Perkembangan teknologi dan globalisasi yang berkembang pesat membuat pendidikan saat ini menjadi kebutuhan primer untuk setiap insan. Â Pada zaman kolonial Belanda, pendidikan menjadi alat yang penting untuk digunakan untuk kebudayaan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, hingga sampai saat ini pendidikan masih memegang peranan penting sebagai alat untuk dapat bertahan hidup dan mempertahankan kemerdekaan untuk diri sendiri. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Mustofa, 2015) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan, pendidikan menurut Hidayat adalah upaya sadar untuk mengembangakan potensi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia dengan tujuan menjadi sebagai insan kamil, manusia utuh atau kaffah. Dengan demikian, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar dalam bertingkah laku sesuai dengan norma yang dijadikan sebagai landasan kehidupannya.
Saat ini, Indonesia telah mengusung program wajib belajar selama 12 tahun sehingga dalam hal ini semua anak Indonesia dengan usia 7 - 18 tahun wajib memperoleh pendidikan yang layak dan pemerintah wajib membiayainya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika Kota Semarang menyatakan bahwa jumlah peserta didik di Indonesia pada tahun ajaran 2024/2025 sebanyak 52.913.427 orang. Melalui data tersebut maka salah satu yang menjadi faktor penting untuk dapat meningkat mutu pendidikan di Indonesia berdasarkan Peraturan  Pemerintah  Nomor  74  Tahun  2008  Pasal  17 tentang  Guru  menyebutkan  bahwa  pada  jenjang  pendidikan  SD,  SMP,  dan  SMA, idealnya  rasio antara guru dengan peserta didik adalah satu banding dua puluh artinya satu guru hanya fokus bertanggung jawab kepada dua puluh peserta didik. Sementara  pada jenjang SMK idealnya rasio guru dan peserta didik adalah 1 : 15. Namun yang terjadi di lapangan adalah satu guru bertanggung jawab terhadap satu kelas  yang terdiri dari 40 - 45 peserta didik yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda dan karakteristik yang berbeda-beda pula. Hal itulah  menimbulkan keberagaman peserta didik dalam suatu kelas dan menjadi sebuah tantangan bagi para guru untuk dapat melakukan proses pembelajaran yang sesuai dengan keberagaman peserta didik.
Peran guru sebagai pemegang kendali dalam proses pembelajaran cukup besar. Menurut Estari (2020) guru sebagai fasilitator  perlu memahami seluruh karakteristik peserta didik sehingga dapat dengan mudah mengelola pembelajaran, termasuk pemilihan strategi pembelajaran. Sehingga, peran guru dalam melaksanakan peninjauan keragaman setiap peserta didik memiliki keterkaitan yang kuat dengan kurikulum yang saat ini digunakan yaitu kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka merupakan rancangan baru pemerintah yang dibuat untuk meningkatkan mutu pendidikan agar peserta didik lebih unggul dan mampu menghadapi tantangan di masa depan dengan memberikan kebebasan belajar mandiri dan kreatif, sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadian peserta didik. Dalam penerapan kurikulum merdeka harus memperhatikan kondisi, kebutuhan, dan karakteristik peserta didik hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 yang menyatakan bahawa dalam proses pelaksanaan kurikulum merdeka harus berorientasi  kepada peserta didik, sehingga pembelajaran tidak hanya bertaut pada pengetahuan melainkan perlu memperhatikan komponen ranah sikap dan psikomotoriknya dengan menyesuaikan keragaman peserta didik yang dihubungkan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Keragaman peserta didik yang terjadi di kelas menurut Susilowati (Muliastrini, 2023) adalah minat, kesiapan, kemampuan, kebutuhan belajar, hingga bakat peserta didik. Dalam hal ini, implementasi kurikulum merdeka menekankan proses pembelajaran dengan memperhatikan keragaman peserta didik dapat diterapkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi menurut Tomlinson (dalam Kristiani, 2021) adalah proses belajar mengajar dimana peserta didik dapat memahami materi pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya masing-masing. Sedangkan menurut Turgut (dalam Muliastrini, 2023) pembelajaran berdiferensiasi adalah  pembelajaran dengan ciri khas yaitu mempertimbangkan perbedaan yang dimiliki oleh individu peserta didik sehingga dapat diketahui  titik potensi dan kelemahan peserta didik dalam proses belajar. Dengan demikian, pembelajaran berdiferensiasi adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan akomodasi kepada peserta didik dalam proses belajar sesuai dengan keberagaman yang terjadi di suatu kelas baik dari kesiapan belajar peserta didik, potensi yang dimilikinya, serta minat atau kesukaannya.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi terdiri dari empat aspek yang dapat dijadikan untuk guru sebagai acuan dalam merancang pembelajaran yaitu aspek pertama konten berisikan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik. Isi konten harus berhubungan dengan bahan ajar dan kurikulum yang digunakan di sekolah serta disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Aspek kedua proses yaitu kegiatan pembelajaran yang menghasilkan pembelajaran bermakna yang akan dilakukan oleh peserta didik seperti melalui observasi, diskusi, proyek, serta bermain peran.  Aspek ketiga produk yaitu sebagai salah satu  asesmen atau penilaian yang  dilakukan di akhir pembelajaran untuk dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran berupa video presentasi, rekaman suara, portofolio, ataupun kreatifitas lainnya sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Aspek yang terakhir adalah aspek lingkungan belajar yaitu memberikan variasi atau suasana berbeda tempat belajar sehingga peserta didik tidak hanya belajar di ruang kelas saja melainkan dapat belajar di laboratorium, di lapangan, ataupun di perpustakaan atau bahkan dengan mengajak peserta didik melakukan kunjungan lapangan, misalnya museum.
Pada pelaksanaan kurikulum merdeka di Indonesia, selain peserta didik yang diberikan kebebasan belajar, guru pun diberi kebebasan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran yang akan dilakukan. Dengan demikian guru dapat merancang pembelajarannya sesuai dengan kesiapan dan kebutuhan belajar peserta didik dengan menerapkan satu atau lebih aspek pembelajaran berdiferensiasi yang disesuaikan oleh tujuan pembelajaran yang ingin dicapai serta asesmen yang ingin digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran tersebut. Hal tersebut dapat menjadi solusi dalam pemenuhan target kurikulum yaitu pembelajaran yang tidak hanya fokus kepada pengetahuan saja melainkan perlu memperhatikan komponen ranah sikap dan psikomotorik peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dina Reski Yani, upaya memenuhi target kurikulum dapat melalui implementasi pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan keragaman kesiapan, minat, dan gaya belajar peserta didik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap peserta didik memiliki keunikannya masing-masing dengan beragam karakteristik yang mereka miliki. Dalam proses pembelajaran karakteristik tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa aspek yaitu kesiapan belajar, minat peserta didik, dan gaya belajar peserta didik. Untuk mengatasi keberagaman tersebut diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pembelajaran berdiferensiasi sehingga dapat memfasilitasi proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan semangat belajar dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal peserta didik. Hal ini dikarenakan dalam penerapan kurikulum merdeka, guru diberikan kebebasan dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Sehingga diharapkan peningkatan hasil belajar peserta didik dapat memenuhi target kurikulum yang telah ditetapkan yaitu pada ranah pengetahuan, psikomotorik, dan sikap.
Perkembangan teknologi dan globalisasi yang berkembang pesat membuat pendidikan saat ini menjadi kebutuhan primer untuk setiap insan. Â Pada zaman kolonial Belanda, pendidikan menjadi alat yang penting untuk digunakan untuk kebudayaan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, hingga sampai saat ini pendidikan masih memegang peranan penting sebagai alat untuk dapat bertahan hidup dan mempertahankan kemerdekaan untuk diri sendiri. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Mustofa, 2015) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan, pendidikan menurut Hidayat adalah upaya sadar untuk mengembangakan potensi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia dengan tujuan menjadi sebagai insan kamil, manusia utuh atau kaffah. Dengan demikian, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar dalam bertingkah laku sesuai dengan norma yang dijadikan sebagai landasan kehidupannya.
