Mohon tunggu...
Siti Dewani
Siti Dewani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi - Universitas Mercu Buana

Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si. Ak., Nama: Siti Dewani, NIM: 55522120009, Mata Kuliah: Manajemen Pajak, Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 15_Diskursus Kritik Pajak Perjuangan Ideologi Samin Surosentiko

14 Januari 2024   18:55 Diperbarui: 14 Januari 2024   21:50 3791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic3 - Kegiatan Wanita di Masyarakat Saminisme

Kritik Pajak Perjuangan Ideologi Samin Surosentiko

Maraknya berita-berita gaya hidup mewah pejabat pajak di media sosial memunculkan sikap antipati dan ajakan masyarakat untuk penolakan membayar pajak. Hal ini karena mereka kecewa karena uang pajak yang dibayarkan untuk pembangunan pemerintah tidak terima digunakan untuk mensubsidi gaya hidup mewah para pejabat pajak yang memamerkan kekayaannya. Menyadari memang gaji pejabat - pejabat pajak melebihi dari rata- rata tapi tidak menuntup kemungkinan bahwa terdapat menyalahgunaan dana pajak untuk kemewahan hidup oknum - oknum pajak. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa kasus penggelapan pajak, berdasarkan jejak digital kasus tersebut diantaranya yaitu :

BBC News Indonesia - Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menetapkan Rafael Alun Trisambodo (RAT) sebagai tersangka. Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam bukti permulaan awal, penyidik menemukan bukti uang gratifikasi yang diterima RAT sebesar US$90.000 (Rp1,3 miliar) yang diterima melalui PT AME. Pemeriksa juga telah menggeledah rumah RAT di kawasan Simprug, Jakarta Selatan dan menemukan sejumlah barang berharga dan uang tunai. dan juga ditemukan Rp3,2 miliar yang disimpan di dalam safety deposit box di salah satu bank dalam mata uang rupiah, dollar AS, dollar Singapura, dan Euro. Nama RAT muncul ke permukaan setelah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya, Mario Dandy Satrio, kemudian menjadi sorotan di media sosial. Belakangan harta kekayaannya juga disorot.

Jakarta, CNN Indonesia - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono menjadi pejabat kedua yang ditahan buntut pamer kekayaan (flexing) di media sosial. Awalnya, Andhi diselidiki oleh KPK setelah menjadi sorotan karena aset kekayaannya dianggap tidak sesuai dengan profil, kerap pamer kemewahan di media sosial, termasuk foto jalan-jalan keluarganya ke luar negeri dengan tiket first class. "AP merupakan tersangka yang terkait dengan pemberitaan yang sempat viral. Yang pertama adalah saudara RAT dan sekarang adalah AP," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers, Jumat (7/7).

Tema Umum TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan upaya pengungkapan transaksi gelap senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih terus berjalan. Salah satu di antaranya yang masih didalami oleh Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), kata Mahfud MD, yaitu kasus impor emas seberat 3,5 ton dengan nilai sebesar Rp 189 triliun.

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap seorang pegawai pajak di Sulawesi Selatan, pada Rabu (10/11/2021).Penangkapan tersebut terkait pengembangan kasus suap pajak yang menjerat mantan Pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji.  "Benar, informasi yang diperoleh Rabu (10/11/2021),oleh tim penyidik KPK menangkap 1 orang pegawai pajak terkait dengan pengembangan perkara dengan dugaan korupsi perpajakan terdakwa Angin Prayitno A," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (11/11/2021).

Jakarta, CNBC Indonesia - KPK menetapkan 2 pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi tersangka kasus suap. Kedua Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pajak itu bernama Yulmanizar dan Febrian yang disangka menerima uang dari merekayasa pemeriksaan pajak sejumlah perusahaan. "Ditetapkannya sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Jakarta, Kamis (9/11/2023). Penetapan tersangka terhadap Yulmanizar dan Febrian merupakan hasil dari pengembangan perkara yang menyeret nama- nama pejabat di Direktorat Jenderal Pajak.

Dari cerminan beberapa kasus diatas dapat berdampak pada menurunnya tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, karena masyarakat merasa kecewa terhadap otoritas pajak yang seharusnya dapat mengolah dana pajak untuk benar - benar kepentingan pembangunan dan kemakmuran raktat sesuai dengan yang diamanatkan dalam undang - undang, bukan untuk digunakan kepentingan pribadi demi kehidupan yang mewah. 

Alih-alih pajak bersifat memaksa yang mana masyarakat dituntut dan di wajibkan untuk membayarnya artinya punya atau tidak punya uang tetap pajak wajib dibayarkan. Atas tindakan oknum - oknum pajak tersebut dapat berdampak pula pada meningkatkan antipati dan ujung-ujungnya memunculkan sikap pembangkangan sipil. 

Otoritas pajak sebagai pemungut pajak, seharusnya tidak melakukan pamer kekayaan pada media sosial dan menghindari gaya hidup mewah. Walaupun masyarakat juga mengetahui bahwa gaji mereka memang sudah di atas rata-rata. Dan para pejabat pajak, juga perlu belajar dari kasus - kasus terdahulu bahwasannya atas ketidakadilan pajak dapat menjadi senjata makan tuan.

Atas gerakan antipati dan penolakan pembayaran pajak, hal ini mengingatkan pada sejarahwan dan tokoh masyarakat dengan ideologinya yang anti pembayaran pajak pada zaman kolonial Belanda yaitu Samin Surosentiko. Samin Surosentiko yang nama aslinya adalah Raden Kohar lahir di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, pada tahun 1859, dan meninggal pada saat diasingkan di Padang pada tahun 1914. Dalam sejarah Samin terjadi ketidakadilan pajak di tengah musim kesulitan ekonomi dan merebaknya wabah memicu kekecewaan publik. Saat itu di Blora, daerah yang kaya akan kayu jati, pada peralihan abad ke 19 dan 20an muncul seorang tokoh bernama Samin Surosentiko. Pengikut ajaran Samin adalah Saminisme. Samin adalah tokoh yang dikenal dengan Sedulur Sikep.

Ajaran Saminisme adalah salah satu kepercayaan yang ada di Indonesia dan ajarannya bukan merupakan ajaran tentang keyakinan atau agama namun lebih mengarah pada kebudayaan leluhur pada umumnya. Salah satu ajaran Saminisme adalah 'menolak' membayar pajak kepada pemerintah kolonial namun tanpa adanya kekerasan dan tanpa menggunakan senjata. Mereka menghindari kekerasan dan melawan dengan cara menolak untuk membayar pajak, karena mereka berpandangan bahwa tanah, air dan tumbuhan adalah milik negaranya sendiri, yang mana seharusnya mereka berhak untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan tanah airnya sendiri dan tidak boleh terkonsentrasi dan dimonopoli oleh suatu pihak dari luar. 

Sanimisme adalah keturunan dari para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan tentang sedulur sikep, dimana mereka mengobarkan semangat perjuangan untuk perlawanan terhadap Belanda tanpa adanya kekerasan. Bentuk pergerakkan yang dilakukan yaitu menolak untuk membayar pajak dan menolak semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu. Sehingga Saminisme seringkali memusingkan dalam pemerintahan Belanda, yang mana sikap tersebut yang hingga saat ini dianggap sangat tradisional oleh kelompok di luarnya.

Saminisme sendiri mulai mengisolasikan diri pada tahun 70-an dan Saminisme baru tahu bahwa Indonesia telah merdeka. Masyarakat Saminisme ini tersebar sampai di beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun penyebaran terbesarnya berada di wilayah Blora dan Bojonegoro, yang mana masing - masing bermukim di perbatasan kedua wilayah tersebut. Jumlah Saminisme tidak banyak dan hanya tinggal di beberapa kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi tersebut.  Saminisme lebih suka disebut wong sikep, Masyarakat di luarannya sering menganggap bahwa mereka adalah kelompok masyarakat yang lugu, sederhana, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan seringkali menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Blora dan Bojonegoro.

Pengikut ajaran Saminisme mempunyai lima ajaran yaitu : tidak sekolah, tidak memakai peci tapi memakai iket kepala, yaitu semacam kain yang diikatkan di kepala seperti halnya orang Jawa terdahulu, tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang dan hanya pakai celana selutut, tidak berdagang dan memanfaatkan dari sumber daya alam yang ada, serta penolakan terhadap tindakan kapitalisme. Penyebaran Saminisme yaitu tersebar pertama kali di daerah Klopoduwur wilayah Blora. Pada 1890 pergerakan Saminisme menyebar di dua desa kawasan hutan Randublatung, Blora. Penyebarannya lantas dengan cepat melalui ke desa-desa lainnya yaitu mulai dari pantai utara Jawa sampai dengan ke seputar hutan yang berada di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan, atau di sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah, Ngawi sebelah utara dan Jawa Timur jika dilihat di peta saat ini.

Pic2 - Pakaian Laki - Laki Masyarakat Saminisme
Pic2 - Pakaian Laki - Laki Masyarakat Saminisme

Pokok ajaran Saminisme adalah sebagai berikut : Agama merupakan senjata atau pegangan dalam hidup, paham Saminisme tidak ada membeda-bedakan agama, oleh karena itu pengikut Saminisme tidak pernah mengingkari atau membenci agama - agama lainnya yang terpenting adalah ajaran kebaikan dalam kehidupan, tidak mengganggu orang lain, tidak bertengkar, tidak suka iri hati, dan tidak mencuri milik orang, bertindak sabar dan tidak sombong. Pada hakikatnya manusia hidup harus memahami kehidupannya karena hidup adalah sama dengan roh leluhur dan hanya hidup sekali serta dibawa abadi selamanya. Menurut pengikut Saminisme, roh orang yang sudah meninggal tidaklah meninggal, namun hanya meninggalkan pakaiannya saja. Bila berbicara harus dapat menjaga mulut, berkata jujur, dan saling hormat - menghormati. Berdagang bagi pengikut Saminisme dilarang karena dalam perdagangan terdapat unsur yang ketidakjujuran. Dan tidak boleh menerima atau memberi sumbangan dalam bentuk uang.

