ibuku, yang berusaha menenangkan hati ini. Ikhlas dan selalu berusaha mendoakan murid dan walimurid menjadi solusi terbaik untuk melupakan masalah yang ada. Tak lupa diri ini terus berusaha menjadi lebih baik lagi. Terus belajar tanpa henti.

Dari sini aku paham, sungguh berat menkadi sosok seorang guru berjiwa besar. Pasti banyak ujian yang menerpa. Terutama guru yang masih berusia muda. Banyak orang diluar sana yang meremehkan perihal usia muda yang mereka miliki. Padahal kalo bukan anak muda zaman sekarang yang mencoba belajar dan n menjadi penerus guru yang sudah usia lanjut. Lalu siapa lagi?? 

Apa walimurid sendiri yang mau tergerak untuk menjadi guru yang lebih pantas? Sesuai kriterianya?? Ato  bagaimana? 

Teruntuk walimurid, yang suka banget memandang remeh usia muda. Aku mohon dengan sangat jangan pernah lakukan itu lagi. Toh banyak kemampuan anak usia muda yang nyatanya lebih unggul tapi anda tak tau. Kalo nanti anak anda yang menjadi sosok guru di usia mudanya. Apa anda akan meremehkan kemampuan anak anda sendiri?? 

Yang paling aku tanamkan hingga sekarang, setiap perbuatan pasti ada balasannya. Semoga aku dan kamu guru-guru yang berusia muda menjadi guru yang lebih dihargai lagi atas kemampuannya. 

Semoga bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun