Mohon tunggu...
Siti Uswatun Khasanah
Siti Uswatun Khasanah Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Kajain Sastra dan Budaya Universitas Airlangga

Suka Makan dan Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potret Perempuan Film Cinderella (2015) dan Cinderella (2021): Kajian Sastra Bandingan

4 Juli 2024   12:16 Diperbarui: 4 Juli 2024   12:22 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai cerita yang masuk katagori cerita dongeng anak, sudah seharusnya cerita anak tidak menempatkan perempuan pada posisi subordinat. Mengapa bacaan sastra anak penting memperhatikan nilai-nilai adil gender? Sebab sastra anak memegang peranan penting dalam membentuk persepsi dunia mereka, pesan yang terkandung di dalam cerita menjadi penting mengingat anak belajar tentang nilai-nilai dan kepercayaan dalam budaya mereka melalui cerita dan dongeng. Tak hanya itu, pesan-pesan yang terungkap melalui representasi tokoh laki-laki dan perempuan dalam bacaan anak turut berkontribusi dalam membentuk pandangan tentang makna menjadi seorang anak laki-laki, anak perempuan, pria, atau wanita. Identitas dan kepercayaan diri anak-anak dapat dipengaruhi oleh penggambaran negatif tentang gender mereka, apalagi anak adalah seorang peniru ulung apa yang ia lihat dan dan ia dengar.

Jika kita menilik ke belakang, cerita-cerita seperti Cindelaras, Ande-ande Lumut, Bawang Merah Bawang Putih, Danau Toba, Timun Emas, Snow White, Little Mermaid, Beauty and The Best dan Putri Tidur yang hingga hari ini masih menjadi bacaan yang digemari anak-anak khususnya di jenjang Sekolah Dasar (SD). Kepopuleran tersebut juga dibuktikan dengan banyaknya toko buku online maupun offline yang menyediakan cerita tersebut. Dalam pengamatan saya, cerita yang masuk dalam seri cerita rakyat nusantara diterbitkan setiap tahunnya dan terjual ratusan eksemplar di beberapa marketplace online. Selain banyaknya jumlah buku yang dicetak, anak-anak juga mendengar cerita popular dari guru sekolah dan cerita secara turun temurun sehingga diyakini kebenarannya, sehingga upaya mengevaluasi bacaan anak menjadi penting dilakukan oleh orang tua, pemerintah dan guru-guru di sekolah. Jangan sampai bacaan yang kita anggap memiliki pesan moral justru berkontribusi dalam melanggengkan budaya patriarki dan sikap memandang rendah perempuan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun