Mohon tunggu...
Siti Adidah
Siti Adidah Mohon Tunggu... Editor - content Writer

Bekerja di lembaga sosial LAZ Al Azhar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Nafisah, Gadis Mualaf yang Punya Cita-Cita Jadi IT Profesional

13 Februari 2023   09:46 Diperbarui: 13 Februari 2023   09:51 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidayah untuk memeluk agama Islam bisa datang kepada siapa saja, seperti kisah hidup seorang mualaf bernama Irenia Mascharenhas, atau yang akrab di panggil Nafisah. Anak ke 5 dari 6 bersaudara ini berasal dari Nusa Tenggara Timur. 

Tumbuh di tengah keluarga sederhana bahkan terbilang pas-pasan, ayah Nafisah memiliki profesi sebagai seorang petani padi yang penghasilannya hanya 500 ribu/3 bulan. Nominal yang mungkin kecil, namun tidak membuat keluarga Nafisah mengeluh. Kedua orang tuanya mengajarkan untuk selalu bersyukur.

Menjadi seorang mualaf bukanlah hal yang mudah apalagi saat itu usianya masih terbilang muda yaitu 12 tahun. Banyak rintangan dan ujian yang dialami oleh Nafisah dalam menjalani kehidupannya.

Sebelum memutuskan untuk menjadi seorang mualaf, dunia hitam menjadi hal yang lumrah bagi Nafisah. Bermain judi, mengkonsumsi khamr, bahkan nafisah tidak pernah memiliki tujuan dalam hidupnya. Pada tahun 2015, hidayah hadir dalam hati Nafisah yang berkeinginan untuk mendalami ilmu agama dan menjadi seorang mualaf. Pondok Pesantren Mualaf An-Naba Center adalah saksi Nafisah mengikrarkan dua kalimat syahadat.


360 derajat perubahan terjadi dalam kehidupan Nafisah, Ia menyadari transisi dalam dirinya bergerak ke arah yang positif.
 
"Saya merasa lebih memiliki tujuan hidup dan merasa dimuliakan khususnya saat menjadi seorang wanita muslim," ucap Nafisah.

Enam tahun sudah, ia mempelajari dan mendalami agama Islam di perantauan dan tahun 2021 lalu ia kembali pulang ke kampung halamannya. Melihat banyak perubahan pada sang anak membuat kedua orang tuanya merasa terharu dan hanya air mata yang bisa mengalir tanpa kata.
 
Semangat Nafisah dalam mengenal Islam terus tumbuh. Baginya ilmu agama juga ilmu pengetahuan haruslah diimbangi secara bersamaan. Nafisah sendiri memiliki cita-cita yang sangat tinggi yakni menjadi seorang ahli IT profesional.
 
 
Keputusan Bergabung di Rumah Gemilang Indonesia

Setiap niat baik, akan menemukan jalan yang terbaik. Hal inilah yang sedang dialami Nafisah. Keinginannya untuk menjadi IT professional dan mengubah kondisi perekonomian keluarga dimulai dengan mengikuti kelas diklat di Rumah Gemilang Indonesia (RGI).
 
Keputusan untuk menjadi santri RGI dipilih Nafisah dari informasi yang ia peroleh dari kerabatnya di pondok pesantren. Keinginan Nafisah yang kuat mampu meloloskan ia dalam tahapan penyeleksian yang ketat.
 
Perjuangan Nafisah pun turut didukung penuh oleh keluarganya. Kesempatan untuk belajar di Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) menjadi keinginan terbesar Nafisah agar dapat mewujudkan cita-citanya. Demi bisa mengikuti kelas diklat selama 6 bulan tersebut, orang tua Nafisah rela menjual beras yang mereka miliki, hingga meminjam uang tetangga agar dapat memberangkatkan anaknya ke kampus RGI di Sawangan, Depok.


Dengan penuh pengorbanan dan semangat yang tinggi akhirnya Nafisah bisa menjadi santri RGI. Keinginannya untuk menuntut ilmu membuat ia mendapatkan kesempatan yang bahkan belum tentu orang lain dapatkan. Karena tak ada batasan waktu dalam menuntut ilmu, tapi kita harus ingat bahwa sebaiknya menuntut ilmu tidak boleh ditunda sebelum orang-orang yang berilmu pengetahuan itu hilang.
 
"Ketika ingin melangkah dijalan yang menurut kamu baik untuk masa depan yang cerah, jangan takut untuk mencobanya karena kegagalan itu pasti, tergantung dari diri kita sendiri yang mau melihat setelah gagal mau lanjut atau berhenti," ucap Nafisah.
 
Selama mengenyam pendidikan dan pelatihan di RGI, Nafisah tidak hanya mendapatkan ilmu seputar TKJ saja, namun juga pendalaman ilmu keagamaan. Dengan sistem ala pesantren, RGI mendidik para pemuda usia produktif agar terentaskan dari pengangguran dan menciptakan kemandirian secara ekonomi. Selain nantinya dapat bersaing dengan para profesional, mereka juga dibimbing untuk memiliki akhlak yang baik.

Nafisah, hanya satu dari ratusan santri yang memiliki cita-cita kuat untuk membantu perekonomian keluarga. Melalui program RGI, LAZ Al Azhar terus berupaya menekan angka pengangguran di tanah air dengan memberdayakan mereka melalui pelatihan skill di berbagai bidang seperti tata busana, TKJ, desain grafis, kuliner halal, otomotif, kelistrikan, aplikasi perkantoran, fotografi dan videografi, dan rekayasa perangkat lunak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun