Mohon tunggu...
Siti DeliaPutri
Siti DeliaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung

Merupakan mahasiswa S1 Teknik Geofisika yang memiliki ketertarikan pada bidang geotermal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Panas bumi dari Harta Karun jadi Bumerang? Lantas Apa Peran Geofisikawan dalam Hal ini?

24 Desember 2024   19:45 Diperbarui: 24 Desember 2024   19:49 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi Potensi Panas Bumi di Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM, Desember 2019)

PEMANASAN GLOBAL

Dewasa kini perubahan iklim tengah menjadi perbincangan yang hangat. Perubahan iklim meliputi perubahan suhu dan pola cuaca, secara fluktuatif hal ini tentu saja dapat memberikan dampak yang besar bagi kehidupan di bumi karena cuaca jadi tidak menentu dan suhu harian rata-rata meningkat. Perubahan iklim dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan pemanasan global menjadi salah satu penyebab utamanya.

Peningkatan suhu disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca di udara, salah satunya adalah gas CO2. Menurut Kabir dkk (2023) pemanasan global ini akan mengancam peningkatan suhu bumi lebih dari 2°C pada akhir abad 21, seperti yang telah diusulkan oleh International Panel on Global Climate Change (IIPC) yang merekomendasikan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 45-50% pada 2050.

Untuk menjawab dari permasalahan ini dilakukan kesepakatan internasional yang diikuti oleh 196 negara di bawah naungan PBB, yaitu Paris Agreement yang di laksanakan di Paris, 12 Desember 2015. Perjanjian ini bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim global dengan cara membatasi kenaikan suhu bumi agar tidak melebihi 2°C di atas tingkat pra-industri dan berupaya untuk membatasi kenaikan suhu menjadi 1.5°C di atas tingkat pra-industri. Dampak adanya perubahan iklim yang lebih parah adalah kekeringan, gelombang panas, dan hujan ekstrem, akan semakin sering terjadi.

Oleh karena itu, emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya sebelum 2025 dan turun 43% pada 2030. Perjanjian ini merupakan langkah besar karena, untuk pertama kalinya, negara di dunia berkomitmen untuk bekerja sama mengurangi dampak perubahan iklim dan beradaptasi dengan perubahan yang sudah terjadi. Diantara 196 negara Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut berkomitmen dalam Paris Agreement.

PANAS BUMI

Indonesia memiliki target 23% Energi Baru Terbarukan pada 2025 (ESDM). Energi panas bumi tentu memiliki potensi besar untuk dapat menjawab permasalahan ini dan menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang stabil, tidak tergantung pada cuaca atau musim, dan memiliki jejak emisi sepuluh kali lebih rendah dibandingkan pembangkitan listrik berbahan bakar fosil.  Energi panas bumi diperoleh dengan memanfaatkan panas yang terkandung di dalam bumi, baik berupa uap (steam) atau air panas.  Panas yang diambil dari dalam bumi digunakan untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan listrik atau untuk keperluan pemanasan.

Menurut Yousefi, dkk (2019) saat ini, terdapat 26 negara yang menggunakan energi panas bumi untuk menghasilkan listrik dan lebih dari 60 negara yang memanfaatkan panas bumi langsung untuk keperluan pemanasan. Salah satu alasan mengapa energi panas bumi sangat penting dalam mengurangi emisi CO2 adalah karena prosesnya menghasilkan sangat sedikit emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara atau gas alam.

HARTA KARUN PANAS BUMI DI INDONESIA

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang dilalui oleh Ring of Fire atau jalur gunung api dunia, memiliki harta karun panas bumi yang sangat besar. Banyaknya gunung api di Indonesia diperkirakan memiliki cadangan energi panas bumi mencapai 28.000 MW, menjadikannya salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia.

Titik Persebaran Gunung Api di Indonesia (Sumber: Hall (2009))
Titik Persebaran Gunung Api di Indonesia (Sumber: Hall (2009))
Indonesia memiliki lebih dari 200 sistem panas bumi yang tersebar di sepanjang jalur gunung berapi yang aktif. Rata-rata, ada sekitar 4 sistem panas bumi setiap 100 kilometer (Hochstein, 2015). Panas bumi ini berasal dari magma (lava yang belum keluar) di bawah tanah yang mendingin dan mengeluarkan gas. Pada tahun 1980-an, sekitar sepertiga dari sistem panas bumi di Indonesia sudah diketahui memiliki suhu yang cukup tinggi, yang membuatnya sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.

Lokasi Potensi Panas Bumi di Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM, Desember 2019)
Lokasi Potensi Panas Bumi di Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM, Desember 2019)

TANTANGAN PANAS BUMI DI INDONESIA YANG MENJADI BUMERANG

Indonesia, memang memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia, dapat memanfaatkan sumber daya ini untuk mengurangi emisi karbon. Namun, dalam keberjalanannya terdapat tantangan yang menjadi bumerang, yaitu adanya penolakan dari masyarakat sekitar dan risiko seismik akibat aktivitas injeksi.

Dinan dkk (2021) menyatakan bahwa sebagian besar persepsi masyarakat terhadap kegiatan panas bumi adalah khawatir lingkungan menjadi rusak dan akan memengaruhi perekonomian. Lalu, kebanyakan dari mereka berpikir bahwa keuntungan yang dijanjikan oleh kegiatan panas bumi tidak sebanding dengan efek lingkungan yang ditimbulkan seperti, pencemaran air dan kerusakan lahan pertanian. Banyaknya masyarakat yang meragukan keamanan dan dampak lingkungan dari proyek panas bumi dapat disebabkan oleh kurangnya informasi yang akurat dan transparan mengenai teknologi yang digunakan dalam eksplorasi dan pentingnya pemanfaatan sumber daya panas bumi sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT) di masa kini.

Kegiatan panas bumi juga dapat menimbulkan risiko terjadinya gempa, akibat adanya aktivitas mikroseismik (getaran kecil) yang dihasilkan akibat adanya pengeboran atau proses injeksi. Dalam proses panas bumi terdapat dua jenis sumur, yaitu sumur produksi dan sumur injeksi, seluruh aktivitas yang diciptakan kegiatan panas bumi berasosiasi dengan dua sumur tersebut. Menurut Majer (2007) terdapat 4 mekanisme utama penyebab induced seismicity, yaitu sebagai berikut.

  • Peningkatan tekanan pori, akibat injeksi air dingin pada sumur injeksi yang akan menyebabkan rekahan pada batuan sekitar sumur injeksi
  • Regangan termoelastik, merupakan kontraksi dari hasil perbubahan suhu pada reservoir
  • Alterasi pada rekahan, karena adanya pergerakan fluida pada rekahan sehingga menyebabkan perubahan pada batuan (alterasi)
  • Perubahan volume reservoir, perubahan volume dan tekanan dalam reservoir dapat memengaruhi retakan atau sesar. Jika tekanan terlalu tinggi, akan dapat memicu gempa kecil (microearthquake)

Meskipun kegiatan panas bumi sebenarnya menghasilkan aktivitas seismik yang tergolong kecil, namun tetap bisa menimbulkan risiko apalagi jika kegiatan panas bumi dilakukan di daerah rawan gempa. Seperti hal nya Gempa bumi berkekuatan 5.4M yang terjadi di Pohang (Korea Selatan, 2017) yang disebabkan oleh injeksi air dalam jumlah besar ke bawah tanah untuk menstimulasi produksi energi panas bumi.

PERAN GEOFISIKAWAN

Analisis permasalahan menunjukkan bahwa penolakan masyarakat terhadap kegiatan panas bumi sangat dipengaruhi oleh informasi yang mereka terima. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini meliputi kurangnya sosialisasi, edukasi, dan pemahaman tentang seberapa besar nya manfaat energi panas bumi.

Kegiatan panas bumi diawali dengan survey, salah satu survey yang dilakukan adalah survei geofisika. Untuk meningkatkan penerimaan masyarakat, geofisikawan dapat menyajikan informasi yang akurat dan transparan. Seperti data tentang potensi panas bumi, hasil survei MT (Magnetotelluric), pemetaan geolistrik, dan analisis suhu tanah dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keandalan sumber daya. Selain itu, analisis dampak lingkungan yang menunjukkan bagaimana teknologi geofisika dapat meminimalkan risiko lingkungan yang dapat membantu masyarakat merasa lebih aman.

Geofisika membantu memetakan kondisi bawah tanah sebelum proyek panas bumi dimulai, untuk memahami struktur batuan dan potensi risiko aktivitas seismik (gempa). Dengan teknologi geofisika, seperti monitoring mikroseismik. Dalam kegiatan panas bumi mikroseismik dapat berperan untuk meneliti retakan dan jalur fluida injeksi. Mikroseismik juga dapat membantu untuk mitigasi gempa apabila retakan yang dihasilkan dari sumur injeksi jalur nya berhubungan dengan sesar. Hal ini penting untuk memastikan pengembangan energi panas bumi aman dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat.

Penyelesaian masalah dengan melakukan pembaruan teknologi yang tepat terkait produksi dan injeksi serta metode analisisis yang tepat diharapkan dapat membantu dalam mitigasi rekahan yang dapat menyebabkan gempa sehingga masyarakat disekitar kegiatan panas bumi mendapatkan perlindungan dan merasa aman. Dengan langkah yang tepat, peralihan menuju Energi Baru Terbarukan (EBT), termasuk energi panas bumi, yang dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi krisis energi dan perubahan iklim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun