Pendahuluan
Sampai saat ini bangsa indonesia disibukkan dengan polemik dan perebutan identitas agama dan budaya. Polemik ini tidak pernah mengemukkan hanya karena dipicu oleh puisi Sukmawati Soekarnoputri yang dianggap mrngandung nada "penghinaan" terhadap simbol dan ritual Islam.Â
Puisi tersebut mengundang banyak tanggapan dari berbagai banyak tanggapan, mulai dari yang mengkritik hingga balasan puisi dengan nada dengan nada yang agak akademis. Maraknya isu keagaman yang muncul di Indonesia baik dalam skala lokal maupun Nasional yang membuktikan bahwsa umat Islam di Indonesia belum mencapai usia kedewasaan dalam beragama.
*Review Positif pada Artikel
Setelah saya membaca artikel tersebut, artikel ini sangat bermanfaat agar lebih mengenal visi dari Al-Quran dari sisi sosisologi dalam membangun keharmonisan beragama. Banyak kontrofersi dalam beragama, seperti kontrofersi dalam pemakaian cadar bagi mahasiswi, jauh sebelumnya terdapat aksi heroik umat Islam yang tergabung dalam gerakan aksi bela Islam 212 juga terjadi karena faktor beragama.
Berawal dari kasus "penodaan agama" oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang telah menyita publik terutama umat Islamdan berujung pada luapan emosi yang yang luar biasa. Dapat menjadi tolak ukur nyaa bahwa masyarakat indonesia masih sangat sensitif dan mudah marah dengan nuansa keagamaan.
Dalam artikel ini tidak hanya menjelaskann isu-isu keagamaan namun juga membahas bagaimana jika umat Islam di Indonesia terus bertemprament tinggi, bukan tidak mungkin fenomena di atas akan menjadi poros pemicu lahirnya konflik bernuansa religi. Apalagi, kekrasan dan konflik semakin sulit diatasi jika ada faktor "Islam" hal ini perlu adanya solusi dan penanaman kesadaran di bidang agama yang menuntut pemeluknya untuk kembali dewasa dalam kontestasi agama.
Al-Quran sebagai satu-satunya kitab suci yang dijadikan pedoman hidup sekaligus petunjuk dalam memahami dan menyikapi realitas kehidupan, khususnya konflik dan kekerasan.Â
Peran Al-Quran sebagai perekat hetrogenitas dan mereduksi konflik telah lama dipertanyakan. Karena, tidak dapat dipungkiri, bahwa masyarakat yang mendiami bumi ini sangat beragam, terdiri dari berbagai suku, agama, budaya dan kelas sosial.
Dalam artikel ini menjelaskan bahwa pandangan yang menyamakan Islam sebagai sumber kekerasan tentu sangat sederhana. Selain itu Islam juga dipraktikkan sebagai sesuatu yang kasar, keji dan cenderung tidak bisa hidup berdampingan dan saling menghormati satu sama lain.Â
Namun anggapan agama dalam melahirkan konflik, bahwa konflik dan kekerasan yang terjadi bukan karena faktor agama, melainkan faktor non-agama seperti ekonomi, sosial dan politik, merupakan pandangan yang berlebihan.
Argumen ini didukung oleh fakta bahwa di dalam Al-Quran juga banyak ayat yang menjelaskan dan juga memerintahkan umat Islam untuk memerangi bahkan melawan kejahatan, kekafiran dan bentuk kejahatan lainnya. Sehingga sangat sulit berupaya untuk merekontruksi terhadap ayat-ayat yang secara literal bertentangan satu sama lain
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H