Mohon tunggu...
Nona Kumala
Nona Kumala Mohon Tunggu... Guru - Guru - Penulis

Berharap pada manusia adalah patah hati secara sengaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Hati Milik Yunda

5 Januari 2024   13:53 Diperbarui: 5 Januari 2024   14:36 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Erik menoleh sekilas ke Yunda lalu kembali memaksa ayahnya berbicara apa yang terjadi di antara mereka. Rusli tak mengeluarkan suara apa pun, tatapannya kosong. Hingga suara langkah menuruni tangga membuat ketiganya menoleh.

Rita, ibu Erik turun dengan koper dan sebuah tas selempang di bahunya. Tatapan wanita itu tertuju pada Yunda, membuat gadis itu merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya.

"Bu, jangan pergi ke mana pun. Kenapa Ibu tiba-tiba bersikap seperti ini?" Erik beralih memegang tangan Rita, memohon agar sang ibu tetap di tempat.

"Untuk apa ibu di sini, toh nggak ada yang membutuhkan ibu? Kalian bisa hidup tanpa ibu, lalu kenapa ibu harus di sini?" Desak tangis pun terdengar.

Erik menggelengkan kepala dan memeluk Rita erat. "Nggak, Bu. Kami nggak bisa hidup tanpa Ibu. Kami sayang sama Ibu."

Rita menggelengkan kepala. Ia melepaskan pelukan sang anak.

"Katakan apa yang kamu inginkan, akan kusetujui. Kecuali mengusir Yunda dari rumah ini." Suara Rusli terdengar bergetar. Sontak wajah Yunda menjadi bahan pandangan semua.

Yunda tak bisa berkata-kata, tatapan sayu yang dimiliki sama seperti orang yang telah kehilangan setengah jiwanya.

Rita meletakkan koper dan menarik napas panjang. Ia menatap suami dan anaknya bergantian. Kedua lelaki itu tampak menunggu. Wanita itu jelas tahu jika mereka sangat menyayangi Yunda.

"Nikahkan saja gadis itu, agar dia punya seseorang yang menjaganya. Jadi, dia nggak perlu jadi beban di keluarga kita lagi."

Rusli terdiam, seolah sudah tahu sejak awal itu yang akan dikatakan sang istri, sedangkan Erik menggelengkan kepala, tak terima dengan apa yang baru diucapkan Rita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun