Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... Guru - Bunda Fatim

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sang Guru Idola

14 Februari 2021   17:07 Diperbarui: 14 Februari 2021   17:50 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingatkah dengan kisah hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima oleh bom Amerika di Jepang. Jutaan korban meninggal. Melihat kejadian itu Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jendral masih hidup dan menanyakannya kepada mereka, "Berapa jumlah guru yang tersisa?".

Kaisar Hirohito sangat terpukul dan kembali berkata, "Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam persenjataan  dan strategi perang. Tapi kita tidak tahu bagaimana membuat bom sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kerajaan ini, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan."

Sungguh luar biasa apa yang telah disampaikan oleh kaisar Hirohito. Semua ucapannya mengandung makna yang sangat dalam. Begitu berartinya kehadiran sosok guru dalam sebuah negara. Pendidikan salah satu adalah pondasi suatu negara. Tanpa guru sebuah negara akan lumpuh. Karena gurulah yang mencetak generasi baru yang handal di segala sektor melalui pendidikan yang berkualitas.   

Berbicara tentang sosok seorang guru di mata dunia, di mata orang-orang sukses, di mata orang-orang pandai, mereka pasti sepakat mengatakan bahwa tak ada pahlawan yang lebih berjasa bagi mereka selain guru. Jika berbicara tentang guru maka otomatis berbicara pula tentang masa depan suatu negara, Jika  guru itu baik dan berkualitas maka dapat disimpulkan bahwa generasi-generasi yang baik akan lahir untuk memajukan negaranya. Dunia tanpa guru, gelap bagaikan tanpa cahaya.

Masa paling indah adalah masa sekolah. Masa dimana kita mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Kenangan yang membahagiakan ataupun menyedihkan campur aduk di sana. Perjalanan karir saya tidaklah semulus mimpi. Saya harus jatuh bangun untuk mencapainya. Semua berkat motivasi dari orang-orang berarti bagi hidup saya. Salah satunya adalah sang guru.

Guru merupakan sosok yang hebat tanpa pamrih. Beliau memberikan semua ilmunya, serta membimbing dengan penuh kasih sayang. Guru adalah orang tua saya  di sekolah. Karena semua jasa beliaulah saat ini saya berhasil menjadi ASN. Ketulusan hati guru membawa saya menjadi manusia yang selalu mawas diri, cerdas, cerdik, rendah hati, murah hati, pantang menyerah, tanggung jawab.

Waktu pun berjalan tanpa terasa, enam tahun sudah saya belajar di SDN Tunggal Pager II Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto. Sayapun masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya. MTsN Mojosari adalah tujuan perjalanan pendidikan saya. 

Saat itu saya kurang paham mengapa saya disekolahkan orang tua ke madrasah tersebut. Yang saya ingat orang tua tercinta ingin menjadikan saya belajar tidak hanya ilmu dunia namun harus belajar ilmu akhirat juga.  Jika kita terjemahkan maksud orang tua adalah belajar harus seimbang antara agama dan dunia. Orang bisa saja hebat namun tanpa dasar akhlak dan iman yang kuat tumbanglah ia karena tenggelam oleh nafsu duniawi.

Dalam perjalanan belajar, akhirnya saya menemukan sosok guru yang mampu menginspirasi sampai saat ini. Beliau sangat luar biasa dimata saya. Namanya bapak Wahyudi, beliau mengajar mata pelajaran yang saat itu dianggap momok oleh hampir semua siswa. Yah mata pelajaran matematika. Saya tidak tahu apa yang spesial dari beliau saat itu. Namun saya sangat senang jika pak Yudi mengajar.

Usianya sudah cukup tua saat itu, sekitar 55 tahun. Terlihat di sana-sini tampak kerutan di wajahnya. Badannya kecil namun suaranya keras sehingga siswa yang diajar oleh beliau tidak mungkin ngantuk. Jika sampai ngantuk pasti sedang ada masalah dengan pendengarannya. Beliau bagi sangat istimewa. Jika menjelaskan materi sangat jelas dan runtut sekali. Yang masih saya ingat, beliau jika mengajar tidak pernah membawa buku satu pun. Seolah semua materi tentang matematika sudah terekam dalam otak beliau.

Mungkin jika saat ini dikatakan guru yang belum benar mengajar. Guru mengajar harus sudah lengkap dengan ugo rampenya (perlengkapannya), yakni perangkat mengajar. RPP, silabus, prota, promes, penilaian, metode, pendekatan dan masih banyak lainnya. Alhmadilillah zaman telah merubah, guru tidak lagi disibukkan harus nenteng perangkat jika mau pengajar. Cukup dengan gawai cerdasnya, guru sudah mampu menyelesaikan semua tugasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun