Pendahuluan
Proses wawancara investigatif adalah salah satu elemen krusial dalam dunia kriminalistik dan penegakan hukum. Wawancara yang efektif dapat mengungkapkan informasi penting yang mungkin tidak terdeteksi melalui metode lain. Dalam konteks ini, pendekatan 5W (What, Who, Where, When, Why) dan 1H (How) menjadi sangat relevan. Buku "Memory-Enhancing Techniques for Investigative Interviewing: The Cognitive Interview" karya Fisher dan Geiselman (1992) memperkenalkan Wawancara Kognitif, sebuah teknik yang secara signifikan meningkatkan kemampuan memori saksi atau korban dalam mengingat detail peristiwa. Artikel ini akan membahas bagaimana pendekatan 5W, dan 1H diterapkan dalam Wawancara Kognitif untuk memperkuat teknik pengingatan memori dalam wawancara investigatif.
Wawancara KognitifÂ
Wawancara Kognitif (Cognitive Interview) adalah teknik yang dikembangkan oleh Ronald Fisher dan Edward Geiselman pada tahun 1980-an dan dipublikasikan secara mendalam dalam buku mereka tahun 1992. Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi yang diperoleh dari saksi atau korban melalui teknik pengingatan memori yang lebih efektif.
 Dasar-Dasar Wawancara Kognitif
1. Tujuan : Wawancara kognitif bertujuan untuk meningkatkan proses retrieval, yaitu mengumpulkan informasi yang lebih banyak dan lebih akurat dari saksi atau korban. Dengan demikian, teknik ini dapat membantu dalam menggali kembali ingatan dalam memori para saksi, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi yang diperoleh[1][2].
2. Tahapan : Wawancara kognitif dilakukan melalui tujuh tahap, yaitu:
  - Tahap menjalin rapport : Membangun kesadaran dan kepercayaan antara pewawancara dan saksi.
  -  Tahap menjelaskan tujuan wawancara : Membuat saksi jelas tentang tujuan wawancara.
  -  Tahap report everything : Membuat saksi menceritakan semua yang dialami.