~Lai~
part 5 (the ending of the story)
Setelah memastikan keputusan ibu', aku kembali ke kamar dan teringat kembali pada si Lai, sahabatku yang malang. Aku terus memikirkan masalah Lai, tapi tak menemukan solusi untuk membantunya. Keesokan malamnya, Lai datang kembali kerumah membawa ide gila yang ingin dilakukannya untuk menghindari pernikahan itu. Lai berkata padaku, hal ini hanya aku yang tau dan tak boleh dikatakan pada orang lain. Lai bilang dia akan kabur ketempat yang jauh untuk menghindari pernikahan itu. Aku sangat kaget mendengarnya. Aku tak habis fikir, Lai si gadis penurut itu bisa seberani itu.
Dia berkata, “Nai... kalau aku harus menikah, aku ingin menikah dengan orang baik-baik dan tentunya orang yang aku cintai, bukan dengan orang yang telah ditentukan ibu bapakku itu. Aku sudah cukup bersabar mengikuti aturan yang mereka buat dalam hidupku, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Bahkan mimpi besarku kini telah kurelakan untuk mereka. Tapi untuk yang satu ini aku tak ingin diam, aku ingin memperjuangkan keinginanku Nai.”
Aku mengerti benar perasaannya saat itu. Akupun ikut membenci kedua orang tua Lai. Aku membayangkan jika posisiku seperti Lai mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku dukung keputusannya untuk kabur. Aku benar-benar tak tega melihat Lai ku menderita seperti itu.
Naira : hah kabur?? Awakmu arep kabur karo sopo to?
Laila : dewean nay...
Naira : ogak karo mas ahmad (pacar Lai)?
Laila : ogak, aku gak pengen nyusahne wonge, wonge wes terlalu loro ati krungu aku arep dinikahne.
Naira : opo awakmu wani budal dewe? Piye nek aku melu?
Laila : Gausah nai, urusane malah soyo dowo lek awakmu melu.
Naira : Trus awakmu arep neng ndi rencanane?
Laila : Aku sek gung ruh, sing penting ning panggon sing adoh songko kene. Pokoe wong-wong gaiso nemokne aku.
Naira : Kapan awakmu arep budal?
Laila : Sesok bengi
Naira : wes yakin???
Laila : iyo Nay...
Naira : Yowes, aku gg arep ngelarang, sing penting ati-ati, aku mung iso ndungakne sing terbaik ngge awakmu.
Laila : Iyo nai, matur suwun yo...
Lai memelukku. Aku tau benar, sebenarnya ada rasa takut yang begitu besar didalam hatinya. Tangannya gemetar, tapi ia terus meyakinkan dirinya untuk berani. Lai berfikir bahwa apapun yang terjadi nantinya, setidaknya dia sudah mencoba untuk menjadi orang yang lebih berani untuk memperjuangkan keinginannya. Lai tak ingin melanjutkan hidupnya dengan menanggung penyesalan mendalam karena tak pernah sekalipun mencoba untuk menjadi berani.
Keesokan harinya, seluruh desa dibuat geger karena menghilangnya Lai. Dan yang menjadi tujuan utama bapak dan ibunya adalah rumahku. Mereka datang kerumah untuk menanyai keberdaan Lai. Saat itu aku berbohong, aku bilang kalau aku tak tau apa-apa tentang kepergian Lai. Aku bilang Lai tak memberitahuku tentang kepergiannya itu. Tangis ibunya pecah di ruang tamuku, tapi mulutku tetap bungkam tak ingin mengatakan apapun. Untuk pertama kalinya aku berbohong tanpa ada rasa takut dihati, mungkin karena saat itu aku merasa sangat benci pada orang tua Lai.
Sudah dua minggu Lai menghilang, dan ibunya berkoar pada orang-orang jika Lai mau pulang, dia akan menuruti semua permintaan Lai. Ibunya bilang dia akan membatalkan pernikahannya. Ibunya berharap Lai mendengar niat ibunya itu.
Selama dua minggu itu, tak ada kabar dari Lai. Dia tak mengabari siapapun, termasuk aku. Hatiku sangat khawatir, aku tau benar sebelumnya Lai tak pernah pergi jauh dari rumah. Tapi apa yang bisa aku lakukan, dia tak memberi tahuku tujuannya kemana. Kak Ahmad bertanya padaku prihal kepergian Lai. karena ia memang tak berani menghubungi Lai lagi sejak mendengar perjodohan kekasihnya itu. Akhirnya ia bertekad mencari pujaan hatinya itu.
Naira : smean mau cari Lai kemana kak?
Ahmad : mboh, yang penting usaha disek Nai. Dongakne ya mugo-mugo aku iso ndang nemokne Lai, gek tak jak muleh.
Naira : iya, hati-hati kak.
Sepertinya Lai yang berada nun jauh disana mendengar niatan ibunya yang tidak akan memaksanya lagi untuk menikahi pria pilihannya itu, entah dari mana, aku juga tak tau. Beberapa hari kemudian, Lai pulang bersama kak Ahmad pacarnya. Sesampainya dirumah, semua orang melihat mereka pulang berdua. orang-orang itu berkesimpulan bahwa Lai kabur bersama pacarnya, Kak ahmad. Semua orang menyarankan ibu Lai untuk segera menikahkan mereka agar keluarga tak menanggung malu. Akhirnya Lai menikah dengan kak Ahmad dengan resepsi yang sangat sederhana. Bahkan dimataku, acara pernikahan Lai seperti acara 7 harian orang meninggal saja. Tak ada sound system, suasananya begitu sepi dan bungkam. Pernikahan yang yang dilaksanakan dengan tujuan menutupi aib keluarga karena perbuatan Lai. Sungguh miris rasanya mengingat kisah si cerdas Lai yang malang, yang tak dapat menggapai cita-citanya karena kungkungan stereotip warisan nenek moyang yang telah dikenakan pada wanita dari generasi ke generasi. Dan mungkin hal ini tidak hanya terjadi pada Lai, namun banyak perempuan diluar sana yang mengalaminya.