Mohon tunggu...
Siti Luluul Bahiyyah
Siti Luluul Bahiyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana ; NIM : 55520110046

Life doesn't have to be perfect to be wonderful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 Prof Dr Apollo: Mengenal Skema Penghindaran Pajak dalam Tax Haven Country

10 November 2021   00:31 Diperbarui: 10 November 2021   01:01 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenal Skema Penghindaran Pajak dalam Tax Haven Country

Pada tahun 1894 banyak Wajib Pajak Inggris yang berupaya menghindari pajak dengan cara memindahkan kekayaannya ke negara lain dari sanalah muncul sebuah istilah tax haven yang dimuat dalam majalah The Times. Seiring berjalannya waktu pasca perang dunia pertama munculah tempat tax haven yang diakibatkan krisis ekonomi oleh banyak negara. Sebab negara-negara tersebut banyak menaikkan tarif pajak yang tinggi dalam upaya melakukan restorasi nasional. Pasca krisis perang dunia pertama, lahirlah tempat suaka pajak yaitu Swiss yang mencakup Jenewa, Basel, dan Zurich.

Mengenai tax haven dalam regulasi kita diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pada Pasal 18 ayat (3c) tax haven adalah “negara yang memberikan perlindungan pajak”. Sementara dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 tax haven memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Negara yang tidak memungut pajak, atau (b) memungut pajak lebih rendah dari Indonesia. Lebih lanjut tax haven menurut OECD kriteria umum yang dikenal oleh masyarakat internasional adalah : (1) tidak terdapat pungutan pajak atau pungutan pajak dalam nominal tertentu (tidak berpatokan pada persentase), (2) tidak ada atau tidak efektifnya mekanisme exchange of information, (3) tidak adanya transparansi dalam administrasi pajak, atau (4) adanya kebijakan ring fencing (adanya perbedaan perlakuan perpajakan bagi resident dan non-resident).

Dokpri Lulu
Dokpri Lulu

Dalam jurnal Hines (2005) tax haven merupakan sebuah cara untuk menarik investor asing dengan menawarkan pajak rendah, dan/atau tidak ada pajak sama sekali pada wilayah tersebut. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan dapat menarik Investor asing untuk menyimpan dan mengedarkan uangnya ke wilayah atau negara tax haven dibandingkan harus kehilangan uang mereka karena pajak yang tinggi jika tetap menyimpan uang di negara asalnya. Pola perilaku tersebut disebut skema tax avoidance. Namun apabila skema tax avoidance dilakukan dengan tujuan hanya untuk menghindari pajak yaitu tidak memiliki tujuan bisnis yang sehat, maka skema tax avoidance dapat menjadi tax evasion. Hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa negara mengatur tax haven pada negaranya untuk memiliki tujuan yang jelas dan berakibat tax evasion apabila melanggar. Selain itu, adanya transaksi pada perusahaan yang berulang, perusahaan mencoba mendapatkan kesempatan fasilitas pajak yang mana perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat mendapatkan fasilitas tersebut, maka dapat menjadi tax evasion.

Dokpri Lulu
Dokpri Lulu

Tax Justice Network menerbitkan laporan CTHI (Corporate Tax Haven Index) dalam kurun waktu dua tahun sekali yang mana pada tahun 2021, terdapat beberapa negara atau yurisdiksi suaka pajak yang diurutkan berdasarkan seberapa agresif dan luas negara-negara tersebut membantu perusahaan multinasional di dunia dalam upayanya menghindari pajak di wilayahnya. Pada laporan tersebut, CTHI menggunakan dua indikator. Pertama, CTHI menggunakan 20 indikator dalam hal pajak yang mencari tahu tingkat agresif dari kebijakan atau aturan yang diterapkan suaka pajak di satu wilayah yurisdiksi. Kedua, mengukur perusahaan-perusahaan yang memiliki aktivitas investasi sebagai proxy besaran pengalihan laba melalui bobot skala global. Hasil dari indikator tersebut, terdapat 70 negara atau yurisdiksi tax haven dimana negara-negara eropa dan wilayah teritorial Inggris baik wilayah perairan maupun commonwealth merupakan negara yang mendominasi. Diantaranya 32 negara di Eropa, 12 wilayah inggris, 10 negara di benua Amerika, 9 negara di Afrika dan 7 negara di Asia. British Virgin Island menjadi yang pertama kemudian secara berurut ditempati Kepulauan Cayman, Bermuda, Belanda, Swiss, Luksemburg, Hongkong, Jersey, Singapura, dan Uni Emirat Arab. Dutch Sandwich merupakan salah satu contoh aturan negara yang berasal dari Belanda sebagai negara yang mendukung suaka pajak. Hal tersebut dibuktikan sebuah perusahaan dibebaskan dalam membayar pajak terhadap pembayaran royalti dan bunga dalam hal pendirian special purpose vehicle (SPV).

Slemrod (2004) dan Slemrod dan Yitzhaki (2002) dalam Hanlon dan Heitzman (2010) memberikan pandangannya terkait agresivitas pajak (tax aggressiveness) adalah pelaporan pajak agresif yaitu berbagai transaksi yang bertujuan untuk menurunkan kewajiban pajak tanpa adanya tanggapan dari perusahaan dan dapat dikatakan bagian dari upaya penghindaran pajak secara umum. Sehingga dapat disimpulkan, unacceptable tax avoidance atau tax aggressiveness ini lebih cenderung pada penggelapan pajak (tax evasion). Hal tersebut membagi skema penghindaran pajak pada beberapa negara menjadi penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance). Unacceptable tax avoidance dapat disebut juga aggressive tax planning.

Kasus Lionel Messi pada tahun 2007 dan 2009 yang mana melakukan penggelapan dan penipuan pajak di Spanyol sebesar £4 juta lalu mendapatkan denda sebesar £2 juta. Hal tersebut disebabkan oleh tarif pajak penghasilan yang tinggi di Spanyol, menyebabkan para Wajib Pajak yang memiliki penghasilan besar memalsukan jumlah atau mengalihkan harta penghasilannya. Kasus Lionel Messi dan beberapa Wajib Pajak di Spanyol tersebut merupakan contoh dari salah satu bentuk unacceptable tax avoidance atau tax aggressiveness yang mana korporasi melakukan pencurian terhadap besaran pajak terutang yang harus dibayar akibat tingginya tarif pajak pada wilayah tersebut.

Landasan Teori

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun