Selanjutnya kondisi eksisting Candi Abang adalah bukit dengan tinggi 6 meter dan memiliki diameter 40 meter. Candi Abang merupakan salah satu candi yang dapat dikatakan istimewa, mengingat candi ini terbuat dari batu bata, tidak seperti candi-candi lainnya yang terbuat dari batu andesit. Namun saat ini bangunan itu hanya tinggal gundukan tanah yang sudah ditumbuhi rumput dengan cekungan di bagian puncaknya. Walaupun begitu masih ada beberapa sisi yang menampakkan susunan candi dengan batu bata berwarna merah. Kemudian di selatan candi juga terdapat batu andesit berbentuk padma persegi delapan yang diperkirakan merupakan sebuah lapik arca.
Berikutnya dijelaskan bahwa data mengenai situs Candi Abang ini tidak banyak diketahui. Terdapat catatan tertua mengenai Candi Abang yang tertulis dalam laporan ROD (Raport Oudheidkundige Dients) di tahun 1915. Dalam laporan ROD tersebut dijelaskan bahwa di Candi Abang pernah ditemukan sebuah Lingga dan Archa Budha. Lingga adalah lambang Dewa Siwa, yakni dewa tertinggi dalam agama Budha. Selain itu, di situs Candi Abang ini juga pernah ditemukan sebuah prasasti pendek pada tahun 1932. Menurut anggota salah satu organisasi profesi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dan Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia, Dr. Rita Margaretha, dalam prasasti yang ditemukan tersebut berisi tentang pertanggalan dengan angka tahun 794 Saka atau 872 Masehi. Namun pertanggalan tersebut belum dapat dipakai sebagai pertanggalan tahun pendirian Candi Abang.
Setelah itu dalam data arkeologis lain diperoleh pula hasil testpit atau ekskavasi yang menjelaskan ditemukannya sisa-sisa struktur bangunan candi yang dibuat dari bahan batu bata. Kemudian terungkap juga bahwa Candi Abang terdiri dari satu bangunan dengan halaman yang diperkirakan memiliki ukuran panjang 65 meter dan lebar 64 meter. Namun untuk hasil penelitian ini belum dapat mengungkap banyak mengenai Candi Abang ini, sehingga dalam perkembangannya masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut.
 "Tidak banyak yang berubah, beberapa kali kesini Candi Abang ini tetap sama.Semakin tidak terlihat dan semakin tertutup oleh rumput yang bertumbuh dengan subur" ujar Vega, salah satu mahasisiwi Teknik Lingkungan di salah satu uiniversitas di Yogyakarta.
Menurutnya Candi Abang ini keberadaannya sudah cukup lama yaitu sekitar tahun 2012, namun sampai hari ini tidak terdapat perubahan apapun. Meskipun dikunjungi oleh banyak kaum muda namun rupanya tidak membuat objek wisata ini lebih terkelola.
"Candi ini jadi objek wisata sudah lama, sejak 2012 lalu. Tetapi sampai hari ini saya datang lagi tidak ada yang berubah, tetap begini-begini saja. Meski akses jalannya tergolong sangat mudah, namun objek wisata ini masih kurang terkelola sehingga tidak seterkenal situs sejarah lainnya". Lanjutnya.
Untuk bisa sampai disini kita hanya memerlukan kendaraan, selain itu objek wisata ini juga gratis, tidak terdapat biaya apapun untuk dapat menikmati indahnya pemandangan di Candi Abang ini. Disini masih sepi meskipun banyak orang mengetahui keberadaan tempat ini, padahal tempat ini sangatlah sejuk dan asri.
"Enak, disini sepi, juga sejuk si, sayangnya masih kurang promosi untuk objek wisata ini. Mungkin karena memang hanya dikelola oleh masyarakat sekitar sini saja. Dulu sempat ramai di tiktok tapi hanya sebentar". Ujar salah satu pengunjung Candi Abang.
Pengunjung dari candi Abang ini kebanyakan merupakan kaum muda yang mencari spot photo, selain itu terdapat para pesepeda yang juga menjadikannya tempat untuk bersinggah sekadar mencari angin, selain itu ditemui juga pengunjung yang merayakan ulang tahunnya di tempat ini bersama dengan teman-temannya.
 Secara keseluruhan Candi Abang ini merupakan objek wisata yang cukup bagus, selain pemandangan yang disajikan, disini benar-benar asri dan sejuk. Kemudian jalan yang ditempuh juga tidaklah sulit. Kita dapat naik ke puncak bukit untuk berfoto sepuasnya.
"Harapannya mungkin agar tempat ini ada pengelola khusus, menambah beberapa fasilitas seperti mushola dan toilet. Karena kan walaupun betah lama disini, bingung juga kalua perlu ke toilet dan kalau sudah masuk waktu shalat ya mau tidak mau harus pulang". Ujarnya lagi.
Memang benar adanya, tempat wisata ini masih sangatlah sederhana, mengingat tidak ada pengelola khusus untuk ojek wisata tersebut. Sangat bebas untuk datang dan pergi dari tempat ini.
Padahal jika dikelola dengan sistem yang lebih terstruktur objek wisata ini dapat menjadi potensi baru untuk menjadikannya bagian dari wisata yang wajib dikunjungi ketika berkunjung ke Yogyakarta, meski hanya untuk sekadar singgah dan menatap senja. Karena semakin sore justru semakin banyak orang yang berdatangan, tentunya untuk mengambil foto yang bagus dengan spot photo yang indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H