Pada bulan Desember 2019 dunia dihebohkan dengan munculnya sebuah varian virus baru yang berasal dari Wuhan, China yang Bernama SARS-CoV-2 yang menyebapkan penyakit menular COVID-19.Â
Tersebar luasnya virus ini ke berbagai belahan dunia menyebapkan WHO ( World Health Organization ) pada tanggal 11 maret 2020, harus menetapkan fenomena penyebaran penyakit Covid 19 sebagai kondisi pandemic secara global.
Berbagai Langkah pencegahan telah di sampaikan oleh WHO untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus ini, di antaranya adalah melakukan pembatasan fisik, mencuci tangan dan memakai masker. (WHO, 2020)
COVID-19 ini merupakan jenis penyakit menular yang menyerang sistem pernafasan manusia. Menurut WHO (2020) berdasarkan panduan Survelians Global, definisi COVID-19 dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni, kasus terduga atau suspect case, kasus probable atau probable case, dan kasus terkonfirmasi atau pasien yang sudah terbukti positif melalui tes laboratorium.Â
Sementara di Indonesia definisi klasifikasi kasus COVID-19 ini di bedakan menjadi, pasien dalam pengawasan ( PDP ), orang dalam pemantauan (ODP ), orang tanpa gejala ( OTG ). (WHO, 2020)
Menurut pemaparan dari Kemenkes RI, gejala yang umumnya di amati pada pasien dengan kasus terpapar COVID-19 merupakan gejala yang sekiranya memerlukan perawatan intensif, seperti demam dengan suhu tubuh 38C atau lebih tinggi, batuk di sertai dengan sesak nafas yang parah.Â
Akan tetapi gejala yang muncul seringkali ditemukan berbeda pada setiap pasien. Gejala yang timbul pada pasien juga dapat menjadi lebih ringan atau lebih parah jika pasien berusia lebih tua serta menderita penyakit bawaan atau penyakit komplikasi dari penyakit lain.Â
Pasien dengan penyakit bawaan seperti paru, obstruktif kronik, diabetes, kolesterol tinggi, penyakit jantung akan memperparah gejala dari COVID-19. Selain itu orang dengan sistem imun rendah juga sangat rentan terkena penyakit ini. (Kemenkes RI, 2020)
Remaja dalam beberapa istilah lain disebut puberteit, adolescence, dan youth. Dalam Bahasa latin, remaja di kenal dengan kata adolescere dan dalam Bahasa inggris  adolescence yang berarti tumbuh menuju kematangan.Â
Kematangan yang di maksud bukan kematangan fisik saja, namun juga kematangan sosial dan pesikologi. Remaja merupakan masa di mana individu mengalami perubahan -- perubahan dalam aspek kognitif ( pengetahuan ), emosi ( perasaan ), sosial ( interaksi ) dan moral ( akhlak ). Masa remaja di sebut juga sebagai masa peralihan atau masa penghubungan antara masa anak -- anak menuju masa dewasa. (Wirenviona, 2020)
Remaja memiliki peran yang sangat penting untuk keberlasungan masa depan suatu bangsa. Remaja merupakan individu -- individu calon penduduk usia produktif yang pada saatnya kelak akan menjadi pelakupembangunan sehingga harus di siapkan agar menjadi Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang berkualitas.Â
Perubahan kompleks akan terjadi pada periode ini sehingga membutuhkan pengalaman yang baik terutama dari remaja itu sendiri. Proses perkembangan remaja sangat rawan dan penuh resiko sehingga dibutuhkan Kesehatan diri yang baik. (Wirenviona, 2020)
Kesehatan mental adalah suatu kondisi seseorang yang memungkinkan berkembangnya semua aspek perkembangan, baik fisik, intelektual, dan emosional yang optimal serta selaras dengan perkembangan orang lain, sehingga selanjutnya mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. (Fakhriyani, 2019)
Menurut WHO ( The World Health Organization ), kesehatan mental merupakan kondisi kesejahteraan individu yang menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan berubah, dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. (WHO, 2020)
Istilah lain dalam mengungkapkan kesehatan mental adalah mental health, mental hygiene dan psiko-hygiene. Meskipun berbeda, istilah tersebut sama -- sama merujuk pada definisi Kesehatan mental. dan istilah yang sering dipakai saat ini adalah mental health. (Fakhriyani, 2019)
Pengaruh pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental bagi mahasiswa di antaranya mahasiswa di haruskan belajar secara online yang artinya mahasiswa di harapkan memiliki kuota dan jaringan yang bagus untuk mengikuti pembelajaran secara online tentunya mahasiswa sangatlah terganggu dengan adanya kegiatan pembelajaran secara onlin karena tidak hanya menguras kuota bagi mereka, tetapi juga mahasiswa sangat jenuh seharian menatap leptop sepanjang hari, hal ini dialami mahasiswa selama pandemi COVID-19. (Fauziyyah et al., 2021)
Masalah kesehatan mental yang di alami mahasiswa di antaranya adalah setres, karena tuntutan belajar online merka tidak hanya belajar di rumah saja tetapi juga tidak bisa bersosialisasi, menambah pengetahuan atau belajar secara berkelompok di masa pandemi COVID-19, selain itu tidak hanya setres yang di alami mahasiswa tetapi juga merasa depresi karena keseharianya hanya bisa di lakukan di rumah saja. (Fauziyyah et al., 2021)
Daftar Pustaka
Fakhriyani, D. V. (2019). Kesehatan Mental. Duta Media Publishing.
Fauziyyah, R., Awinda, R. C., & Besral, B. (2021). Dampak Pembelajaran Jarak Jauh terhadap Tingkat Stres dan Kecemasan Mahasiswa selama Pandemi COVID-19. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, Dan Informatika Kesehatan, 1(2), 113. https://doi.org/10.51181/bikfokes.v1i2.4656
Kemenkes RI. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease Covid-19 Revisi 5.
WHO. (2020). WHO Director-General's remarks at the media briefing on 2019-nCoV o.
Wirenviona, R. dan A. A. I. D. C. R. (2020). Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Airlangga University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H