Selamat Hari Wayang Nasional!
Wayang selalu identik dengan pertunjukan, iringan gamelan, nyanyian para sinden, dan dialek dalang yang khas membawakan lakon dari babak ke babak.
Pertunjukan wayang, pada mulanya ditujukan sebagai hiburan di kalangan bangsawan dan priyayi. Kemudian mengalami pergeseran peran menjadi alat pertunjukan rakyat di abad ke-16.
Hingga kini, wayang masih dipertunjukkan dalam acara-acara tertentu. Misalnya, acara pernikahan, upacara pelantikan kepala daerah, hari-hari besar, dan momen-momen tertentu yang sakral.
Wayang yang juga dinobatkan oleh UNESCO sebagai warisan tak benda memiliki seperangkat pertunjukan yang kompleks. Oleh karenanya, tradisi pertunjukan wayang perlahan bergeser menjadi bagian dari momen yang penting bagi seseorang.
Sama halnya dengan Bekasi, meskipun termasuk bagian dari Provinsi Jawa Barat secara administratif, namun corak budaya masyarakat Bekasi banyak dipengaruhi oleh budaya betawi.
Pengaruh budaya betawi di Bekasi dapat dilihat dari kesenian ondel-ondel dan tanjidor yang menjadi bagian dari hiburan masyarakat Bekasi. Begitu pula tradisi wayang golek yang dipengaruhi oleh kebudayaan betawi.
Meskipun hanya dimainkan pada momen-momen tertentu saja, pertunjukan wayang selalu dinanti oleh warga. Tepatnya di Kampung Cisaat - Bekasi, wayang golek dimainkan dengan bahasa sunda yang kental dengan logat betawi.
Dalang yang membawakan pertunjukan tersebut harus merupakan keturunan pedalang setempat. Biasanya permainan wayang diadakan setiap Tahun Baru Islam.
Pergantian tahun yang diperingati dengan pertunjukan wayang membuat Generasi Z di Kampung Cisaat memiliki ingatan akan tradisi yang akrab. Momen Tahun Baru Islam sendiri dipilih sebagai bagian dari kebudayaan Demak yang pernah meninggalkan jejak di Saung Ranggon, tak jauh dari Kampung Cisaat.
Pertunjukan wayang biasanya menggunakan gedebog pisang yang dihamparkan di depan sebuah mata air yang disucikan warga setempat. Mata air merupakan elemen penting dalam kehidupan masyarakat Cisaat yang masih didominasi petani.
Makna dari pertunjukan wayang bukan hanya hiburan warga semata, tetapi nilai-nilai filosofis yang disampaikan dari generasi ke generasi dalam bentuk cerita-cerita yang sarat akan moralitas sebagai warga masyarakat yang menjunjung nilai kejujuran, rendah hati, dan tekun belajar.
Seringkali pertunjukan wayang juga dibarengi dengan aksi pencak silat sebagai bukti kekayaan budaya Bekasi yang lekat dengan "Para Jawara". Meskipun pertunjukan ini berlangsung setelah isya, banyak penonton antusias menyimak pagelaran sampai akhir, termasuk diantaranya anak-anak muda yang lahir sebagai Generasi Z.
Apabila kamu mampir ke Kampung Cisaat di waktu tertentu, kamu akan menjumpai anak-anak yang sedang berlatih gerakan silat sederhana untuk pertunjukan wayang.
Alasan anak-anak itu belajar silat tentunya karena melihat contoh dari kakek-kakeknya yang masih terlihat bugar meskipun usianya sudah hampir 100 tahun.
Tentu, harapannya agar tradisi ini terus lestari.
Melalui Hari Wayang Nasional, yuk sebarkan informasi atau pengalaman apapun yang kamu ketahui tentang tradisi pewayangan di Indonesia.
Agar kelak, anak-anak generasi Z yang tidak mendapat kesempatan yang sama untuk bersentuhan langsung dengan budaya leluhur, paling tidak memiliki pengetahuan yang nantinya dapat diteruskan.
***
Terima kasih sudah membaca sampai akhir!
Bagikan jika artikel ini dirasa bermanfaat :)
Yuk berteman denganku di instagram @sitikus.nl
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H