"Urip iku sawang sinawang, mula aja nyawang sing kesawang" -Pitutur Jawi-
Tak semuanya yang terlihat oleh mata dapat menggambarkan orang itu seperti apa. Kadang yang terlihat buruk menurut kita ternyata malah sebaliknya.Â
Begitu juga dengan yang terlihat baik malah terlihat buruk. Seperti yang terjadi pada temanku. Tiba-tiba saja teringat tentang kisahnya yang membuatku ingin tertawa tapi juga kasihan.Â
Dia temanku saat masa-masa nyantri di  pesantren daerah malang kabupaten. Dia tergolong anak keluarga yang sangat tercukupi. Setiap sambangan pasti mobilnya gonta-ganti. Mulai dari Pajero, Mercendes-Benz dan masih banyak lagi. Dia juga memiliki ibu yang cantiknya masya allah, putih tinggi, mancung bak orang arab.Â
Berbanding terbalik dengan temanku, yang berkulit hitam, pakaian selalu compang-camping dan buluk. Sampai pernah suatu ketika ia disebut pembantu oleh pelayan di pusat perbelanjaan ketika ia dan keluarganya sedang berbelanja. Karena penampilannya yang jauh berbeda dengan ibu dan saudara-saudaranya. Dan hal tersebut terjadi saat ia berusia 6 tahun.Â
Baginya kisah itu menjadi luka batin yang cukup terasa hingga saat ini. Dan akupun pernah berada diposisinya, yang berbeda hanya orang-orang sekitarku terlalu menganggap diriku sempurna tanpa pernah membuat kesalahan sedikitpun.Â
Dan jika aku melakukan kesalahan malah menjadi bahan perbincangan.Hal itu sungguh menjadi beban yang sangat berat bagiku karena aku tak seperti yang mereka pikirkan.Â
Kebiasaan orang-orang yang mudah sekali mengecap orang lain tanpa mengetahui seluk beluknya seperti sudah menjadi budaya khas bangsa ini. Dan hal tersebut cukup merugikan orang yang mereka cap seenaknya sendiri. Sikap yang dilakukan orang lain terhadap temanku dan terhadap diriku juga bisa disebut dengan Keterwakilan Heuristik.Â
Menurut Tversky dan Kahneman (1974) menjelaskan keterwakilan heuristik memungkinkan orang untuk menilai kemungkinan bahwa sebuah objek termasuk dalam kategori umum atau kelas berdasarkan seberapa mirip tujuannya adalah untuk anggota kategori tersebut.
Lebih sederhananya keterwakilan heuristik terjadi ketika kita menilai orang lain dengan kelompok tertentu saat ia memiliki ciri khas yang sama dengan kelompok tersebut.Â
Seperti pelayan di pusat perbelanjaan yang menilai temanku sebagai pembantu karena menurut pandangannya sosok pembantu memiliki ciri khas penampilan yang buluk dan tidak rapi. Diriku juga yang dinilai orang-orang sempurna karna anak dari seorang guru yang aktif diberbagai kegiatan pendidikan.Â
Keterwakilan heuristik merupakan cara menilai sesuatu dengan sangat cepat. Akan tetapi, kebanyakan hasil penilaian keterwakilan heuristik selalu salah. Karena penilaian ini hanya berdasarkan aturan tanpa menghiraukan frekuensi kemunculan peristiwa atau pola tertentu. Maksudnya fakta yang mereka nilai lebih representatif sebenarnya tidak membuatnya lebih mungking.Â
Seperti penelitian yang dilakukan Nilsson, Juslin, dan Olsson (2008) menemukan bahwa keterwakilan heuristik dipengaruhi oleh akun contoh memori sehingga contoh baru diklasifikasikan sebagai perwakilan jika sangat mirip dengan kategori juga seaakan sering ditemui.Â
Dalam penelitiannya yang difokuskan pada keyakinan medis. Banyak orang yang percaya bahwa gejala medis harus menyerupai penyebab perawatannya. Contohnya, ketika banyak orang yang percaya penyakit maag terjadi karena stress, karena sifat heuristik dan representatifnya.Â
Padahal kenyataannya bakterilah yang menyebabkan penyakit maag. Dan hal tersebut membuktikan bahwa dokter menggunakan keterwakilan heuristik dengan menilai seberapa mirip pasien dengan stereotip atau prototipe dengan gangguan itu. Jadi keterwakilan heuristik memberi penilaian cepat pada objek baru dengan kategori yang ada.
Dan bagi anak usia dini yang masih memiliki cara berpikir yang sederhana, kejadian tersebut mungkin saja bisa menjadi trauma tersendiri baginya. Rasa tidak percaya diri dan mengurung diri pasti akan muncul seketika, jika penilaian yang diberikan orang lain buruk. Akan tetapi jika penilaian yang diberikan orang lain baik, hal tersebut bisa menjadi dampak baik maupun buruk bagi anak.Â
Seperti halnya temanku dan aku sendiri, hingga kini masih saja merasa tidak percaya diri di depan orang lain, sering merendahkan diri karena masih tersugesti dengan penilaian keterwakilan heuristik  orang lain.
 Hal tersebut sangatlah mengganggu disetiap aktivitas kami. Sebab, kebanyakan orang menilai dengan menggunakan keterwakilan heuristik karena dirasa mudah dan cepat tanpa mempertimbangkan keadaan yang sebenarnya.Â
Akan tetapi masalahnya, terkadang orang suka melebih-lebihkan kemampuannya untuk memprediksi kemungkinan suatu peristiwa secara akurat. Yang mana hal tersebut mengakibatkan pengabaian tingkat dasar yang relevan dan prasangka kognitifnya.Â
Lalu bagaimana mengatasi hal tersebut?
Sebelum menilai seseorang alangkah baiknya mencari fakta tentang dirinya terlebih dahulu. Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut terlihat sepele. Karena mereka tak merasakan dampak keterwakilan heuristik tersebut. Akan tetapi bagi yang pernah merasakannya bisa jadi akan berusaha lebih berhati-hati dalam menilai orang lain.
Mepertimbangkan banyak hal sebelum mengecap ini itu. Bisa juga orang yang melakukan hal tersebut pernah merasakan dampaknya, yang mana pada akhirnya melampiaskan pada orang lain. Dan rasa balas dendam mengalahkan segalanya. Menggunakan keterwakilan heuristik untuk menilai orang lain dirasa kurang tepat.Â
Terkadang jelas sekali tampak rasa ingin menunjukkan dirinya lebih baik dari orang lain dengan melakukan keterwakilan heuristik. Seperti sikap orangtua yang selalu membanggakan anaknya didepan anak tetangga yang mereka rasa anaknya jauh lebih baik dari anak tetangganya karena memiliki orang tua seperti mereka. Sedangkan kenyataan berbanding terbalik.
Seperti kata pepatah jawa, "Urip iku sawang sinawang, mula aja nyawang sing kesawang". Artinya: "Hidup itu hanya sebatas saling melihat yang bisa terlihat, maka jangan melihat yang terlihat saja". Dari sini kita mendapat pelajaran, jangan menilai seseorang dari apa yang terlihat saja. Karena yang terlihat belum tentu sesuai dengan kenyataannya.Â
Semoga Bermanfaat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI