Tidak bisa dipungkiri penerimaan pajak merupakan sumber utama dalam pendapatan Negara. Tahun 2021 penerimaan pajak menyumbang 83% dari  seluruh  penerimaan Negara. Pajak adalah sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan. Namun berdasarkan laporan OECD dalam The State of Tax Justice 2020 melaporkan bahwa Wajib Pajak badan yang melakukan penghindaran pajak di Indonesia mencapai US$ 4,78 miliar dan Wajib Pajak orang pribadi mencapai US$ 78,83 juta. Sehingga total potensi kerugian negara mencapai US$ 4,86 miliar per tahun. Salah satu penyebab kerugian tersebut yaitu dikarenakan adanya tindakan tax evasion yang dilakukan oleh wajib pajak.
Apa itu Tax Evasion?
Tax evasion berbeda degan tax avoidance. Tax evasion merupakan upaya untuk wajib pajak melakukan skema penggelapan pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan, bahkan beberapa wajib pajak sama sekali tidak membayar pajak terutang yang harus dibayarkan melalui cara yang ilegal. Berbeda dengan tax avoidance, tax evasion dianggap sebagai tindakan ilegal dan membawa risiko hukuman dan tuntutan undang-undang pajak. Tax evasion adalah upaya kecil untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar, atau dengan kata lain mengubah beban pajak yang harus dibayar dengan melanggar peraturan pajak yang berlaku. Berdasarkan teorinya, tax evasion dianggap memiliki efek negatif dan termasuk dalam tindakan kriminal karena dilakukan dengan kesadaran melanggar undang-undang dan merugikan negara.
Pelaturan perpajakan yang mengindikasikan wajib pajak melakukan penggelapan pajak dapat dilihat dalam Undang-Undang KUP pasal 38 yaitu sebagai berikut:
- Tidak menyampaikan SPT
- Menyampaikan SPT tetapi isi SPT tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar yang dapat mengakibatkan kerugian negara.
Dan dapat dilihat berdasarkan pasal 39 ayat 1 yaitu sebagai berikut:
- Tidak mendaftar sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);
- Mengabaikan atau menggunakan NPWP atau pengukuhan PKP tanpa hak
- Tidak menyampaikan SPT
- Menyampaikan SPT tetapi isi SPT tidak benar atau tidak lengkap
- Menolak pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
- Membuat dokumen, pencatatan, atau pembukuan palsu atau dipalsukan seolah-olah benar atau tidak menggambarkan keadaan sebenarnya
- Tidak menunjukkan atau meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya, dan tidak melakukan pencatatan atau pembukuan di Indonesia;
- Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen lain yang digunakan sebagai dasar pencatatan atau pembukuan, serta dokumen lain yang mencakup hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan melalui program aplikasi online di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 ayai (11); atau
- Tidak membayar pajak yang telah dipotong atau dipungut yang berpotensi merugikan pendapatan negara akan dikenakan hukuman penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun, dengan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Salah satu contoh pelanggaran pajak yang sering terjadi adalah wajib pajak yang tidak melaporkan sebagian atau seluruh penghasilan mereka ke dalam SPT, membebankan biaya yang tidak seharusnya dianggap sebagai pengurangan dalam penghasilan dalam upaya untuk mengurangi beban pajak, dan memperbesar biaya secara fiktif.
Mengapa tax evasion bisa terjadi?
Dari sisi wajib pajak tax evasion terjadi karena rendahnya kesadaran pajak. Kesadaran wajib pajak ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk persepsi bahwa pajak adalah beban dan ketidakpercayaan terhadap otoritas pajak. Sedangkan dari sisi pemerintah tax evasion terjadi karena pemerintah kurang optimal dalam menggali potensi perpajakan dan pelanggaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak tidak dapat dideteksi secara dini.
Mengapa isu tentang tax evasion penting?
Tindakan tax evasion dapat merugikan Nega. Negara dan masyarakat secara keseluruhan mengalami kerugian besar karena tindakan tax evasion. Tax evasion dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, mengganggu keseimbangan anggaran negara, dan mengurangi kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Akibatnya, dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, pendidikan, dan kesehatan akan berkurang.
Tindakan tax evasion adalah pelanggaran hukum yang dapat menyebabkan konsekuensi hukum serius. Seseorang atau organisasi dapat dikenakan sanksi, termasuk denda yang signifikan, hukuman penjara, atau kombinasi keduanya, jika terbukti melakukan penggelapan pajak. Selain itu, tindakan tersebut dapat merusak reputasi perusahaan dan individu yang terlibat, yang dapat berdampak pada hubungan bisnis dan peluang masa depan.
Bagaimana Cara Pencegahan Tindakan Tax Evasion di Perusahaan?
Konsekuensi jika melakukan tax evasion akan lebih besar daripada jika perusahaan taat membayar pajak. Berikut ini adalah beberapa cara untuk menghindari terjadinya tindakan tax evasion:
- Melakukan Audit Pajak
- Melakukan peninjauan kembali adalah cara pertama. Lihat catatan keuangan yang berkaitan dengan pendapatan dan aset perusahaan. Pastikan melaporkan semua kewajiban pajak dan aset yang dimiliki agar tidak ada kesalahan.
- Melakukan pelatihan kepada staff
- Tugas perpajakan tidak mudah, apalagi untuk perusahaan yang lebih kompleks. Para pekerja harus terus melakukan pemeriksaan yang cermat dan segera menyelesaikan tugas perpajakan. Peringatkan karyawan untuk menghindari pelanggaran pajak untuk menghindari risiko setelah melakukan pelanggaran pajak.
- Membuat tax planning
- Membuat perencanaan pajak yang baik agar dapat menghindari pelanggaran pajak. Keterampilan yang cermat diperlukan untuk perencanaan yang efektif. Harus dapat memperkirakan pendapatan tahunan atau beban pajak tahunan yang harus dibayarkan di masa depan.
Bagaimana Upaya Pemerintah dalam Pencegahan Tindakan Tax Evasion?
Pemerintah harus meningkatkan pengawasan, memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat, dan memperkuat penegakan hukum terkait perpajakan untuk mencegah dan menindak tindakan penggelapan pajak. Peningkatan transparansi pelaporan keuangan, kerja sama internasional dalam pertukaran informasi perpajakan, dan penggunaan teknologi untuk mendeteksi penggelapan pajak juga merupakan langkah penting yang perlu diambil untuk mengurangi jumlah tindakan penggelapan pajak.
- Pertama, kebijakan perpajakan yang transparan dan adil harus dibuat oleh pemerintah. Ini termasuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan keuangan, penghapusan celah hukum yang memungkinkan penghindaran pajak, dan penetapan tarif pajak yang wajar. Dengan mengurangi celah hukum, individu dan bisnis akan lebih sulit untuk menghindari atau menggelapkan pajak.
- Kedua, mendapatkan pengetahuan tentang perpajakan menjadi sangat penting. Pemerintah harus meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya membayar pajak dengan benar dan konsekuensi dari penggelapan pajak. Layanan konsultan pajak juga diperlukan untuk membantu mengelola kewajiban pajak dengan lebih baik lagi tanpa menggunakan metode ilegal.
Untuk menghentikan penggelapan pajak, juga diperlukan penegakan hukum yang kuat. Pemerintah harus memiliki mekanisme yang kuat untuk mengidentifikasi dan menindak pelanggaran perpajakan. Langkah-langkah penting dalam memerangi penyimpangan pajak adalah audit pajak yang ketat, kerjasama antara otoritas perpajakan, dan pertukaran data perpajakan dengan negara lain. Kebijakan pajak yang etis juga penting bagi bisnis.
Allingham dan Sandmo (1972) mengembangkan teori expected utility untuk mempelajari perilaku wajib pajak saat memutuskan untuk melaporkan jumlah penghasilan saat menghadapi pemeriksaan dan denda. Menurut Allingham dan Sandmo (1972), penggelapan pajak terjadi ketika seseorang menganggap keuntungan yang diharapkan dari penghindaran pajak jauh lebih besar daripada biaya yang diharapkan ketika seseorang ditangkap. Allingham dan Sandmo (1972) berpendapat bahwa wajib pajak yang memiliki pendapatan tetap akan melaporkan pendapatan mereka lebih rendah daripada keadaan sebenarnya. Dengan kata lain, mereka akan melaporkan pendapatan mereka lebih rendah daripada keadaan sebenarnya sehingga mereka dapat menanggung konsekuensi jika hal itu ditemukan selama pemeriksaan. Beberapa elemen digabungkan dalam model ini. Wajib pajak memiliki tingkat penghindaran risiko (risk aversion), dan semakin besar penghindaran risiko, semakin kecil kemungkinan mereka untuk melakukan penghindaran pajak. Selain itu, wajib pajak harus memahami sistem perpajakan secara menyeluruh untuk memperkirakan kemungkinan deteksi dan sanksinya (Allingham & Sandmo, 1972). Berdasarkan teori expected utlity Allingham dan Sandmo (1972) wajib pajak akan membuat keputusan berlandaskan pendapatan yang diperoleh dan risiko yang dihadapi. Allingham dan Sandmo (1972) mengungkapkan bahwa pendapatan tetap, tarif pajak, kemungkinan pemeriksaan, dan besarnya sanksi adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak.
Referensi:
Allingham, M. G., & Sandmo, A. (1972). Income tax evasion: a theoretical analysis. Journal of Public Economics, 1(3-4), 323--338. doi:10.1016/0047-2727(72)90010-2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H