Amien Rais kalah dalam putaran pertama. Berikutnya saya mengikuti euforia, menjatuhkan pilihan pada Susilo Bambang Yudhoyono pada putaran kedua.Â
Setelah itu saya tidak tertarik mengikuti perkembangan politik Tanah Air sampai kemudian muncul sosok Jokowi menjelang pemilihan presiden 2014. Di bilik suara, saya menjatuhkan pilihan pada Jokowi, dan mencoblos lambang PDI Perjuangan dengan perasaan hambar hanya karena ingin Jokowi menang.
Di kemudian hari sekian tahun kemudian saya mulai melihat PDI Perjuangan lebih dalam. Ternyata, ini partai politik dengan orang-orang yang memiliki komitmen kuat pada keselamatan NKRI dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.Â
Sementara, Amien Rais sang pujaan hati menjelma sosok asing yang saya sulit mengenalinya.Â
Amien Rais dulu dan sekarang ibarat langit dan bumi. Ke mana Amien Rais yang moderat? Kenapa ia justru berada di tengah lautan muslim bergejolak? Kenapa ia justru menjadi bagian dari provokator? Kenapa ia justru menganjurkan orang-orang untuk kampanye politik di masjid? Kenapa ia membuat kategori partai setan versus partai Allah?
Kenapa ia menuduh Jokowi melakukan kebohongan terkait bagi-bagi sertifikat tanah pada rakyat? Kenapa Amien Rais tidak mampu melihat ketulusan Jokowi dalam membangun negara ini? Kenapa Amien Rais melakukan hal-hal yang dulu ditentangnya habis-habisan? Dan seribu satu kenapa-kenapa lainnya.Â
Amien Rais kini tak lebih sebagai tukang jegal presiden. Memendam rasa sakit hati sepanjang masa karena hasrat menjadi presiden tak pernah kesampaian.Â
***
Tulisan ini sebelumnya sudah dipublikasi di PepNews
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H