Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... Lainnya - salambusiti.com

A platforn for me to write things that I didn't write on my blog.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cara Review Produk yang Baik dan Benar dari Sudut Pebisnis

3 Februari 2021   17:38 Diperbarui: 3 Februari 2021   19:36 5364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/cottonbro

Review pada dasarnya adalah salah satu cara meminta pendapat dari pengguna, baik barang maupun jasa. Fase meminta pendapat ini ada beberapa tahap. Lisan, survey, kuesioner hingga ulasan melalui tulisan yang bernama review.

Namun, meminta pendapat secara lisan dalam bentuk tanya-jawab atau wawancara langsung di tempat, kendalanya ada pada keterbatasan waktu dan ada keraguan terhadap jawaban yang diberikan.

Karena kita ini kan sudah dari dulunya sampe sekarang, masih banyak ga enakan. Kalau main tembak langsung ditanya, biasanya senyum-senyum aja, positif-positif saja. Satu, dualah yang mau jujur di tempat.

Memahami kondisi itu, mulailah pemilik usaha meminta pendapat dengan cara mengisi survey dan kuesioner, yang bisa lebih spesifik menggali informasi dan tercatat, juga mulai menyediakan kotak kritik dan saran. Agar mendapatkan pendapat dari pengguna langsung.

Persoalannya, banyak pengguna barang dan jasa tersebut yang malu untuk menulis kritik dan saran karena dilihatin pegawai meski dari jauh, males ditungguin pas jawab survey atau kuosioner. Memakan waktu lama. Sehingga sering ngasal aja jawabnya. Ya kan?

Metode meminta pendapat ini kemudian berkembang seiring kemajuan jaman dan teknologi, melalui ulasan dalam bentuk tulisan, langsung dari penggunanya.

Dengan cara ini, Pembeli merasa lebih aman dan nyaman, karena bisa mengulas bebas barang dan jasa yang mereka pakai. Ga khawatir disamperin, tidak cemas jika identitas ketahuan, ga perlu deg-degan dilihatin dan ditungguin. Sehingga pendapat yang dituliskan diharapkan jujur dan sebenar-benarnya.

Mari kita umpamakan warung nasi.

Dulunya pedagang ini jualan nasi lingkup antar RT-RW. Kemudian ada yang review tanpa diminta, dan review tersebut lalu masuk ke situs-situs kuliner. Orang-orang mulai ramai berdatangan dan skup usaha serta calon pelanggan pun meluas. Keuntungan kian bertambah.

Tak hanya soal menu saja, kalau tisu kurang, sanitasi tak memadai  atau bahkan ga suka motif piring sajian pun, pelaku usaha bisa tahu dari ulasan itu. Tabiat buruk karyawan yang pedagang itu sendiri tidak lihat, juga bisa tahu dari ulasan itu. "Nasinya enak, murah. Sayang, karyawannya galak" misalnya.

Dengan kelola-analisa data ulasan tersebut, Pedagang nasi mulai mengenali kebutuhan, target dan selera pasar. Menentukan menu mana yang jadi favorit, unggulan, wajib ada, atau pilihan. Cita rasa apa yang cocok. Apa yang tidak disukai dan diinginkan pelanggan.

Singkatnya, pelaku usaha mendapatkan insight dalam menjalankan usahanya. Tetapi pelaku usaha pun berhati-hati terhadap review, karena bisa memberi dampak positif sekaligus negatif terhadap usahanya.

Dari review, Pengusaha bisa memajukan dan mengembangkan usahanya. Mengatur harga. Diversifikasi dan spesifikasi produk. Dan lain-sebagainya. Di mata pengusaha, meminta pendapat dalam apapun bentuknya, menjadi langkah wajib yang harus ditempuh, karena banyak benefit yang bisa didapatkan.

