Literasi dapat dimaknai sebagai kemampuan memahami, menggunakan, dan merespons informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Sejalan dengan hal tersebut kemampuan literasi seseorang berkaitan dengan penggunaan teknologi untuk menyelesaikan masalah, membuka ruang kolaborasi, dan mempresentasikan informasi dari berbagai media dan teks. Dengan demikian, literasi menjadi modal di masa kini dan masa depan (Pilgrim & Elda, 2013; Wagner, 2018).
Literasi penting dibudayakan agar masyarakat lebih bijak dalam memanfaatkan informasi serta mandiri dalam memilah memilih data dan informasi yang bermanfaat. Tentu hal ini menegaskan bahwa literasi menjadi hal yang penting untuk dikuatkan di setiap jenjang pendidikan. Termasuk dalam jenjang pendidikan anak usia dini. Progam literasi perlu dibudayakan mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini, mengingat siswa pada usia PAUD berada pada masa golden age.
Masa keemasan (golden age) seorang anak merupakan masa paling penting bagi pembentukan pengetahuan dan prilaku anak anak. selain itu pada masa ini anak juga mengalami pesatnya perkembangan baik fisik motorik maupun afektifnya. Di usia dini merupakan masa “golden age” dimana anak memiliki kesempatan emas untuk mempelajari sesuatu. Pada masa ini, anak memiliki daya ingat yang kuat. Anak memiliki “rekaman” atau daya ingat yang kuat karena kondisi kepribadian relatif belum matang sehingga mudah larut dalam kebiasaan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (Sumaryanti, 2018). Oleh karena itu sangat penting pembudayaan literasi yang dimulai sejak dini.
Faktanya dilapangan, masih banyak kegiatan literasi yang belum terlaksana dengan maskimal. Berbagai hal yang menjadi penghambat gerakan literasi mulai dari ketersediaan buku bacaan ramah anak, kesiapan sarana dan prasarana, sumberdaya pelaksana yang belum siap, dan juga masih kurangnya dukungan masyarakat maupun orang tua dalam penyediaan fasilitas literasi bagi anaknya.
Salah satu upaya guna pengembangan literasi anak usia PAUD yaitu dengan kegiatan mendongeng (Storytelling). Mendongeng adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, suatu kejadian atau cerita yang disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Bachri, 2005). Mendongeng merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan karena Indonesia memiliki puluhan bahkan ratusan cerita rakyat yang dapat diangkat melalui kegiatan berdongeng.
Kegiatan mendongeng dapat diimplementasikan di kelas dengan cara, guru mengalokasikan satu waktu tertentu dalam satu minggu khusus untuk kegiatan mendongeng selama kurang lebih 10-15 menit. Guru menyiapkan paling tidak 5 judul dongeng pada saat kegiatan mendongeng dilakukan. Kemudian anak-anak diajak duduk bersama dengan melingkar atau membentuk huruf U. Lalu guru mengajak diskusi dengan siswa mengenai aturan main dalam kegiatan dongeng. Setelah disepakati apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan guru memberikan pilihan kepada siswa dongeng apa yang hendak dibawakan. Dengan pelibatan ini diharapkan siswa lebih terstimulasi dan tertarik karena dongen yang dibawakan sesuai dengan minat mereka. Setelah menyepakati dongeng apa yang dibawakan, guru mulai bercerita membawakan dongeng. Anak-anak diminta menyimak dan memirsa dengan seksama.
Dalam pelaksanaan kegiatan mendongeng guru dapat membawa properti seperti buku dongeng, media wayang karton, boneka jari, boneka tangan, atau gambar sebagai stimultan tambahan. Penggunaan media pembelajaran akan dapat memusatkan perhatian siswa (Setiawan et al, 2022). Selain itu kegiatan mendongeng akan lebih hidup dan menarik perhatian siswa, sehingga siswa mengikuti alur cerita dengan seksama.
Diakhir sesi, siswa diajak berbincang tentang dongeng yang dibawakan. Siswa diminta menyampaikan apa saja isi dari dongeng, siapa tokohnya, bagaimana jalan cerita, serta apa hal yang menarik bagi mereka. Selain itu nilai-nilai apa saja yang boleh dan tidak boleh ditiru juga disampaikan oleh guru pasa siswa. Pada saat iniliah anak dilatih untuk berai berpendapat dan berpikir kritis.
Hal ini sesuai dengan pendapat Priyono (2001) bahwa mendongeng tidak sekedar menghibur, namun bertujuan untuk;(1) Merangsang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasia nak secara wajar; (2) mengembangkan daya penalaran sikap kritis dan kreatif; (3) Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa; (4) Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang buruk dan tidak perlu di contoh; dan (5) Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak.
Selain bercerita ulang, anak juga dapat diajak untuk membuat karya berbasis dongeng yang baru disimaknya. Misal karya gambar, meawarnai, menulis ulang nama tokoh/sifat terpuji, dll. Hal ini akan semakin memperkaya makna dongeng sebagai penguatan lingkungan karya literasi di PAUD.
Budaya literasi dengan metode membaca dongeng merupakan upaya para guru untuk membantu anak usia dini dalam mengembangkan potensi diri dan mengajarkan pengalaman kehidupan karena pada masa “golden age” anak berkembang secara imitasi (Sumaryanti, 2018). Maksud dari imitasi tersebut adalah tindakan sosial seorang anak yang meniru sikap, tindakan, tingkah laku, atau penampilan fisik dari tokoh di dalam dongeng.
Berdasar pemaparan di atas, pengayaan lingkungan kaya literasi dapat mempertimbangkan mendongen sebagai salah satu bentuk kegiatannya. Selain memiliki banyak kelebihan, mendongeng juga merupakan hal yang dekat dan lekat dengan budaya kita sebagai warga Indonesai. Selain penguatan literasi dan numerasi, kecintaan anak terhadap budaya asli Indonesia juga dapat diatanamkan semenjak dini.
Daftar Pustaka
Sumaryanti, L. (2018). Membudayakan Literasi Pada Anak Usia Dini Dengan Metode Mendongeng. Al-Asasiyya: Journal Of Basic Education, 3(1), 117-125. doi:https://doi.org/10.24269/ajbe.v3i1.1332.
Bachri, S. B. (2005). Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud.
Pilgrim, J.and Elda E. M. (2013). Defining Literacy in the 21st Century: A Guide to Terminology and Skills. Texas Journal of Literacy Education. 1 (1), 60-69.
Priyono, K. (2001). Terampil Mendongeng. Jakarta: PT Grasindo.
Setiawan, H., Saputra, H. H., Hakim, M., Ermiana, I., & Umar, U. (2022). Pengembangan Media Pembelajaran Gurita Kata Berbasis Karakter Pada Materi Menulis Puisi Kelas IV Sekolah Dasar. Briliant: Jurnal Riset dan Konseptual, 7(1), 79-92.
Wagner, Daniel A. (2016). Learning, Literacy and Sustainable Development: Inclusion, Vulnerability and the SDGs in Children and Sustainable Development: A Challenge for Education. Rome: Pontifical Academy of Sciences (Vatican), 1-21.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H