Sudah tahukah kalian apa itu psikolog? Psikolog merupakan sebutan untuk seseorang yang profesinya berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang pendidikan Sarjana Psikologi sekaligus Magister Psikologi (Profesi Psikolog). Untuk mendapatkan dua gelar tertentu tidak instan ya teman-teman, yang mana psikolog harus menempuh 4 tahun untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi dan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk mendapatkan gelar Magister Psikologi.
      Nah, gimana sih kalo seorang Psikolog itu sedang dalam keadaan yang membuatnya tidak bisa melakukan tugasnya? Dengan pertimbangan seperti pendidikan di atas, apakah tugas seorang Psikolog ini bisa didelegasikan ke orang lain? Jawabannya tentu saja boleh, tetapi dengan beberapa pertimbangan Namun sebelumnya kita akan membahas mengenai pendelegasian. Jadi, pendelegasian wewenang ini merupakan pelimpahan kekuasaan, wewenang dan tanggungjawab kepada orang lain.  (Hermawan, 2019). Dalam hal ini berarti seorang Psikolog memberikan kekuasaan, wewenang dan tanggungjawabnya kepada orang lain.
      Namun dalam mendelegasikan tugasnya, seorang Psikolog tidak boleh melanggar Kode Etik Psikologi yang mana menjadi panduan dari psikolog untuk menjalankan tugasnya. Dikutip dari HIMPSI (2010), Kode Etik Psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai Psikolog dan Ilmuan Psikologi di Indonesia. Dalam buku Kode Etik Psikologi juga telah dituliskan pada Bab III Kompetensi, tepatnya pasal 10 mengenai Pendelegasian Pekerjaan Kepada Orang Lain.Â
Isi Bab III Pasal 10 mengenai Pendelegasian Pekerjaan Kepada Orang Lain, yaitu;
Psikolog dan/ Ilmuan Psikologi yang mendelegasikan pekerjaan kepada asisten, mahasiswa, mahasiswa yang disupervisi, asisten penelitian, asisten pengajaran atau kepada jasa orang lain seperti penterjemah; perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk:
- Menghindari pendelegasian kerja tersebut kepada orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi, yang mungkin akan mengarah pada eksploitasi atau hilangnya objektivitas.
- Memberikan wewenang hanya untuk tanggung jawab di mana orang yang diberikan pendelegasian dapat diharapkan melakukan secara kompeten atas dasar pendidikan, pelatihan atau pengalaman, baik secara independent, atau dengan pemberian supervise hingga level tertentu; dan
- Memastikan bahwa orang tersebut melaksanakan layanan psikologi secara kompeten.
Kenapa sih seorang Psikolog dalam mendelegasikan tugasnya harus memerhatikan 3 hal tersebut? Oke guys, kita bakal bahas lebih lanjut yaa!
Pertama, menghindari pendelegasian kerja kepada orang yang memiliki hubungan ganda dengan yang diberikan layanan psikologi. Hubungan ganda disini artinya selain hubungan antara psikolog dan klien, seperti anak dan ayah, saudara, teman, dll. Karena dikhawatirkan akan diarahkan pada eksploitasi dan hasil dari asesmen dan intervensi terkait klien akan bersifat subjektif yaitu bukan dinilai berdasarkan hubungan psikolog dan klien.
Kedua, seseorang yang diberikan wewenang harus menjalankan secara tanggung jawab dan kompeten dengan dasar pendidikan, pelatihan dan dasar-dasar yang sudah di tentukan di atas menurut Kode Etik.
Ketiga, memastikan bahwa orang yang didelegasikan harus menjalankan layanan psikologi secara kompeten, yang berarti dalam pelayanan terhadap klien harus baik dan dalam menjalankan tugasnya harus dengan sungguh-sungguh.
      Adanya pasal Kode Etik Psikologi yang mengatur pendelegasian pekerjaan pada orang lain secara tidak langsung memberikan pengertian bahwa profesi Psikolog dan Ilmuan Psikologi dalam pelayanan public bukan suatu hal sederhana. Selain itu, semua panduan mengenai cara kerja seorang Psikolog dan Ilmuan Psikologi sudah tertulis di dalam Kode Etik Psikologi. Segala bentuk pelanggaran terhadap pasal dalam Kode Etik Psikologi akan diberikan sanksi, termasuk pelanggaran pasal yang mengatur pendelegasian pekerjaan orang lain.
Referensi:Â
Hermawan, E. (2019). Pengaruh Kompetensi, Pendelegasian Wewenang dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja. Maneggio: Jurnal Ilmiah Magister Manajemen, 2(2), 148–159. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/MANEGGIO/article/view/2235/3930
HIMPSI. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia, 11–19. http://himpsi.or.id/phocadownloadpap/kode-etik-himpsi.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H