Terlebih, review mulai melibatkan video atau multimedia lain dan kian menarik. Banyaknya orang memberi review barang dan jasa secara sukarela tanpa pengusaha minta, menunjukkan tren review masih dicari calon pembeli dan pengguna. Mereka ini butuh kemantapan diri untuk mengeluarkan uangnya dan waktu terhadap barang dan jasa tersebut. Sehingga review pun menjadi salah satu rujukan sebelum mereka memutuskan.

Review yang berisi ulasan negatif saja, akan berdampak buruk pada usaha. Yang sudah beli bisa tidak kembali membeli. Yang belum membeli tambah tidak mau beli. Yang baru mau beli, jadi urung membeli. Kesempatan reviewer untuk dapat bekerjasama dengan pengusaha lain-yang bertebaran tim mata-matanya di internet-bisa tertutup, misalnya karena pemilihan bahasa yang tidak tepat, bukannya memberi ulasan seimbang malah terkesan menjatuhkan.

Kalau isi ulasannya positif saja, pengusaha melihat itu sebagai ulasan yang tak cukup informatif, sebab tak ada masukan sebagai perbaikan yang bisa dikembangkan bagi usahanya. Reviewer dirasa kurang kreatif karena tak bisa memunculkan sesuatu untuk di kritik. Bagi pembaca atau penonton review, ulasan seperti itu bersifat melebih-lebihkan, pura-pura, mengada-ada karena dibayar-walaupun misalnya review itu bukan pelaku usaha yang meminta-bahkan, bisa disangka 'lagi sibuk ngode' pengusaha agar dikirim barang gratis atau di-endorse.

Makanya ulasan dengan tulisan Honest Review, atau bila sosok reviewer itu dikenal jujur, blak-blakan, lebih dicari dan dipercaya daripada yang ada tulisan jelas-jelas Sponsored Content.

Jika pelaku usaha merasa tetap tidak ada yang memberi review sesuai dengan yang mereka ingin dan butuhkan, mereka bisa menghubungi beberapa orang yang sudah di analisa dulu, untuk memberi review produk mereka. Itu juga kenapa sering ada di deskripsi review tulisan maupun video review "barang ini dikirim dari brand A, tetapi pendapatku tetap honest review". Semata, untuk menjaga kepercayaan informasi.

Pemberitaan yang berimbang dan penggunaan bahasa, adalah kunci.

Sebuah review seharusnya memiliki informasi positif dan negatif. Komposisi persen yang berimbang disini, bukan 50:50. Tapi 85 positif, 15 negatif.

Contoh: review popok bayi. Semuanya bagus, kurangnya cuma satu-tapi krusial: popok sekali pakai bukan sampah yang mudah diurai. Jeng jeng! Strateginya, sebut kekurangannya diawal baru hujani dengan hal positif. "meskipun popok sekali pakai kurang bisa diurai tapi aku tetap pakai karena memberi waktu lebih untuk bermain bersama anak, bla bla bla"

Contoh lain: Review skincare. Klaim, bahan, kemasan, efek bagus semua, nyaris ga ada kurangnya, dicari-cari pun ga ada. Reviewer bisa menulis  "yang aku kurang suka sih, stoknya cepet habis, jadi susah mau dapetnya". Nah bisa masuk tuh kemudian rekomendasi toko segala, kode referral, undangan, semua masuk disana. Hahahaha.

Intinya, tak ada barang yang sempurna. Mestilah ada kekurangan. Sebanyak apa kekurangan dan kelebihan itu, di data dulu. Baru pilih mana saja hal positif yang perlu ditulis untuk ditonjolkan guna mengimbangi kekurangan. Dan mana hal negatif yang perlu dimunculkan, supaya tidak menutup atau menghapus segala kelebihannya.

Jadi, bagaimana selera pengusaha terhadap suatu review? Sederhana saja menurut saya; harus menguntungkan.

Demikian, dari saya, yang bukan pengusaha, marketer, pun reviewer. Tapi tulisan tersebut tetap honest opinion saya. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun