Warga Indonesia panik karena ada 2 orang yang positif terjangkit Virus Corona, berita tentang Virus Corona dan cara penanggulangannya sudah tersebar diberbagai media. Di sini saya tidak akan membicarakan soal virus Corona tapi tentang seorang wanita yang membuat heboh jagat maya dengan postingannya.
Wanita adalah mahluk dengan sejuta prespektif bahkan menjadi daya tarik yang paling seksi diberbagai sektor kehidupan, mulai dari Ekonomi, Sosial Budaya, Kesenian bahkan sampai Politik. Tanpa sadar wanita terseret pada titik eksploitasi dan industrialisasi yang mengharuskan wanita mengikuti standat yang ada agar dianggap eksistensinya. Muncul figur-figur yang dijadikan acuan keberhasilan, sayangnya hanya fisik luar yang menempati posisi paling wahid kesempurnaan wanita.
Istilah body goal mungkin tak asing ditelinga kita bagimana seorang wanita yang sempurna adalah mereka yang memilki tinggi semampai, lingkar pinggang tak sampai menghabiskan satu gang, mata yang besar, alis simestris, bulu mata lentik menggelitik, hidung mancung, kulit putih mulus, wajah glowing tanpa pori-pori dan sederet daftar ceklis kecantikan haqiqi wanita.
Akibatnya, saat tidak sesuai dengan standar yang ada sudah pasti beragam petuah dan kata-kata bijak berdesakan masuk ke telinga dan ruang-ruang kosong di otak kita, hai para wanita yang dianggap tak sempurna. Tidak hanya masuk kata-kata itu memenuhi ruang di otak, hati dan akal kita yang secara tidak sadar membentuk berjuta wanita merasa minder atau bahasa yang populer sekarang adalah insecure yang telah menelan banyak korban.
Bullying, body sahming yang berujung kematian tidak hanya menimpa mereka yang bertubuh gempal, pesek, hitam, pendek dan berjerawat tapi mereka yang sudah dianggap mencapai body goal saja masih mendapatkan hal serupa saat berat badannya naik satu angka.
Dunia wanita memang kejam teman, pelaku bullying atau body sahming paling banyak justru datang dari kaum wanita sendiri. Kita sering mendapatkan nasehat dari sesama wanita untuk ‘merawat diri’, ‘mempercantik diri biar enak dilihat’. Wanita seolah lahir, hidup dan mati hanya untuk ngurusin badan dan menyenangkan mata orang lain.
Gerakan untuk memberikan prespektif lain soal kecantikan dan kebahagian sudah banyak dilakukan berbagai pihak dan tentu dengan beragam cara, salah satu kampanye untuk mencintai diri apa adanya tanpa di pusingkan dengan lebel kebanyakan dilakukan oleh Tara Basro dengan memposting foto tanpa busana diakun twitternya, yang ternyata menuai banyak pro kontra samapi kemkominfo angkat bicara. Apakah tindakan Tara Basro bisa dibenarkan?
Coba kita urai satu persatu agar tidak reaktif terhadap satu kejadian.
1. Dilihat dari tujuan
Jika kita melihat satu kejadian atau tindakan sebaiknya kita teliti terlebih dahulu apa tujuan/motif dari perilaku itu, kenapa hal bisa terjadi. Dalam kasus Tara Basro yang memposting fotonya tanpa busana menurut saya sudah benar.
Kita bisa lihat caption dari postingannya "Dari dulu yang selalu gue denger dari orang adalah hal jelek tentang tubuh mereka, akhirnya gue pun terbiasa ngelakuin hal yang sama.. mengkritik dan menjelek2an, Andaikan kita lebih terbiasa untuk melihat hal yang baik dan positif, bersyukur dengan apa yang kita miliki dan make the best out of it daripada fokus dengan apa yang tidak kita miliki. Setelah perjalanan yang panjang gue bisa bilang kalau gue cinta sama tubuh gue dan gue bangga akan itu. Let yourself bloom."
Dari caption yang dituliskan Tara kita bisa mendapatkan informasi bahwa dia hendak menujukan pada masyarakat terutama wanita untuk bersyukur atas apa yang dimiliki dan lebih mencintai tubuhnya. Tujuannya yakni melawan tindakan body shaming dan mengajak wanita untuk lebih mencitai diri apa adanya. Cara yang dilakukan Tara dengan memposting foto dirinya tanpa busana yang memperlihatkan lipatan perut dan Stretch Mark.
Kalau kita tarik kesimpulan dia berusaha melawan bullying dan body shaming dengan berani menunjukan fisiknya yang dianggap ‘kurang indah’ dan sering ditutupi oleh wanita. Dengan memposting foto itu Tara mungkin berharap akan banyak wanita yang tidak malu dan minder lagi dengan fisiknya. Pesan yang bisa saya tangkap dari tindakan Tara adalah seorang Tara Basro artis yang karirnya cemerlang saja berani memilih hidup lebih bahagia dengan tidak memusingkan bentuk tubuh apalagi kita yang hanya terkenal satu RT jangan takut dan malu untuk tampil apa adanya.
2. Dilihat dari nila dan norma
Memiliki tujuan yang benar saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan cara yang benar pula, karena sesuatu yang benar belum tentu baik. Secara tujuan tindakan Tara Basro bisa dibenarkan karena kita memang sedang melawan praktik bullying dan body sahming tapi apakah tindakan Tara Basro bisa dibenarkan secara nilai dan norma yang berlaku di masyarakat kita?
Merujuk pada pernyataan Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu "Iya jelas melanggar UU ITE pasal 27 ayat 1 terkait pornografi"
Adapun bunyi pasal 27 ayat 1 nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Titik tekan dari pasal itu adalah melanggar kesusilaan, pertanyaannya adalah apa saja hal yang dianggap melanggar kesusilaan itu? Nah ruang inilah yang menjadi ambigu yang akhirnya menjadi penafsiran bebas setiap pihak, tidak heran pernyataan Humas Kemkominfo banyak mendapatkan penolakan dari mereka yang mendukung aksi Tara Basro. Tapi jika mengambil rujukan dari norma sosial yang berlaku di negri ini tindakan Tara bisa dibilang cukup berani karena keluar dari norma masyarakat dan norma Agama. Apa saja norma yang dilanggar :
Pertama, Indonesia menjunjung tinggi nilai kesantunan baik dalam tutur kata, perilaku dan pakaian, cara yang dipilih Tara dengan mempublikasikan foto dirinya tanpa busana ini sudah melanggar norma kesantunan dalam berpakaian di mana kita tahu norma yang berlaku adalah saat kita keluar rumah yang dianggap baik adalah saat mengenakan baju yang pantas dan dianggap buruk ketika keluar dari rumah tanpa busana, memposting foto tanpa busana di sosial media untuk dilihat banyak orang ini sama dengan keluar rumah tanpa busana.
Kedua, mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam yang secara aturan dalam berpakaian yang biasa kita kenal dengan sebutan aurat dan hukum aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali apa yang biasa nampak, walau batasan aurat wanita itu masih pro kontra (rambut aurat atau bukan dll) tapi saya yakin semua aliran pemikiran sepakat bahwa bagian ‘sensitif’ wanita harus ditutup dan foto yang di posting Tara tidak memenuhi syarat itu.
Jika kita gabungkan pendekatan tujuan dan norma apakah tindakan Tara Basro bisa dibenarkan? Setiap orang boleh mengambil kesimpulannya masing-masing tapi menurut hemat saya jika masih ada cara yang lebih baik dan itu tidak menabrak aturan UU, agama dan adat kenapa tidak, misalkan cara Ersent Prakasa melawan Bullying dan Body Shaming dengan meluncurkan film terbarunya yang berjudul Imperfect, lewat lagu ‘Pelukku untuk pelikmu’ atau mungkin kamu punya cara sendiri melawan Bullying dan Body Shaming?
Yang jelas mari kita lawan Bullying dan Body Shaming agar tidak ada lagi orang yang merasa dirinya tidak diinginkan oleh siapapun. Percayalah kita percaya dengan apa yang kita miliki maka saat itu ita akan menjadi versi terbaik diri kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H