Saat ini, Indonesia telah mengusung program wajib belajar selama 12 tahun sehingga dalam hal ini semua anak Indonesia dengan usia 7 - 18 tahun wajib memperoleh pendidikan yang layak dan pemerintah wajib membiayainya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika Kota Semarang menyatakan bahwa jumlah peserta didik di Indonesia pada tahun ajaran 2024/2025 sebanyak 52.913.427 orang. Melalui data tersebut maka salah satu yang menjadi faktor penting untuk dapat meningkat mutu pendidikan di Indonesia berdasarkan Peraturan  Pemerintah  Nomor  74  Tahun  2008  Pasal  17 tentang  Guru  menyebutkan  bahwa  pada  jenjang  pendidikan  SD,  SMP,  dan  SMA, idealnya  rasio antara guru dengan peserta didik adalah satu banding dua puluh artinya satu guru hanya fokus bertanggung jawab kepada dua puluh peserta didik. Sementara  pada jenjang SMK idealnya rasio guru dan peserta didik adalah 1 : 15. Namun yang terjadi di lapangan adalah satu guru bertanggung jawab terhadap satu kelas  yang terdiri dari 40 - 45 peserta didik yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda dan karakteristik yang berbeda-beda pula. Hal itulah  menimbulkan keberagaman peserta didik dalam suatu kelas dan menjadi sebuah tantangan bagi para guru untuk dapat melakukan proses pembelajaran yang sesuai dengan keberagaman peserta didik.
Peran guru sebagai pemegang kendali dalam proses pembelajaran cukup besar. Menurut Estari (2020) guru sebagai fasilitator  perlu memahami seluruh karakteristik peserta didik sehingga dapat dengan mudah mengelola pembelajaran, termasuk pemilihan strategi pembelajaran. Sehingga, peran guru dalam melaksanakan peninjauan keragaman setiap peserta didik memiliki keterkaitan yang kuat dengan kurikulum yang saat ini digunakan yaitu kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka merupakan rancangan baru pemerintah yang dibuat untuk meningkatkan mutu pendidikan agar peserta didik lebih unggul dan mampu menghadapi tantangan di masa depan dengan memberikan kebebasan belajar mandiri dan kreatif, sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadian peserta didik. Dalam penerapan kurikulum merdeka harus memperhatikan kondisi, kebutuhan, dan karakteristik peserta didik hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 yang menyatakan bahawa dalam proses pelaksanaan kurikulum merdeka harus berorientasi  kepada peserta didik, sehingga pembelajaran tidak hanya bertaut pada pengetahuan melainkan perlu memperhatikan komponen ranah sikap dan psikomotoriknya dengan menyesuaikan keragaman peserta didik yang dihubungkan dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Keragaman peserta didik yang terjadi di kelas menurut Susilowati (Muliastrini, 2023) adalah minat, kesiapan, kemampuan, kebutuhan belajar, hingga bakat peserta didik. Dalam hal ini, implementasi kurikulum merdeka menekankan proses pembelajaran dengan memperhatikan keragaman peserta didik dapat diterapkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi menurut Tomlinson (dalam Kristiani, 2021) adalah proses belajar mengajar dimana peserta didik dapat memahami materi pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya masing-masing. Sedangkan menurut Turgut (dalam Muliastrini, 2023) pembelajaran berdiferensiasi adalah  pembelajaran dengan ciri khas yaitu mempertimbangkan perbedaan yang dimiliki oleh individu peserta didik sehingga dapat diketahui  titik potensi dan kelemahan peserta didik dalam proses belajar. Dengan demikian, pembelajaran berdiferensiasi adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan akomodasi kepada peserta didik dalam proses belajar sesuai dengan keberagaman yang terjadi di suatu kelas baik dari kesiapan belajar peserta didik, potensi yang dimilikinya, serta minat atau kesukaannya.