Pada petang hari di bawah langit cakrawala, di atas bebatuan, aku menceritakan pada buku lusuhku cerita sambat dan lambat. Ditemani oleh deru ombak dan bisingnya percakapan orang-orang. Kerudungku bergoyang pelan-pelan ditiup oleh sepoi-sepoi angin yang muncul dari arah barat. Mata ku terpanah melihat dua orang sahabat yang sedang berbincang ria, “ oh aku rindu dengan teman ku yang dulu”, gumam ku.
Ini aku, dengan kerinduan pada teman lamaku yang sudah setahun tidak berjumpa tapi masih tetap bertegur sapa dalam telepon genggam milikku, kumulai mengingat masa indah itu.
Tujuh tahun lalu aku bertemu dengan mereka, dari saat kita tak mengenal satu sama lain hingga akhirnya terjalin persaudaraan. Berbagai waktu telah kami jalani bersama dalam keadaan suka maupun duka, senang maupun sedih sampai pernah saling memusuhi. Tapi itu menurutku wajar tidak ada pertemanan yang tidak ada pecekcokkan. Itupun hanya sementara mungkin karena kami sudah saling menganggap sebagai saudara. Jadi apapun masalahnya kami pasti akan tetap selalu bersama. Hingga tiba waktunya kami lulus SMA dan harus melanjutkan masa depan kami yang tidak sekota lagi kami harus pergi merantau dikota-kota yang berbeda dan mengharuskan tidak bisa bersama lagi, kami hanya berkomunikasi secara online ataupun kempul lagi saat liburan tiba.
Memang statement yang menyatakan “ setiap orang punya masanya, setiap masa ada orangnya” itu benar kami pasti bertemu dengan orang-orang baru dan menjadi teman, tapi aku harap aku dan sahabat-sahabatku tidak saling melupakan. Semoga kami dapat berkumpul lagi dalam versi terbaik diri kita masing-masing dan tetap terus berteman selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H