Dalam bermuamalah, para ulama menganjurkan dengan adanya penerapan akad. Karena dari akad tersebut dapat memperjelas transaksi yang dilakukan untuk mewujudkan keinginan dan tujuan dari pihak yang akan melakukan sebuah transaksi tersebut. Selain itu, dengan adanya akad dapat menyelesaikan suatu masalah apabila pada saat berjalannya suatu transaksi terdapat kecurangan. Dengan diketahuinya akad apa yang digunakan, jika terjadi suatu konflik atau suatu permasalahan dalam berjalannya suatu transaksi tersebut dapat diselesaikan dengan hukum yang telah berlaku agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan, contohnya perselisihan dengan menggunakan adu kekuatan atau pertengkaran.
Akad yang ada pada fiqh muamalah dapat diketahui memiliki beberapa akad. Akad yang dapat kita ketahui pada fiqh muamalah tersebut, yaitu sebagai berikut :
- Akad Mudharabah (Akad Pembiayaan)
- Akad Musyarakah (Akad Pembiayaan)
- Akad Murabahah (Akad Jual Beli)
- Akad Ijarah (Akad Sewa Menyewa)
- Akad Istishna (Akad Jual Beli dengan Sistem Pre Order atau  Sesuai Request)
- Akad Salam (Akad Jual Beli dengan Pembayaran  atau Pelunasan dilakukan Di Awal)
- Akad Wadi'ah (Akad Penitipan Harta)
- Akad Tawarruq dan Sharf
- Akad Rahn (Akad Menahan Harta peminjam atau gadai)
- Akad Kafalah, Wakalah, Hawalah (Akad Pengalihan Utang Piutang)
- Akad Qard (Akad Utang Piutang tanpa Mengambil Keuntungan)
Setelah mengetahui akad-akad secara singkat pada fiqh muamalah, pihak yang ingin bermuamalah dapat menggunakan akad-akad diatas sesuai dengan muamalah apa yang akan  mereka lakukan. Selain itu, akad juga memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat tersebut adalah sebagai berikut :
Rukun saat melakukan Akad, yaitu :
- Pihak yang melakukan akad atau Aqid.
- Objek atau barang pada transaksi yang dilakukan dan biasa disebut  dengan  Ma'qud Alaihi.
- Ijab dan Qobul pada akad yang digunakan atau biasa dikenal dengan sebutan Shigat.
- Tujuan yang diinginkan oleh kedua belah pihak atau lebih saat melakukan akad.
Syarat saat melakukan Akad, yaitu
- Pihak yang melakukan akad cakap dalam berbagai hal, baik itu dalam bermuamalah maupun cakap dan paham terhadap hukum. Selain itu, pihak yang melakukan akad dalam keadaan baligh, berakal atau tidak dalam keadaan gila.
- Objek atau barang akad yang ditrasansaksikan memenuhi beberapa syarat (diakui syara), yaitu berupa berbentuk harta dan harta tersebut bernilai, dimiliki oleh seseorang.
- Objek atau barang akad dapat ditentukan dan dapat diserahkan saat terjadinya akad.
- Ijab yang dilakukan harus tetap utuh sampai terjadinya kabul
- Pihak yang melakukan akad menyetujui adanya ijab kabul
Setelah terpenuhinya beberapa rukun dan syarat, maka akad pun dapat berjalan sesuai dengan keinginan pihak yang berakad.
Dalam dunia perbankan contoh akad-akad yang telah disebutkan juga biasa diterapkan. Salah satu contohnya adalah akad hawalah. Akad hawalah sendiri makna secara singkatnya adalah akad perpindahan utang kepada pihak ketiga. Untuk mengetahui lebih jelasnya, berikut adalah informasi seputar akad hawalah.
PENGERTIAN AKAD HAWALAH
Definisi akad hawalah secara Bahasa berasal kata dasarnya dalam fi'il madhi : haala - yahuulu - haulan ( .) yang secara umumnya makna dari kata tersebut adalah berpindah atau berubah. Sedangkan jika menurut Wahbah al-Zuhaili (2015) mendefinisikan akad hawalah secara istilah adalah sebagai pengalihan kewajiban membayar utang dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang berhutang kepadanya atas dasar saling mempercayai.
DASAR HUKUM ATAS AKAD HAWALAH
Pada Akad Hawalah diperbolehkan serta disyariatkan dalam hukum Islam. Dasar  hukum diperbolehkannya Akad Hawalah terdapat pada Hadist Riwaya Bukhari dari Abu Hurairah no. 2125, disini dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda :