Punya keluarga besar itu seru, ramai. Saya salah satunya, berenam kakak beradik. Bila diskusi kita punya isi kepala enam. Yang kadang satu ke utara, barat, tenggara dan selatan.Tidak selalu seiya sekata. Tapi entah apa yang ditanamkan kedua orang tua? Kami begitu saling mencintai. Walaupun kadang tak sepaham, kami bisa menangis bersama, saling berpelukan setelah ribut besar-besaran.Â
Saya sendiri merasa sangat sakit hati, kalau keponakan saya belum juga membayar uang pangkal sekolah, adik saya sakit parah, atau apapun derita yang ditanggung orang sedarah itu. Rasanya pingin buru-buru didekatnya minimal bilang "Are you,ok?". Sayapun pernah terpuruk. Tangan kakak dan adiklah yang menopang saya.
Orang bilang yang paling sensitif merenggangkan persaudaraan adalah perihal "harta". Orang tua kami sudah membaginya sebelum berpulang . Kami ridho menerima titah orang tua, sekaligus bersyukur.
Lucunya, ada beberapa asset berupa rumah, sawah, kebun dan usaha yang masih atas nama orang tua. Kalau banyak orang saling bertikai karena warisan, maka kami belum berminat untuk memecahnya.Â
Bahu membahu membangunnya untuk kesejahteraan bersama. Saya merinding, hidup kami kadang tak seideal fikiran orang, ada banyak pergesekan. Tapi sungguh orang tua kami mengajarkan bagaimana kita memupuk solidaritas skala kecil sebagai keluarga untuk saling berbesar hati membantu yang lemah.
Seorang teman menertawakan saya, ketika mengetahui beberapa asset yang punya saya juga punya kakak dan adik. Apa perlunya menjelaskan?saya hanya tersenyum. Inilah yang menyatukan kami. "Punyaku, punyamu juga" sebuah keterikatan hati yang menyatukan, menjadikan kami kokoh saling berpegangan erat. Saling menyatukan bukan hanya karena kepemilikan. Tau dimana tempat nyaman untuk berpulang  ketika kau berdarah-darah yaitu keluarga.  Bukan perkara seberapa besar atau seberapa kecil, ini hanya hitungan nominal.Â
Tapi seberapa kau mau berkorban untuk orang sedarah, yang patut kau perjuangkan? . Orang yang mungkin bersusah hati atas duka nestapamu, atau tertawa bahagia bersamamu, orang yang nanti paling ikhlas memandikan jenazahmu, dan yang nanti paling tulus mengangkat kerandamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H