Dalam perkembangannya, sebagaimana halnya dengan negara-negara lain, sistem perpajakan di Indonesia juga menghadapi tantangan di era globalisasi ini berupa perkembangan teknologi yang sedemikian pesat. Hal ini mengisyaratkan bahwa baik wajib pajak maupun DJP sebagai pengelola administrasi perpajakan mau tidak mau harus mengikuti perkembangan tersebut. Bagi wajib pajak, teknologi dapat mempermudah pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan mereka tanpa memerlukan biaya yang tinggi. Sementara bagi otoritas pajak, teknologi dapat menjadi salah satu sarana untuk memangkas biaya administrasi, mengurangi ketidakpatuhan wajib pajak, memberdayakan sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan pelayanan/pengawasan perpajakan, dan memberikan sudut pandang yang lebih baik mengenai otoritas pajak di masa mendatang sehubungan dengan perkembangan ekonomi dan budaya masyarakat.
Dalam sistem administrasi perpajakan modern, diharapkan otoritas pajak secara proaktif memfasilitasi kepatuhan wajib pajak dengan menyederhanakan proses, memberikan informasi, memberikan edukasi dan dukungan pada wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Kemajuan era digital secara cepat dapat mengubah bentuk interaksi antara fiskus dengan wajib pajak. Dalam rangka efisiensi, penggunaan sarana digital dapat mengurangi interaksi langsung antara fiskus dengan wajib pajak. Namun demikian mengingat sebagian besar para pelaku ekonomi UMKM di Indonesia adalah masyarakat umum yang tidak menempuh pendidikan tinggi, maka boleh jadi mereka tidak cukup percaya diri untuk memanfaatkan teknologi komputer terkait pemenuhan kewajiban perpajakannya melalui sistem secara daring. Di sini lah peran DJP sebagai otoritas pajak untuk memberikan edukasi kepada wajib pajak dalam bahasa yang mudah dipahami mengenai berbagai informasi, kemudahan dan kelebihan serta tata cara mengakses fitur-fitur yang tersedia dalam layanan daring DJP sehingga wajib pajak terdorong untuk memanfaatkannya.
Seiring dengan reformasi administrasi perpajakan yang sedang dilakukan, dalam Renstra DJP 2020-2024 disebutkan bahwa DJP sedang melakukan perbaikan teknologi informasi melalui pengembangan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Core Tax System/CoTS). Core Tax System merupakan pusat sistem perpajakan yang menyimpan data administrasi perpajakan dan memberikan dukungan teknologi untuk semua fungsi administrasi perpajakan, pemrosesan/validasi data wajib pajak, pemeliharan akun wajib pajak, menjadi sarana untuk mengawasi wajib pajak nakal, memuat data upaya hukum yang dilakukan wajib pajak secara otomatis serta memberikan akses kepada fiskus mengenai informasi wajib pajak sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak
Dengan digitalisasi data administrasi perpajakan, fiskus diharapkan dapat memperoleh data dan informasi secara waktu nyata serta dapat menentukan langkah lebih lanjut untuk menekan resiko ketidakpatuhan wajib pajak. Pada saat wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara daring dapat diartikan bahwa wajib pajak telah membentuk data permanen yang siap digunakan oleh fiskus maupun wajib pajak yang bersangkutan di masa yang akan datang. Dengan dikembangkannya Core Tax System oleh DJP diharapkan dapat mendorong upaya DJP untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dengan memanfaatkan teknologi sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Core tax administration system memberikan berbagai manfaat dalam sistem administrasi perpajakan di Indonesia. Dari sisi Wajib Pajak, core tax administration system memberikan manfaat dari adanya akun wajib pajak pada portal DJP yang dapat digunakan Wajib Pajak untuk memperoleh berbagai layanan digital yang berkualitas, menurunkan potensi sengketa, dan menurunkan biaya kepatuhan. Sementara itu, dari sisi DJP, penerapan core tax administration system ini akan memudahkan fiskus untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan analisis risiko Wajib Pajak.
Secara keseluruhan, core tax administration system dipercaya dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak seiring dengan semakin baiknya administrasi perpajakan. Penyempurnaan administrasi tersebut pun diharapkan dapat meningkatkan penerimaan perpajakan. Yang tidak kalah penting, penerapan core tax administration system diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas, kredibilitas, transparansi, dan kepercayaan publik pada administrasi perpajakan di Indonesia.
Disamping berbagai manfaat yang ditawarkan, penerapan core tax administration system masih dihadapkan pada beberapa tantangan. Untuk mengimplementasikan, mengelola, dan menggunakan core tax administration system, diperlukan sumber daya manusia yang capable baik dari sisi, DJP maupun dari sisi Wajib Pajak. Dengan penerapan sistem baru ini, dibutuhkan berbagai edukasi, dan sosialisasi kepada Wajib Pajak. Selain itu juga diperlukan pelatihan kepada fiskus agar dapat memberikan pelayanan dan edukasi yang maksimal kepada Wajib Pajak.
Selain itu, penerapan core tax administration system yang berbasis digital ini menimbulkan risiko kejahatan siber berupa peretasan, pencurian data, dan/atau serangan siber yang menyebabkan kerusakan pada sistem. Maka dari itu, DJP harus dapat menjamin keamanan data, informasi dan sistem itu sendiri. Terakhir, core tax administration system yang berbasis digital ini mungkin belum dapat menjangkau semua Wajib Pajak di Indonesia, terutama wajib pajak yang berada di daerah 3T yang masih belum terjangkau akses internet. Oleh karena itu, DJP juga harus menyediakan solusi bagi Wajib Pajak tersebut agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya.
Terdapat tantangan Core tax administration system antara lain:
1. Kurangnya Literasi Digital, Tidak semua wajib pajak memiliki tingkat literasi digital yang sama. Penggunaan sistem online yang kompleks bisa menjadi kendala bagi mereka yang kurang familiar dengan teknologi.Â
2. Keterbatasan Infrastruktur, Akses internet yang tidak merata, terutama di daerah-daerah terpencil, menjadi kendala dalam pemanfaatan Coretax secara optimal. Kualitas koneksi yang lambat juga dapat menghambat proses input data dan pengiriman laporan.