Tahun baru identik dengan semangat baru.
Melepas kepergian tahun lalu yang penuh luka, derita, juga air mata. Tahun baru selalu disambut dengan harapan, sukacita, serta tawa bahagia. Hal ini merefleksikan bahwa segala pengalaman pahit lama-kelamaan larut dalam rasa yang baru. Setiap kesedihan akan berganti jadi senyuman. Barangkali, luka juga akan sembuh sendirinya oleh sang waktu.
Tahun demi tahun berganti. Festival kembang api laksana kegiatan rutin tahunan yang makin terasa hampa. Detik-detik menuju pergantian tahun, setiap orang berebut paling dulu mengabadikan momen yang terjadi dalam 365 hari sekali. Berjuta-juta kamera diarahkan ke langit yang warnanya lebih pekat dari secangkir espresso seharga 40ribu.Â
Sedetik kemudian, ledakan kegembiraan memecah keheningan malam. Secara serentak, meski tanpa komando, kembang api susul-menyusul menutupi 365 peristiwa yang terasa getir, namun ditelan juga. Kekecewaan, sakit hati, penghinaan, juga pengkhianatan mewarnai ratusan episode yang mendadak muncul dalam ingatan seperti flash kamera.
Malam tahun baru terasa lebih panjang dari malam-malam lainnya. Pikiran seperti membeku dalam ruang memori yang hanya menyisakan episode luka. Segala bentuk emosi bergantian meletup-letup mengalahkan riuhnya bunyi petasan. Dalam renungan, hanya tersisa satu pertanyaan pasrah: "Tahun baru, masihkah ada harapan?"
*
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pagi hari pertama di tahun baru masih dalam suasana euforia. Setiap orang berlomba menuliskan resolusi yang akan dicapainya tahun ini. Beberapa orang sibuk membagikan catatan "Target 2025" "Agenda 2025" hingga "Vision Board 2025" yang menjelma jadi trending algoritma setiap awal tahun.
Tahun ini, rasanya tak ada resolusi. Tahun lalu saja lebih banyak gagalnya. Tahun lalu saja masih suka menunda-nunda. Tahun lalu saja sudah sibuk bertahan dan tetap waras. Ya, mungkin target tahun ini sebaiknya lebih realistis saja: tetap waras dan bahagia.
Di kala setiap orang sedang berebut algoritma, "running-day pertama di tahun 2025" "movie-date pertama di tahun 2025" atau "journaling pertama di tahun 2025" rasanya seperti memutar lagu lama di kaset baru. Gaung di sana-sini demi jadi yang paling pertama tanpa tujuan yang jelas. Sekadar ikut-ikutan yang lagi tren saja.
*
Mungkin, menyendiri selama pergantian tahun belum jadi tren yang diminati. Melakukan refleksi terhadap satu tahun ke belakang, bukanlah hobi yang bisa diikuti semua orang. Memang, belajar dari kesalahan tanpa mengulang kesalahan yang sama bukan untuk semua orang.
Paling tidak, semakin kesini justru itu yang dibutuhkan diri kita sebenarnya. Merawat diri dan menyembuhkan luka. Agar di tahun baru, langkah kita lebih ringan menghadapi realita yang berat sekalipun. Pelajaran dari tahun 2024 atau tahun-tahun sebelumnya kurang lebih sama: love yourself more. Cintai dirimu sendiri.
Terdengar egois, padahal itu yang setiap orang butuhkan. Dengan mencintai diri sendiri, seseorang akan peduli pada berat badan yang bertambah atau jerawat yang muncul di wajah. Dengan peduli pada diri sendiri, seseorang akan belajar memahami perasaan orang lain. Dengan begitu, luka yang sakit namun tak berdarah itu dapat sembuh tanpa harus menyakiti diri bersama orang yang salah.
Dengan memilih dirimu sendiri, kamu tidak lagi terjebak hubungan toxic yang hanya membuatmu menderita.
*
"Seseorang harus bisa berjalan dulu sebelum ia berlari."
Mungkin kedengarannya klise. Tapi, itulah hidup yang kita jalani. Selalu ada proses yang harus kita lewati satu-persatu. Tanpa berproses, mustahil kita bisa menguasai sesuatu. Termasuk memproses luka-luka di hati dan memaafkan peristiwa yang telah terjadi. Berat, memang. Tak ada yang mudah jika kamu menempuh jalan yang benar.
Refleksi di awal tahun, sederhana saja: maafkan dirimu sendiri dan lakukan yang terbaik.
Jangan berlarut-larut terbuai dalam masalah yang belum bisa kamu selesaikan. Mintalah saran atau masukan dari orang lain, bila kamu terlalu sulit menanggungnya sendiri. Maafkan diri sendiri sebagai bagian dari proses mencintai diri sepenuhnya. Akui kesalahan di masa lalu, lakukan upaya untuk memperbaikinya.
Tak ada kata terlambat, namun waktu berlalu dengan cepat.
Manfaatkan kesempatan yang ada untuk jadi pribadi yang lebih baik. Apapun masalah yang kamu hadapi sepanjang tahun lalu, cobalah renungkan dan cari orang yang bisa memberikan solusi untukmu. Lakukan yang terbaik di setiap kesempatan, sebab kamu tak punya banyak waktu.
Terakhir, sebagai penyemangat di awal tahun, teruslah bertumbuh.
*
Berteman denganku di instagram @sitikus.nl untuk konten seputar pengembangan diri.
Mari saling support dengan berikan like, komen, dan share :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H