Banyaknya penduduk dan pembangunan di wilayah perkotaan membuat permintaan lahan pemukiman semakin tinggi. Hal tersebut akan berdampak pada kualitas lingkungan perkotaan dan tergusurnya ruang terbuka hijau. Hilangnya ruang terbuka hijau akan berpengaruh kepada kestabilan ekosistem lingkungan. Di samping itu juga akan meningkatkan polusi udara yang akan berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat kota.
Selain itu, proses urbanisasi menyebabkan tingginya laju pembangunan yang ikut mengeliminasi lahan pertanian di perkotaan. Dimana lahan pertanian akan dialih fungsikan sebagai rumah dan gedung-gedung. Hal tersebut membuat kota tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. Permintaan bahan makanan yang meningkat akan membuat inflasi harga.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut solusi yang ditawarkan adalah dengan melakukan urban farming. Dengan urban farming, masyarakat bisa menciptakan ruang terbuka hijau ditengah-tengah padatnya bangunan perkotaan. Masyarakat akan menggunakan kemampuan dan pengetahuan dalam bidang pertanian agar bisa mengoptimalkan potensi Sumber Daya di sekitarnya. Hal tersebut juga bertujuan untuk membudidayakan tanaman sayuran pada lahan terbatas dan minimalis.
Urban farming merupakan aktivitas bertani pada lingkungan rumah perkotaan. Urban farming ini sudah menjadi trend di kalangan masyarakat, terutama di wilayah perkotaan.
Salah satu penyebab trend nya urban farming adalah karena adanya Covid-19 dan kebijakan work from home (jateng.antaranews.com). Hal tersebut membuat masyarakat lebih banyak di rumah dan mencari aktivitas/kegiatan baru untuk menghilangkan rasa bosan.
Menurut Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto, selama setahun terakhir urban farming telah menjadi fenomena luar biasa dan banyak diminati oleh orang, mulai dari remaja sampai dengan orang tua (pertanian.go.id).
Pasti kebanyakan dari kalian bingung bagaimana penerapan urban farming ini? Untuk lebih mudahnya yuk kita simak penjelasan berikut ini
Beberapa penerapan urban farming yang bisa dilakukan dilingkungan rumah diantaranya polybag, hidroponik, vertikultur dan memanfaatkan rooftop. Polybag merupakan salah satu cara penanaman yang bisa dilakukan pada lahan terbatas.
Penerapan ini dengan menggunakan polybag dan media tanam berupa tanah, kompos serta arang sekam. Dari ketiga media tersebut membutuhkan perbandingan 2:1:1. Penanaman cara ini terbilang relatif, sederhana, dan hemat biaya sebab peratalatan yang digunakan cukup sederhana dibandingkan hidroponik.
Agar bisa menjamin sebuah sirkulasi nutrisi, maka dalam rangkaian pipa tersebut disediakan alat pompa dengan kapasitas tertentu. Selain itu, dalam penanaman hidroponik harus memperhatikan suhu dan intensitas cahaya.
Tanaman hidroponik outdoor membutuhkan cahaya matahari sekurang-kurangnya 8 jam, sebaiknya cahaya matahari di pagi hari sampai tengah hari. Sedangkan tanaman hidroponik indoor akan membutuhkan cahaya lampu LED yang telah dipadukan spektrum biru dan merah selama 8-10 jam.
Penanaman vertikultur hanya memanfaatkan botok bekas, bambo, dan bahan-bahan yang ada di sekitar rumah yang bisa disulap sebagai wadah tanaman. Sehingga pagar rumah atau dinding rumah akan terlihat seperti taman vertikal. Sedangkan rooftop merupakan teknik penanaman di atap rumah sehingga terlihat seperti taman rooftop.
Penanaman dengan cara ini harus memperhatikan kekuatan konstruksi atap rumah, sebab selain untuk menahan beban tanaman juga harus menahan beban manusia yang berada di atas. Taman rooftop berfungsi sebagai peredam panas matahari yang masuk ke dalam rumah dan untuk tempat bersantai.
Selain sebagai trend, urban farming juga bisa menjadi gaya hidup sehat, karena urban farming dapat mengelola wilayah perkotaan yang awalnya tercemar menjadi terlihat hijau, segar, dan nyaman untuk ditinggali.
