Mohon tunggu...
Siti Khusnul Khotimah
Siti Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis buku A Good Change: sebuah penerapan filosofi Kaizen bagi yang sedang berada di titik terendah. Menulis seputar Self-Improvement, Growth Mindset, dan Tips Penunjang Karir. Yuk berkawan di IG dan TT @sitikus.nl ✨ Salam Bertumbuh 🌻🔥

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Goreng Gentur: Camilan dari Zaman Kapungkur

14 November 2023   13:05 Diperbarui: 14 November 2023   13:10 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekayaan alam Nusantara menyediakan berbagai sumber makanan yang tumbuh subur di setiap musim.

Berlimpahnya sumber daya pangan menjadikan masyarakat Indonesia berdikari dalam menghasilkan berbagai penganan yang sering dikonsumsi di luar jam makan. Kekayaan penganan atau camilan inilah yang membuat kuliner Nusantara semakin kaya.

Tidak hanya didominasi oleh kuliner berkuah santan, aneka lauk bakaran, atau jenis sambal yang menggugah selera. Kuliner Nusantara juga kaya akan kudapan ringan alias camilan yang dikonsumsi sebagai "pengganjal perut".

Oleh karena kekayaan sumber daya pangan olahan, masyarakat Indonesia menjadi akrab dengan kebiasaan "nyemil". Biasanya nyemil dilakukan di waktu sarapan atau sebelum makan siang. Nyemil juga bisa dilakukan di sore hari sebelum menyantap hidangan makan malam.

Sejumlah hasil bumi Nusantara yang diolah menjadi kekayaan kuliner antara lain: singkong, jagung, kentang, ubi, talas, dan masih banyak lagi yang lainnya. 

Seakan tak bisa dipisahkan dari kebiasaan menyantap kudapan ringan, kuliner Nusantara berbahan baku singkong bisa diolah menjadi beragam camilan diantaranya: keripik, getuk, tiwul, lemet, comro, misro, kolak, cenil, timus, ongol-ongol, dan masih banyak lagi.

Salah satu kuliner Nusantara berbahan baku singkong yang sudah jarang ditemukan saat ini adalah GENTUR.

Pernah denger nama makanan yang satu itu?

Gentur merupakan makanan olahan dari singkong yang ditumbuk sampai halus. Makanan ini sudah jarang sekali dibuat karena prosesnya yang memakan waktu cukup lama dan ketelatenan yang mumpuni.

Ajaibnya, Gentur masih ditemukan di pedalaman Bekasi, tepatnya di Kampung Cisaat. 

Kalau kamu sempat singgah di Bekasi atau tinggal di Bekasi, kamu perlu cobain kuliner Nusantara yang satu ini. Rasanya gurih dan mengenyangkan. Bentuknya bulat dan cocok dicocol sambal encer, biasanya lebih enak disantap di pagi hari sambil morning tea atau morning coffee.

Sayangnya, redaksi kata "Gentur" tidak dapat ditemukan di mbah Google yang biasanya tau segala hal. Hal ini dikarenakan informasi mengenai kudapan berbahan baku singkong ini tidak lagi diketahui banyak orang. 

Maka, melalui artikel Kompasiana dalam Lomba Indonesian Heritage bertema Kuliner Nusantara, saya akan bagikan sedikit pengetahuan yang saya ketahui tentang "si bulat" ini.

Kalau ditilik dari kehadiran Gentur sebagai kudapan masyarakat Indonesia, bisa ditelusur sejak era pra kemerdekaan. Dimana tahun sekitar 1930-1950an, masyarakat Indonesia sedang mengalami krisis pangan yang masif.

Puncaknya, pada tahun 1931, pakar farmasi dan kimia WF Donath menyarankan agar masyarakat Indonesia mulai membiasakan diri untuk mengonsumsi selain nasi. Bahan pangan alternatif selain beras, yaitu singkong, jagung, ubi, kedelai, dan ikan.

Masa yang menggelisahkan (Periode Malaise) justru memicu kreativitas masyarakat Indonesia sehingga terampil mengolah berbagai bahan pangan selain beras yang saat itu mengalami kelangkaan. 

Agar dapat bertahan di era gempuran inflasi pangan, Goreng Gentur menjadi penyelamat untuk bertahan.

Diolah dari singkong yang dicuci bersih, direbus lalu ditumbuk hingga halus. Gentur masih menjadi menu sarapan favorit masyarakat desa di Kampung Cisaat - Bekasi. Cara pengolahan Gentur hampir mirip dengan Perkedel, karena diberi tambahan daun bawang, sedikit lada dan kaldu agar gurih.

Adonan Gentur dibiarkan beberapa saat dan digoreng dengan bentuk bulat-bulat. Alasan Gentur dibuat bulat adalah untuk memudahkan saat menyantapnya. 

Mayoritas masyarakat Kampung Cisaat di era pra-kemerdekaan adalah petani, sehingga Gentur dijadikan sebagai menu sarapan sebelum bertani ke sawah atau ladang.

Saat ini, tentunya sudah jarang sekali yang menjual Gentur atau membuat Gentur sebagai menu sarapan. Biasanya Gentur dibuat saat ada hari besar, seperti Idul Fitri atau acara perayaan di keluarga. 

Menemukan Gentur di tengah aneka gorengan lainnya, membuat saya takjub. Pasalnya, saya hanya sanggup memakan 1-2 buah saja karena cukup mengenyangkan.

Apalagi untuk aktivitas bertani, Goreng Gentur dapat diandalkan sebagai sumber energi. Meskipun Gentur termasuk jadul, kamu wajib cobain camilan zaman kapungkur yang satu ini!

***

Terima kasih sudah membaca sampai akhir!

Bagikan artikel ini jika dirasa bermanfaat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun