Menikah untuk mencapai keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah adalah tujuan ideal dalam pernikahan sepanjang masa. Pernikahan itu sendiri merupakan sebuah akad yang sah antara seorang pria dan wanita sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku. Dalam pengertian istilah, pernikahan adalah ikatan yang diadakan untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi keduanya sebagai pasangan suami-istri.
Firman Allah SWT dalam Surah Ar-Rum ayat 21 menyatakan tentang makna pernikahan: "Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
Di era modern, pernikahan muda kini menjadi topik yang diperdebatkan, karena adanya pandangan yang menilai bahwa pernikahan di usia muda dapat menimbulkan berbagai masalah serius. Faktor-faktor seperti kesiapan mental, emosional, dan finansial yang belum matang, serta potensi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi kekhawatiran utama.
Di kalangan sebagian umat Muslim, pernikahan muda terkadang merujuk pada hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah: "Nabi SAW menikahinya ketika berumur enam tahun dan mulai hidup bersama ketika usianya sembilan tahun." (HR. al-Bukhari).
Namun, saat ini, "Nikah Muda" menjadi sebuah tren yang cukup mengkhawatirkan, terutama dengan pengaruh media sosial dan pergaulan teman sebaya yang mendorong para remaja untuk menikah sebelum siap. Hal ini sering mengancam kelanjutan pendidikan mereka, meninggalkan bangku sekolah, serta kurangnya kesiapan mental dan ekonomi untuk berumah tangga, yang berpotensi berujung pada KDRT.
Adapun hadits yang menganjurkan pernikahan muda berbunyi: "Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya." (HR. Bukhari dan Muslim). Namun, hal ini dengan catatan bahwa seseorang harus mampu menafkahi keluarganya. Hukum pernikahan muda bisa bervariasi, seperti yang sifatnya sunnah, tetapi dapat menjadi makruh jika pasangan tersebut tidak mampu menafkahi keluarga dengan baik. Sebaliknya, pernikahan bisa menjadi wajib jika kedua pihak khawatir melakukan zina.
Isu kontemporer mengenai "Nikah Muda" menunjukkan adanya perbedaan pandangan. Beberapa orang masih berpegang pada pemahaman tradisional, sementara yang lain melihat pernikahan muda sebagai hal yang lebih fleksibel karena kemajuan ilmu pengetahuan, perubahan zaman, dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap hadits.
Para ulama kontemporer menekankan pentingnya kematangan usia, kesiapan fisik, mental, dan emosional calon pengantin. Kesiapan finansial dan kemaslahatan bagi kedua pihak dan masyarakat juga menjadi pertimbangan. Selain itu, hak-hak anak, seperti hak atas pendidikan dan perlindungan, dapat terabaikan jika pernikahan dilakukan terlalu dini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI