7.Mewujudkan kegiatan industri, dagang yang ramah lingkungan serta penerapan standarisasi produk.Â
8.Mendukung dan memfasilitasi terbentuknya produk unggulan khas Kabupaten Kepulauan MerantiÂ
9.Memberikan Kemudahan dalam pengurusan izin usaha bagi para pelaku usaha.Â
 Untuk mewujudkan misi tersebut, maka dalam tatanan program dan kebijakan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Kepulauan Meranti senantiasa mengarahkannya pada peningkatan kemampuan seluruh sumber daya para pelaku usaha. Seperti bantuan modal, bantuan peralatan produksi dan berbagai macam ketrampilan untuk berusaha dan pengetahuan untuk memperluas usaha.
Potensi sagu untuk dikembangkan sebagai bahan pangan pengganti beras sangat besar. Sagu mampu memberikan pati kering sepanjang tahun mencapai 25ton per hektare, melebihi kemapuan produksi pati dari beras sebesar 6ton atau jagung yang hanya 5,5 ton per hektare. Tepung sagu basah mampu dihasilkan oleh setiap batang sagu hingga 200 kg per tahun. Tepung sagu juga memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, yaitu 84,7 gram per 100gram bahan. Kandungan karbohidrat pati sagu setara dengan karbohidrat tepung beras, singkong, kentang, atau jika dibandingkan dengan jagung dan terigu maka kandungan karbohidrat sagu masih lebih tinggi. Energi yang dikandung tepung sagu dalam setiap 100 g tepung sagu adalah 353 kkal, setara dengan bahan pangan lain, seperti: beras, jagung, singkong, dan kentang. Selain itu, sagu menghasilkan pati tidak tercerna yang sangat baik untuk pencernaan (Nggobe, 2005).
Lantas, bagaimanakah proses pengolahan sagu ? Proses pengolahan sagu dilakukan oleh masyarakat secara perorangan maupun berkelompok pada lokasi-lokasi tertentu. Hingga saat ini pengolahan sagu masih dilakukan secara tradisional dan masih terbatas pada pengambilan tepung sagu untuk kebutuhan bahan makanan. Penggunaan sagu secara tradisional untuk bahan makanan secara umum dikelompokkan ke dalam enam cara, yaitu: 1) berbentuk adonan lengket seperti nasi, antara lain: papeda (Papua), kapurung (Sulawesi Selatan), dan sinonggi (Sulawesi Tenggara). 2) Sagu panggang seperti lempeng sagu (dange, sagu rangi),3) mie sagu, 4) aneka makanan ringan (bagea, ongol-ongol, cendol), (5) mutiara sagu, dan (6) pati sagu kering atau tepung sagu kering (Haryanto & Pangloli, 1992). Proses pengolahan sagu dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: metode tradisional dan modern. Metode tradisional dibagi menjadi dua skala, yaitu: skala domestik dan pengolahan skala kecil. Skala domestik dilakukan oleh secara perorangan, dimana pohon sagu ditebang dan diproses langsung di kebun sehingga batang-batang sagu yang telah dipotong tidak perlu diangkat atau dipindahkan jauh dari lokasi pohon. Pengolahan sagu skala kecil atau skala pabrik, proses pengolahan sagu dilakukan secara berkelompok dan telah menggunakan beberapa alat mekanis. Pada skala pabrik, batang-batang pohon sagu dipotong dengan ukuran yang lebih pendek, 1-1,2 m kemudian diangkut ke pabrik melalui sungai atau menggunakan kendaraan (Flach, 1997; Ruddle et al., 1978). ). Pabrik pengolahan sagu skala kecil ini memproduksi lamentak (tepung sagu olahan basah) yaitu tepung sagu yang prosesnya dilakukan dengan mengeringkan dibawah sinar matahari. Sebagian besar daerah di Indonesia yang memiliki perkebunan sagu masih menggunakan proses pengolahan dengan cara tradisional (Zulpilip et al., 1991).Â
Proses pengolahan sagu dengan cara modern dilakukan dengan modifikasi proses ekstraksi pada pabrik skala kecil. Proses ekstraksi berlangsung lebih cepat karena seluruh proses pengolahannya menggunakan sistem mekanis (Karim et al., 2008). Proses pengolahan sagu cara modern ini digunakan oleh pabrik-pabrik skala besar dengan jumlah produksi pati sagu mencapai 25 ton/ha/tahun. Pati yang dihasilkan merupakan pati kering yang mengalami proses pengeringan dengan mesin. Pabrik sagu skala besar digunakan di Sarawak, Malaysia (Singhal et al., 2008).Â
Peran Sagu Sebagai Kekayaan Alam Dan Kearifan Lokal Menjadi Sumber Pangan Yang Menciptakan Kekayaan Kuliner Nusantara adalah contoh sempurna bagaimana kekayaan alam dan kearifan lokal menjadi sumber pangan yang menciptakan kekayaan kuliner Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H