Sudah hampir satu bulan UU HPP No 7 Tahun 2021 telah di sahkan pemerintah pada tanggal 29 Oktober 2021. Dan masih sangat banyak yang belum tau mekanisme-mekanisme baru apa terkait UU HPP ini. Pemerintah dan instansi terkait perlu melakukan sosialisasi menyeluruh  untuk dapat memberikan edukasi-edukasi baik kepada wajib pajak yang sudah terdaftar maupun masyarakat luas yang belum pernah mencicipi yang namanya pajak.
Sedikit memberikan informasi berdasarkan pemahaman penulis tentang apa itu UU HPP. Namanya UU HPP kepanjangan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Harmonisasi artinya selaras, jadi UU HPP ini merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat dalam rangka upaya untuk mencapai keselarasan dan keserasian asas dan sistem hukum.Â
Di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, melibatkan beberapa perubahan aspek pajak yang di atur antara lain, Ketentuan Umum dan Tata Cara Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, Cukai, dan Peralihan.
Tujuan disahkannya UU HPP oleh pemerintah antara lain :
- Meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian
- Mengoptimalkan penerimaan negara
- Mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum
- Melaksanakan reformasi adminsitrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak
- Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak
Kita semua tau pandemi covid-19 memporak-porandakan perekonomian dunia, bukan hanya Indonesia. Gelombang PHK tinggi, pendapatan sektor pariwisata menurun drastis bahkan mati, dan perekonomian anjlok. Banyak usaha yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan pandemi covid-19, antara lain penambahan anggaran untuk kesehatan dan perlindungan sosial melalui vaksinasi, anggaran kartu prakerja, bantuan UMKM dan BLT. Salah satu sumber dana yang digunakan untuk anggaran tersebut adalah dari penerimaan pajak. untuk itu diperlukan jurus-jurus pemulihan ekonomi secara cepat dan tepat, salah satunya dengan mengesahkan UU HPP.
Ruang lingkup dan pemberlakuan UU HPP sebagai berikut :
1. Perubahan UU PPh  > berlaku tahun pajak 2022
perubahan dalam UU HPP - PPh antara lain :
- pajak atas natura dan/atau kenikmatan, bagi wajib pajak penerima/karyawan natura non taxable dan bagi pemberi kerja dapat dibiayakan (deductible)
- tarif PPh Orang pribadi
0 - Rp 60Jt       = 5%
>Rp 60Jt - 250Jt  = 15%
>Rp 250Jt -500Jt = 25%
> Rp 500Jt - 5M Â Â = 30%
> Rp 5M Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â = 35% - Tarif PPh Badan, ditetapkan tetap 22%, yang berlaku untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya.
- Batasan peredaran bruto bagi OP pengusaha dengan peredaran bruto tertentu (WP OP PP23), dengan peredaran bruto sampai Rp 500 Juta setahun tidak dikenai PPh
- Penambahan objek PPh Final Pasal 4 ayat 2 yaitu Penghasilan bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang.
- Penyesuaian penyusutan dan amortisasi, yaitu memberikan pilihan kepada WP dalam membebankan biaya penyusutan atau amortisasi yang mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya
2. Perubahan UU PPN > berlaku mulai 1 April 2022
perubahan dalam UU HPP - PPN antara lain :
- Makanan minuman resto dan sejenisnya merupakan Non-BKP, melainkan objek PDRD
- Emas batangan yang Non-BKP hanya untuk kepentingan cadangan devisa negara
- Jasa yang Non-JKP antara lain jasa keagamaan, pelayanan pemerintah, kesenian dan hiburan, perhotelan, parkir, boga atau katering.
- Tarif PPN 11 % mulai 1 April 2022
3. UU KUP > berlaku mulai tanggal diundangkan
perubahan dalam UU HPP - KUP antara lain :
- NIK sebagai NPWP Pribadi. NIK adalah identitas kependudukan, NPWP adalah identitas Wajib Pajak. setelah UU HPP disahkan hanya ada 1 identitas yang mana merupakan NIK sekaligus NPWP (integrasi data).Â
- Selain ini, terdapat Perubahan jumlah sanksi pemeriksaan dan sanksi setelah upaya hukum, Kuasa wajib pajak, menambah wewenang penyidik pajak dan perubahan terkait penegakan hukum pidana pajak.
4. Program pengungkapa sukarela (PPS) > berlaku 1 Januari s.d 30 Juni 2022 (6 bulan)
terdiri dari 2 kebijakan :
- Kebijakan I
Subjek WP OP dan Badan Peserta TA
Aset yang belum diungkap saat TA, aset per 31 Desember 2015
Tarif 11% (deklarasi LN), 8%(aset LN repatriasi dan aset DN), 6% (aset LN repatriasi dan aset DN yang di investasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy) - Kebijakan II
Subjek WP OP
Aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan SPT Tahunan 2020
Tarif 18% (deklarasi LN), 14%(aset LN repatriasi dan aset DN), 12% (aset LN repatriasi dan aset DN yang di investasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy)
5. Pajak Karbon > berlaku mulai 1 April 2022
- dikenakan atas pembelian mengandung karbon atau aktivitas mengandung emisi karbon
- Tarif pajak karbon Rp 30,- per kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e)
- Implementasi pertama kali untuk WP Badan yang bergerak dalam bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara
6. Perubahan UU Cukai > berlaku mulai tanggal diundangkan
perubahan dalam UU HPP - Cukai antara lain :
- penambahan barang kena cukai hasil tembakau berupa rokok elektrik
- WP diberi kesempatan mengembalikan kerugian dengan membayar sanksi, saat penelitian 3x nilai cukai yang harus dibayar dan saat penyidikan 4x nilai cukai yang harus dibayar
Besar harapan kita semua adanya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Â asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan dan kepentingan nasional dapat terwujud. Dengan UU HPP ini diharapkan dapat mengejar dan meningkatkan penerimaan pajak negara dan mewujudkan stabilitas keuangan negara guna membiayai pembangunan nasional untuk masyarakat indonesia yang adil dan makmur sesuai dengan pembukaan UUD 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H