Sastra sebagai bagian dari bidang humaniora merupakan salah satu jurusan yang sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Padahal, berkuliah sastra baik itu sastra Indonesia, sastra daerah, maupun sastra asing memiliki nilai pengetahuan yang lebih dari sekadar belajar berkomunikasi lisan atau tulisan dengan bahasa terkait. Sebagaimana ranah humaniora lainnya, studi sastra juga senantiasa bersinggungan dengan masyarakat selaku pengguna bahasa.Â
Faktanya, kegiatan pembelajaran di ranah sastra, seperti di Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (--selanjutnya Prodi Indonesia FIB UI), bukan hanya belajar soal penciptaan sastra. Lebih luas lagi, jurusan ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan penelaahan lebih lanjut terhadap berbagai gejala kebahasaan dan kebudayaan di Indonesia. Pembelajaran demikian dapat ditemukan salah satunya pada subkajian dialektologi dalam mata kuliah Bahasa dan Masyarakat.Â
Berkenalan dengan Kajian Dialektologi
Dialektologi merupakan salah satu bidang dari kajian linguistik interdisipliner yang bersifat empiris. Dengan kata lain, ilmu ini menganalisis data dari fakta bahasa yang didapatkan melalui pengamatan lapangan sehingga kebenarannya dapat diverifikasi. Menariknya, sebagai suatu cabang ilmu, dialektologi mengolaborasikan kajian linguistik dengan geografi, sosiologi, antropologi, sejarah, hingga filologi--untuk menerjemahkan kata tertentu dari naskah lama.Â
Menurut pengertian Francis (1989), dialektologi dapat diartikan sebagai studi mengenai variasi bahasa (dialek) yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang lebih kecil daripada total masyarakat yang menggunakan suatu bahasa tertentu.Â
Adapun Prof. Dr. Multamia RMT Lauder, S.S., Mse., DEA, sebagai guru besar linguistik di Universitas Indonesia, secara lebih spesifik mendefinisikan dialektologi sebagai sebuah teknik untuk membuat peta bahasa yang dapat memvisualkan distribusi variasi bahasa secara spasial atau geografis.Â
Dalam sesi wawancara secara personal pada Jumat (15/12), Multamia yang akrab disapa Prof. Mia juga menjelaskan konsep dialektologi ke dalam suatu contoh kasus. "Kita tahu di pulau Jawa ada bahasa Jawa, bahasa Sunda, juga bahasa Betawi, kan. Paling tidak tiga itu, deh. Terus pertanyaannya, di mana wiayah bahasa Jawa dan Sunda itu?"Â
Ia melanjutkan bahwa, secara sederhana, kita hanya mengelompokkan lokasi penutur bahasa Sunda di Jawa Barat, bahasa Jawa di Jawa Tengah atau Timur, dan bahasa Betawi di Jakarta. Akan tetapi, untuk mengetahui di mana batas penggunaan antara ketiga bahasa tersebut, kita hanya dapat menjawabnya dengan membuat peta bahasa.Â
Dengan peta bahasa, peneliti dapat melihat bahwa batas antara bahasa Sunda dengan bahasa Jawa teridentifikasi melewati desa, danau, pulau, ataupun melintasi sungai tertentu .Â
Dosen yang turut mengajar kajian dialektologi di Prodi Indonesia FIB UI ini menuturkan bahwa, "Pada umumnya, batas bahasa itu tidak pernah sejajar dengan batas administratif,"Â