Penggunaan pupuk organik juga membuat hasil panen lebih sehat dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida sintesis. Semakin banyak orang yang mengembangkan urban farming ini, maka akan semakin banyak juga manfaat yang bisa didapatkan baik bagi dirinya maupun orang lain.
Kehadiran pertanian di wilayah perkotaan memberikan nilai positif tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan saja, melainkan ada nilai-nilai praktis yang bisa berdampak pada keberlanjutan ekologi maupun ekonomi di perkotaan.
Apabila dalam penanamannya memperhatikan aspek-aspek lingkungan, maka akan memperoleh banyak keuntungan. Keuntungan tersebut bisa dilihat dari nilai ekonomi, ekolgi, sosial, estetika, edukasi serta wisata (Fauzi, Ichniarsyah, and Agustin, 2016).
Selain itu, keberadaan urban farming bisa dijadikan sebagai sarana agar bisa mengoptimalkan pemanfaatan dan sumber daya alam (SDA) yang ada di kota dengan teknologi tepat guna. Di sisi lain, dengan urban farming masyarakat kota bisa memanfaatkan waktu luang untuk beraktivitas dalam pertanian perkotaan serta akan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Manfaat Urban Farming
Manfaat yang bisa kita dapatkan dengan melakukan urban farming (mongabay.co.id) di antanya:
- Dengan melakukan urban farming kita bisa menghasilkan bahan pangan yang bisa dikonsumsi sendiri dan bisa juga dijual.
- Hasil panen urban farming bisa diawasi dan dikontrol sendiri mulai dari penanaman sampai dengan panen. Penggunaan pupuk bisa diatasi dengan penggunaan pupuk organik, sehingga hasil panen yang dikonsumsi terjamin kesehatannya.
- Urban farming juga memiliki manfaat yang cukup signifikan bagi lingkungan. Dengan melakukan urban farming bisa memproduksi polusi lingkungan menambah keasrian lingkungan serta mengurangi sampah rumah tangga (diolah menjadi pupuk organik). Hasil dari urban farming bisa mencukupi kebutuhan pangan yang sehat.
Maka dari itu, urban farming dapat dimanfaatkan sebagai salah satu kegiatan yang produktif dan bisa diikiuti oleh semua masyarakat, baik muda maupun tua.
Saat ini urban farming bukan hanya untuk pemberdayaan komunitas, akan tetapi juga bisa menunjang kondisi ekonomi masyarakat itu sendiri melalui pasar hasil panen urban farming.
Dengan adanya urban farming diharapkan setiap penduduk perkotaan bisa memaksimalkan lahan yang tidak terlalu luas untuk kegiatan pertanian. Selain itu juga masyarakat perkotaan dapat memenuhi bahan pangan dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya bisa menghemat biaya dan tidak bergantung terhadap produk yang dibeli.
Dampak Negatif Urban Farming
Di balik semua kelebihan tersebut, urban farming juga memiliki dampak besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat kota. Dampak negatif yang sama besar juga bisa terjadi apabila urban farming tidak diterapkan secara maksimal.
Tidak menutup kemungkinan jika kesalahan dalam penerapan urban farming akan menyebabkan sebuah peningkatan polusi udara dan air, banjir serta pemborosan air khususnya air. Selain itu kesalahan dalam teknik penanaman juga bisa menimbulkan perkembangbiakan nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria. Salah satu sebab utama gagalnya urban farming yaitu kurangnya keterampilan dan infrastruktur yang tidak memadai.
Daftar Pustaka
2020. “Urban Farming Dan Kontribusinya Bagi Pengurangan Jejak Karbon.” Mongabay Environmental News. Retrieved June 3, 2021.
“Dinas Pangan | Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.” Retrieved June 3, 2021a.
“Mungkinkah ‘Urban Farming’ Menjadi Solusi Ketahanan Pangan? Halaman All - Kompasiana.Com.” Retrieved June 3, 2021b.
Arifin, Sri Sutarni. 2014. “Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo.” RADIAL: Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa Dan Teknologi 2(1):27–31.
Fauzi, Ahmad Rifqi, Annisa Nur Ichniarsyah, and Heny Agustin. 2016. “Pertanian Perkotaan: Urgensi, Peranan, Dan Praktik Terbaik.” Jurnal Agroteknologi 10(01):49–62.
kementan. n.d. “Kementan: Urban Farming Dukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.” Pertanian.Go.Id. Retrieved June 3, 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H