b.Di Amerika Serikat, kajian ini terfokus pada sejarah, bahasa, sastra, dan ilmu sosial, dengan banyak studi dilakukan di pusat studi Timur Tengah.
c.Di Inggris, kajian Islam digabungkan di School of Oriental and African Studies (SOAS), yang menawarkan program studi hingga tingkat doktor.
d.Di Belanda, studi Islam setelah Perang Dunia II masih dipengaruhi oleh pandangan negatif bahwa Islam bertentangan dengan Kristen.
e.Di Jerman, kajian Islam dikenal sebagai Seminar Orientalis, yang fokus pada bahasa, budaya, dan agama, dengan tokoh-tokoh penting seperti Theodore Noldeke, Julius Wellhausen, dan Ignaz Goldziher.
f.Di Australia, kajian Islam dipengaruhi oleh mahasiswa Indonesia yang mengamalkan ajaran Islam melalui pengajian dan pertemuan kelompok muslim.
    Menurut Jean Jacques Waardenburg, kajian Islam di Barat terus berkembang sejak akhir abad ke-19, namun ia mencatat adanya tantangan metodologis yang disebabkan oleh faktor ideologi dan politik Barat. Beberapa sarjana Kristen berusaha membuka dialog dengan umat Islam, yang berkontribusi pada kajian yang lebih baik tentang Islam sebagai agama.
2.Kajian Islam di Barat
   Minat akademisi Barat terhadap kajian Islam mulai tumbuh pada abad ke-19, dipelopori oleh para orientalis. Meski demikian, hubungan antara Barat dan Islam sudah dimulai sejak abad ke-13, ketika pemikir Muslim seperti Ibn Sina dan Ibn Rusyd dipelajari di Eropa.
 Kajian Islam di Barat pada masa awal lebih berfokus pada filsafat dan ilmu pengetahuan, sementara di Timur, fokusnya pada penguasaan substansi dan warisan klasik Islam. Seiring waktu, kajian Islam di Barat semakin berkembang, mencakup berbagai bidang seperti Al-Qur'an, hadits, fikih, dan sejarah.
 Para orientalis mengkaji Islam dengan pendekatan kritis dan ilmiah, meneliti berbagai aspek seperti sejarah, hukum, teologi, tasawuf, bahasa, dan budaya. Tokoh-tokoh penting dalam kajian ini antara lain Philip K. Hitti, H.A.R. Gibb, Montgomery Watt, Joseph Schacht, David Power, dan A.J. Arberry.
3.Model Pendekatan Kajian Islam di Barat