Mohon tunggu...
Siti Hartinah
Siti Hartinah Mohon Tunggu... Lainnya - Human

Seorang pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengkhianat Rasa

12 Desember 2020   10:57 Diperbarui: 12 Desember 2020   11:09 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            

 "Ayo Pak, Cepat! Aku tunggu di sana, ya." Kataku. Bergerak cepat mencapai gerbang biru muda yang tidak terlalu tinggi. Bunyi derit menandakan telah memuainya besi karena cuaca panas yang menerpa negeri.

            "Aku datang..." Ucapku ceria.

            "Ucap salam dulu saat masuk rumah." Peringat Ibu panti merangkul pundakku. Menggiring masuk menemui teman-teman yang sudah menunggu.

            Angin menggoyangkan rok plisket yang aku kenakan. Butiran debu singgah pada sepatu saat sampai di lapangan. Diiringi suara riuh yang menyambut pendengaran.

            Anak-anak sedang bertanding voli di siang terik. Peluh membanjiri tubuh tak melunturkan kebahagiaan di wajah masing-masing. Di restock teriakan dukungan dari pinggir lapangan menambah kobaran semangat pada tiap regu.

            "Anak-anak coba lihat siapa yang datang." Teriak Ibu panti.

            Aku melambaikan kedua tanganku. Tersenyum sumringah. Mereka berhambur menghampiriku. Tentunya dengan sorakan tak kalah hebohnya dari tadi. Dan saat itu aku merasa duniaku hidup lagi.

            Pak sopir jalan terseok membawa banyak bingkisan. Aku terkekeh, "Maaf, Pak." Ia mengangguk, lalu membantuku memberikan pada mereka satu-persatu. Bahkan sampai tersisa.

            Mereka menarikku ke tengah lapangan. Menyatu membentuk kerumunan kembali. "Jangan terlalu capek, Mbak." Pak Sopir mengingatkan. Aku hanya mengangguk. Beliau diberi mandat oleh orang tuaku. Berangkat sehat, pulang juga harus selamat.

            Bola tiga warna itu sudah dilemparkan ke arahku. Tanganku menangkapnya dengan tanggap. Berjalan ke ujung lapangan melakukan servis sebagai tanda permainan akan segera dimulai. Kehebohan menggema di tempat sederhana ini. Masih hebat, servis-ku tak bisa mereka tangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun