Akibat pandemi Covid-19, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga secara habis-habisan sejak Maret 2020. Bank Indonesia telah menetapkan suku bunga acuan di level 3,5 persen pada Februari 2021, kini BI kembali mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5 persen pada Juni 2021.
Kebijakan ini diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 16-17 Juni 2021. Tingkat suku bunga acuan BI (BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) berada di level 5 persen pada awal tahun 2020, artinya hingga kini BI telah memangkas suku bunga acuan sebanyak 150 basis poin (bps).
Bank sentral (Bank Indonesia) merupakan suatu instansi atau lembaga keuangan yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, mengawasi jalannya perbankan serta sistem finansial secara keseluruhan yang dikendalikan melalui kebijakan moneter. Salah satu kebijakan yang dilakukan yaitu dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga acuan.
Dengan kebijakan penurunan suku bunga, Bank Indonesia memiliki tujuan untuk memperkuat pemulihan ekonomi di Indonesia sampai terlihat adanya perkembangan indikator ekonomi yang membaik serta inflasi yang tinggi di negara Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan dalam rapat dewan gubernur bank sentral, alasan keputusan BI dalam menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRR menjadi level 3,5 persen, yaitu sebagai langkah lanjutan untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional. Keputusan tersebut konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar Rupiah agar tetap terjaga.
Kebijakan menurunkan suku bunga acuan akan akan berakibat pada melemahnya nilai rupiah. Ketika investor asing menarik dana dari investasi saham atau obligasi di Indonesia, maka akan ada dana yang keluar dari Indonesia. Adanya penarikan dana oleh pihak asing akan berakibat pada meningkatkan permintaan terhadap dolar AS, karena setiap penarikan rupiah tentu akan ditukar dengan mata uang dolar AS.
Banyaknya pihak yang menukarkan rupiah dengan dollar AS, maka nilai mata uang rupiah akan cenderung cepat melemah. Ketika nilai hal tersebut terjadi, maka akan diikuti kenaikan harga barang-barang tertentu, seperti emas, barang elektronik, dan barang atau bahan pangan impor seperti kedelai dan bawang putih.
Seperti yang kita tahu bahwa saat ini harga kedelai impor naik. Hal ini membuat para produsen tempe dan tahu semakin terjepit bahkan banyak dari mereka yang mengalami kerugian. Para produsen tahu dan tempe membuat strategi dengan mengurangi jumlah produksi, memperkecil ukuran tempe atau tahu serta menaikkan harga jual demi mempertahankan laba atau menambah laba. Kenaikan harga kedelai impor ini mengindikasikan bahwa nilai rupiah saat ini cenderung sedang melemah.
Selain dengan kebijakan penurunan suku bunga, dikutip dari bi.go.id Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan kebijakan moneter lain serta pengawasan makroprudensial akomodatif pada lembaga perbankan. Melalui kebijakan moneter dan pengaturan sistem pembayaran, Bank Sentral berharap akan dapat menjaga kesetabilan nilai Rupiah.
Selain berakibat pada kestabilan nilai rupiah, turunnya tingkat suku bunga BI juga berdampak pada naikknya tingkat investasi saham. Investasi merupakan salah satu faktor penentu pembangunan ekonomi nasional, karena investasi merupakan salah satu dari komponen pendapatan nasional dan Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan menurunkan suku bunga, pemerintah berharap agar lebih banyak investor yang meminjam dana di pasar dana pinjaman. Dana yang dipinjam dari pasar dana tersebut yang kemudian akan gunakan oleh para investor untuk melakukan investasi langsung di sektor rill.
Dilansir dari kontan.co.id, ketika suku bunga semakin rendah maka akan meningkatkan investasi karena banyak investor yang semakin percaya diri untuk masuk ke dalam sektor investasi saham. Dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya, instrumen investasi yang berpotensi menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi yaitu saham dan obligasi.
Demi menstabilkan nilai rupiah, Bank Indonesia sebagai regulator nilai rupiah tentunya harus mengambil kebijakan yang tepat. Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, laju perekonomian cenderung menurun karena banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan. Langkah BI dalam menurunkan tingkat suku bunga merupakan hal yang tepat. Hal ini sebagai upaya untuk menggenjotkan sektor investasi salah satunya investasi saham agar laju perekonomian negara Indonesia kembali pulih akibat pandemi.
Masyarakat mengenal suku bunga ketika bertransaksi di dunia perbankan, yaitu ketika ingin membuka deposito atau mengajukan pinjaman kredit. Ketika terjadi penurunan suku bunga, maka akan lebih banyak yang meminjam dana di bank, karena suku bunga yang rendah akan menurunkan biaya pinjaman. Investor akan lebih banyak melakukan pinjaman yang kemudian dananya akan digunakan untuk pengeluaran investasi saham atau obligasi.
Selain itu, perubahan tingkat suku bunga akan meningkatkan permintaan masyarakat akan barang dan jasa. Peningkatan permintaan masyarakat ini tentunya akan meningkatkan belanja investasi di kalangan investor, karena produsen barang dan jasa akan membutuhkan lebih banyak dana untuk memproduksi barang dan jasa.
Ketika suku bunga rendah bank akan lebih banyak menyediakan insentif untuk memberikan pinjaman kepada pelaku bisnis dan masyarakat, yang memungkinkan masyarakat untuk membelanjakan lebih banyak uang dan meningkatkan jumlah pinjaman dikalangan investor.
Lemahnya perekonomian akibat pandemi masih tidak bisa dipungkiri, karena daya beli masyarakat akibat pandemi ini belum sepenuhnya pulih. Tingkat suku bunga kredit yang rendah tidak akan otomatis meningkatkan pertumbuhan pinjaman atau kredit masyarakat dan investor. Dikutip dari cnbcindonesia, Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Sunarso mengatakatan bahwa permintaan kredit masyarakat dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat serta daya beli masyarakat yang tinggi.
Seperti yang kita tahu bahwa pandemi mengakibatkan ribuan orang yang kehilangan pekerjaannnya bahkan apa pula fenomena pemangkasan upah karyawan, sehingga berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Kondisi ini berakibat pada para pelaku usaha dan bisnis yang mengalami penurunan laba, sehingga mengalami banyak kerugian akibat daya beli masyarakat yang menurun.
Menurut situs bi.go.id, Bank Sentral akan tetap menahan tingkat suku bunga yang rendah sampai terlihat adanya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan stabil. Selanjutnya, Bank Sentral akan menaikkan tingkat suku bunga secara perlahan untuk menjaga inflasi agar harga barang dan jasa yang dijual di pasar harganya tetap stabil. Seiring dengan kenaikan daya beli masyarakat, maka kenaikan laju inflasi dan kenaikan pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan terwujud.
Untuk itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa Bank Indonesia akan tetap pertahankan suku bunga acuan yang rendah sampai terlihat adanya tanda-tanda kenaikan inflasi serta laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang membaik. Ia mempertimbangkan perkiraan laju inflasi akan tetap rendah tahun ini yaitu berkisar antara 2 hingga 4 persen. Peningkatan laju inflasi diperkirakan akan meningkat paling cepat pada awal tahun depan.
Kesimpulannya, dengan kebijakan bank sentral yang saat ini memangkas suku bunga acuan di level yang paling rendah, maka diharapkan akan meningkatkan daya beli masyarakat dan meningkatkan permintaan akan pinjaman atau kredit masyarakat serta akan meningkatkan investasi. Hal ini dilakukan BI sebagai solusi untuk percepatan permulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19.
Terlepas dari semua itu, pemulihan ekonomi bukanlah hal yang mudah diwujudkan dalam waktu yang sangat singkat. Untuk itu Bank Indonesia perlu membuat kebijakan yang sesuai untuk mewujudkan hal tersebut. Menurut saya, BI telah memutuskan hal yang tepat dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan sebagai upaya pemulihan ekonomi. Namun, peningkatan laju perekonomian bukanlah hal yang mungkin diwujudkan apabila tidak dibarengi dengan kebijakan-kebijakan moneter lainnya.
Oleh karena itu, Bank Indonesia harus jeli dalam melihat respon yang terjadi akibat kebijakan tersebut dan hati-hati dalam membuat kebijakan yang baru, sehingga tingkat kestabilan nilai rupiah dan kestabilan perekonomian secara keseluruhan akan tetap terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H