Lewis Carrol pernah berkata, "Apa gunanya sebuah buku, jika tidak ada gambar dan percakapan?"
Buku fiksi tanpa gambar mungkin masih ada gunanya, tapi bagaimana jika buku fiksi tanpa percakapan atau dialog?
Kalau cerpen tanpa dialog masih okelah, karena siapa tahu saja itu adalah cerpen eksperimental yang berusaha menjadi unik demi pencapaian estetik.
Namun, bagaimana jika novel tanpa dialog? Apalagi jika novel itu beratus-ratus halaman? Pasti malas banget bacanya! Benar?
Kalau saya sih, bilang benar paket banget.
Dialog dalam fiksi itu fungsinya adalah untuk membuat tokoh karaktermu menjadi lebih hidup.
Selain itu, dialog juga akan membuat karya fiksi kita menjadi tidak membosankan.
Namun, membuat dialog yang bagus itu memang butuh latihan dan kesabaran.
Berikut ini ada beberapa tip yang bisa kita terapkan dalam karya fiksi kita.
1. Hidupkan dialog karakter dengan menggunakan ketidaksepakatan
Ketika semua orang setuju sepanjang waktu dalam dialog, itu menjadi cepat membosankan. Bahkan kekasih yang paling tergila-gila atau teman selamanya bisa bertengkar.
Nah, untuk menulis dialog yang membuat pembaca asyik, kita juga perlu sesekali membuat ada ketidaksepakatan dan momen gesekan. Ini bukan untuk mengatakan bahwa kita harus menciptakan gesekan demi gesekan itu sendiri. Karakter kita tidak perlu saling serang di setiap halaman. Namun jika karakter terkadang tidak setuju, kita dapat menggunakan ini untuk menunjukkan perbedaan kepribadian, perbedaan antara tujuan dan nilai karakter, perbedaan pendapat, trauma atau masalah lain yang memengaruhi seberapa sabar karakter satu sama lain.