Mohon tunggu...
Siti Arniansyah Kusnul
Siti Arniansyah Kusnul Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswi (19170005)

Lakukan hari ini. Jika bisa hari ini, kenapa tidak?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kelompok Nasionalis Muslim Versus Kelompok Nasionalis Sekuler

9 April 2020   22:17 Diperbarui: 9 April 2020   22:12 2313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Salam :)

Haii para pembaca setia kompasiana, kali ini saya akan memberikan sedikit wejangan, bukan wejangan, tapi sejarah hubungan antara negara dan agama yakni sebuah pengalaman Islam di Indonesia. Nah, kepo kan hubungan antara kelompok nasionalis muslim denga. Nasionalis sekuler bagaimana? Simak artikel berikut ini yaaa:)

Sudah kita ketahui bahwa penduduk muslim terbesar di dunia yakni di Indonesia. Namun, Indonesia bukanlah Negara Islam. Perdebatan politik hubungan pola antara Islam dengan Negara telah muncul perdebatan publik sebelum Indonesia merdeka. Perdebatan antara kaum nasionalis muslim dan nasionalis sekuler pada tahun 1920-an merupakan babak awal pergumulan Islam dan Negara pada kurun-kurun selanjutnya. 

Surat kabar pergerakan nasional pada saat itu dihiasi oleh tulisan-tulisan tentang Islam dan watak nasionalisme Indonesia yang menanggapi paham sekuler yang dilontarkan oleh tokoh nasionalis sekuler. Perdebatan Islam dan nasionalisme dan konsep Negara sekuler diwakili oleh masing-masing tokoh nasionalis Muslim Mohammad Natsir dan Soekarno dari kelompok nasionalis sekuler.

Perdebatan tersebut mencapai puncak klimaksnya pada persidangan formal dalam siding-sidang majelis Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bentukan pemerintah Jepang tahun 1945. Usulan dari kelompok nasionalis muslim yakni H. Agus Salim, K.H. Mas Mansur, dan K.H. Wachid Hasyim dengan mengusulkan konsep Negara Islam dengan menjadikan Islam sebagai dasar Negara bagi Indonesia merdeka yang bersandar pada alasan sosiologis bangsa Indonesia yang mayoritas memeluk Islam sebagai agama dan keyakinannya.

Islam sebagai agama ciptaan Allah yang bersifat universal dan lengkap harus dijadikan dasar tata kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia. Namun, usulan tersebut ditentang oleh kalangan nasionalis sekuler yang berbanding terbalik dengan usulan nasionalis muslim yakni konsep Negara sekuler (non agama). Menurut para nasionalis sekuler, kemajemukan Indonesia (baik agama, suku, dan bahasa) serta perasaan senasib melawan penjajah menjadi dasar alasan mereka menolak usulan kaum nasionalis muslim. Perdebatan ini akhirnya seorang tokoh nasionalis sekuler Soekarno merujuk pada pengalaman Turki Modern di bawah Kemal Attaturk dengan konsep Negara sekulernya. Ditambah Soekarno menyuarakan konsepnya tentang lima dasar Negara Indonesia, yang kita kenal dengan Pancasila.

Tentu saja paham kebangsaan pancasila tidak mudah diterima oleh kelompok nasionalis muslim karena alasan mereka tersebut. Akhir dari perdebatan konstitusional BPUPKI menyebabkan kekhawatiran bagi kelompok nasionalis dari kawasan Indonesia Timur. Kekhawatiran mereka berupa keinginan mereka mendirikan Negara sendiri dengan memisahkan diri dari konsep NKRI. 

Namun, dibalik sengitnya perdebatan tersebut terjadilah kesepakatan dan kompromi politik antara kelompok nasionalis sekuler dengan kelompok nasionalis muslim. Akhirnya kelompok nasionalis muslim bersedia untuk tidak memaksakan kehendak merekan menjadikan Islam sebagai dasar Negara Indonesia dengan catatan Negara menjamin dijalankan syariat Islam bagi pemeluk Islam di Indonesia. hasil kompromi antara kelompok nasionalis sekuler dengan nasionalis muslim disebut The Gentlement Agreement yang tertuang dalam piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

Setelah Indonesia merdeka, hubungan antara Islam dan Negara dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno kembali mengalami permasalahan. permasalahannya yakni tafsir klausul Sila Pertama Pancasila, "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya." Perdebatan yang a lot tersebut berakhir pada kesepahaman di kalangan tokoh nasionalis bahwa NKRI adalah bukan Negara agama (Islam) dan juga bukan nengara sekuler.

Berikut merupakan catatan singkat pergumulan Islam dan neagara di Indonesia:
Pada kurun waktu antara 1950-1959, ketika Indonesia menjalankan prinsip Demokrasi Parlementer, ketegangan Islam dan Negara kembali terulang dalam bentuk perseteruan antara kelompok partai politik Islam (Partai Masyumi dan Partai NU), dengan partai politik sekuler (Partai Komunis Indonesia, Partai Nasionalis Indonesia, dan sebagainya). Perseteruan ideology Islam dengan ideology sekuler kembali terjadi dalam persidangan Konstituante hasil pemilu demokrasi yang pertama pada tahun 1955.

Pemilu pada tahun 1955 yang dinilai para ahli sebagai pemilu yang demokratis dalam sejarah politik nasional Indonesia ternyata tak menjamin terselenggarakannya proses pembuatan konstitusi dengan baik. Walaupun Majelis Konstituante hamper rampung menyelesaikan tugas-tugas konstitusionalnya, ketidakstabilan politik dan ancaman disintegrasi dianggap oleh Presiden Soekarno sebagai dampak langsung dari Demokrasi Parlementer yang diadopsi dari Barat. 

Menurut Soekarno, demokrasi ini tidak sesuai dengan iklim politik Indonesia. sehingga perseteruan-perseteruan partai-partai politik harus diakhiri dengan memberlakukannya kembali UUD 1945 dibawah system Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy) melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun, sejak saat itu Presiden Soekarno memiliki kekuasaan yang tak terbatas, bahkan dinobatkan sebagai presiden seumur hidup.

Hubungan Islam dan Negara tecermin pada kepemimpinannya Presiden Soekarno yang menjalankan fusi politik ciptaannya, yakni Nasakom (nasionalis, agama, komunis). Nasakom terdiri atas tiga komponen dominan dari hasil pemilu 1955: PNI, Islam (diwakili NU), dan PKI. Keberadaan PKI sangat penting bagi pemerintahan Soekarno karena perolehan suaranya yang sangat signifan dalam pemilu. 

Model kepemimpinan "Tiga Kaki" Presiden Soekarno ini menimbulkan kecemburuan politik di kalangan kelompok militer dibawah Jenderal A.H. Nasution. Perseteruan antara TNI dengan PKI berdampak pada persekutuan politik antara kelompok Islam dan militer untuk menghadapi PKI yang tengah dekat dengan Presiden Soekarno. Seperti perseturuan ideologi sebelumnya, ideologi sosialis komunis yang menjadi alasan utama kelompok Islam untuk berkoalisi dengan TNI melawan paham komunis.

Sistem Demokrasi Terpimpin pada masa Soekarno berakhir dengan peristiwa politik yang tragis yakni Gerakan 30 September 1965 (G30SPKI) yang merupakan gerakan makar yang merupakan buah dari perseteruan ideologis panjang antara PKI dengan TNI khususnya AD. Peristiwa ini sekaligus merupakan awal kejatuhan politik Presiden Soekarno dan awal naiknya kiprah politik Presiden Soeharto. Melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), Panglima Kostrad (Komando Strategis AD) Letnan Jenderal Soeharto kala itu memimpin pemulihan keamanan nasional dengan melakukan penumpasan tehadap semua unsur komunis di Indonesia.

Dengan slogan kembali ke Pancasila secara murni dan konsekuen, Presiden Soeharto memulai kiprah kepemimpinan nasionalnya dengan sebutan Orde Baru, sebagai pengganti Orde Lama yang dianggap telah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun