Anda tahu unsur-unsur inti untuk mengorkestrasi kesuksesan siswa, dan Anda tahu Anda mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melakukannya. Setiap hari menanti kesempatan besar untuk mengubah persepsi siswa mengenai diri mereka sebagai pelajar dan merangsang keinginan bawaan mereka untuk belajar. Raihlah kesempatan itu.
(Bobbi dePorter dkk dalam Quantum Teaching)
Walaupun saya sudah mengabdi sebagai guru belasan tahun, tetapi terkadang menciptakan kelas supaya bisa kondusif dan menyenangkan  butuh ekstra pemikiran. Buku-buku tentang pendidikan  seperti Quantum Teaching dan Quantum Learning yang ditulis Bobbi DePorter dkk, Genius Learning Strategy-nya Adi W. Gunawan, sampai buku yang ditulis Munif Chatib, suhunya "Gurunya Manusia", yang berseri-seri itu lengkap saya punya. Mohon dicermati ya... lengkap saya punya dan bukan tuntas saya baca.Â
Saat membaca stratetegi-strategi yang diuraikan para master pendidikan itu, Â seketika muncul euforia karena saya merasa menemukan jawaban-jawaban yang selama ini menjadi pertanyaan seperti bagaimana membuat kelas menjadi menarik? bagaimana mempertahankan mood anak-anak selama pembelajaran? bagaimana memotivasi anak-anak supaya konsisten dalam belajar? dan pertanyaan lainnya. Tentunya bab yang membahas bagaimana menjaga kestabilan mental saya sendiri sebagai guru saat menghadapi tingkah pola anak-anak di kelas tidak luput dari pencarian saya di buku-buku tersebut.
Memang, memulai sesuatu yang baru setelah sekian lama saya terkungkung dengan pola pikir dan bertindak yang itu-itu saja sangatlah sulit. Sering saya sendiri yang menciptakan ketakutan dan kekhawatiran di hati, belum-belum sudah membayangkan pasti anak-anak tidak akan tertarik dengan hal baru yang akan saya berikan. Itulah yang saya rasakan selama ini. Terlalu banyak pertimbangan menyebabkan saya tidak segera memulai apa yang sudah ditulis para master pendidikan tadi.Â
Alasan fasilitas belajar di kelas kurang memadai, kemampuan tiap anak yang berbeda, takut tidak bisa mengendalikan anak-anak di kelas, dan alasan-alasan lain yang tidak jelas seharusnya sudah saya buang jauh-jauh. Alasan-alasan yang terkadang saya benarkan sendiri sehingga "rasa bersalah" di hati karena tidak mempraktikkan apa yang sudah disampaikan para pakar pendidikan tadi sedikit berkurang.
Ada satu konsep menarik di salah satu buku yang saya sebutkan tadi. Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Konsep tersebut mengingatkan saya sebagai guru pada pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama. Bobbi dePorter (2000:35) menegaskan, "Masuki dahulu dunia mereka. Mengapa? Karena tindakan ini akan memberi Anda izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.Â
Bagaimana caranya? Dengan mengaitkan apa yang Anda ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, Anda dapat membawa mereka ke dalam dunia Anda, dan memberi mereka pemahaman Anda mengenai isi dunia ini. Di sinilah kosakata baru, model mental, rumus, dan lain-lain dibeberkan".
Sederhana sebenarnya, hanya butuh membagun jembatan autentik untuk bisa memasuki kehidupan murid.
Selain konsep di atas, masih ada lima prinsip dalam Quantum Teaching.
- Segalanya Berbicara. Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, kertas yang kita bagikan hingga rancangan pembelajaran semuanya mengirimkan pesan tentang belajar.
- Segalanya Bertujuan. Semua yang terjadi dalam pembelajaran dan proses mentransfer ilmu kita kepada murid harus mempunyai tujuan ... semuanya.
- Pengalaman sebelum Pemberian Nama. Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
- Akui Setiap Usaha. Belajar mengandung risiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
- Jika layak Dipelajari, maka Layak Pula Dirayakan! Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi positif dengan belajar.
Masih banyak yang harus saya pelajari untuk berproses menjadi guru sejati bagi murid. Ternyata, lamanya mengabdi sebagai guru tidak serta merta menjadikan saya  mengenal dengan baik anak-anak di kelas. Belajar ... belajar ... dan belajar, itulah yang saya lakukan sekarang.