Sebagaimana paham lain yang dipercayai oleh pengikutnya sebagai agama, Saminisme juga mempunyai kitab suci yang disebut Serat Jamus Kalimasada yang terdiri dari beberapa buku, diantaranya adalah Serat Punjer Kawitan, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Lampahing Urip, Serat Jati Sawit dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh pengikut Saminisme. Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati) dituliskan dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu puisi tradisional kesusasteraan Jawa. Dengan mempedoman pada kitab - kitab tersebutlah, Saminisme ingin membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap "Drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren". Dan sebaliknya, Saminisme hendak mewujudkan perintah yaitu "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni."

Meskipun masa penjajahan Belanda telah berakhir, Saminisme tetap menilai pemerintah Indonesia saat itu tetap tidak jujur. Karenanya, ketika menikah mereka tidak mencatatkan  baik di Kantor Urusan Agama (KUA) atau di pencatatan sipil negara. Karena secara umum, perilaku orang Saminisme adalah 'Sikep' yaitu sangat jujur dan polos tetapi kritis. Saminisme tidak mengenal tingkatan dalam bahasa, jadi bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari - hari adalah bahasa Jawa ngoko. Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakanakan tetapi sikap dan perbuatanlah yang perlu ditunjukkan. Pakaian Saminisme berupa baju lengan panjang tanpa ada kerah dan berwarna hitam. Laki-laki menggunakan ikat kepala. Untuk pakaian wanita mengenakan kebaya lengan panjang dan berkain sebatas di bawah lutut atau di atas mata kaki.

Pic3 - Kegiatan Wanita di Masyarakat Saminisme
Pic3 - Kegiatan Wanita di Masyarakat Saminisme

Dalam hal kekerabatan masyarakat Saminisme memiliki persamaan dengan kekerabatan di wilayah Jawa pada umumnya. Sebutan - sebutan dan cara penyebutannya adalah sama, hanya Saminisme tidak mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah keturunan dari kakek atau nenek. Hubungan ketetanggaan baik sesama Saminisme maupun masyarakat di luarannya yang terjalin dengan baik. Dalam menjalin dan melestarikan hubungan diantara kekerabatan masyarakat Saminisme mempunyai tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat salah satu keluarga mengadakan hajat walaupun tempat tinggalnya yang jauh. Saminisme melarang untuk berdusta, iri hati, menyakiti orang lain, berhutang, dalam ajaran saminisme sering di ucapkan bahwa jika tidak mau dikuasai maka jangan menguasai dan jika tidak mau diperintah dan maka jangan memerintah. Ajaran Saminisme juga mendidik apa yg menjadi haknya jangan mengambil hak orang lain.

Pic4 - Rumah Orang Saminisme
Pic4 - Rumah Orang Saminisme

Pernikahan menurut Saminisme sangat penting dan dalam ajarannya pernikahan adalah media untuk mendapatkan keluhuran budi pekerti yang selanjutnya untuk menciptakan "Atmaja (U)Tama" atau anak yang mulia. Dalam ajaran Saminisme pernikahan dari sisi pengantin laki - laki di wajibkan mengucapkan kalimat syahadat, yang berbunyi kurang lebih: "Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama ...... Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua". Sampai saat ini beberpa ajaran kepercayaan yang diajarkan oleh Samin Surosentiko kepada pengikutnya masih dipertahankan oleh Saminisme. Menurut Saminisme pernikahan sudah dianggap sah meskipun yang menikahkan adalah hanya orang tua pengantin. Ajaran perihal pernikahan terdapat dalam tembang Pangkur Saminisme.

Pandangan Saminisme terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan semua sumber daya alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi secara berlebihan. Hal ini sesuai dengan ajaran Saminisme yang hidup dengan sederhana dan tidak berlebihan serta apa adanya. Tanah bagi mereka ibaratnya ibu sendiri, yang mana tanah dapat memberikan penghidupan bagi mereka. Sebagai petani yang masih tradisional maka tanah diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) masyarakat Saminisme hanya mengolah berdasarkan musim yang sedang terjadi yaitu hujan atau kemarau. Masyarakat Saminisme menyadari bahwa sumber daya alam habis atau tidak tergantung pada penggunanya.

Pemukiman dari Saminisme biasanya berkelompok dalam sederetan rumah agar memudahkan untuk melakukan komunikasi. Rumah mereka terbuat dari kayu jati dan juga bamboo dan jarang ditemukan rumah - rumah yang berdinding batu bata atau beton. Bangunan rumah mereka relatif luas dengan bentuk limasan, kampung, atau joglo. Penataan ruangan yang sangat sederhana dan masih terlihat tradisional, terdiri dari ruang tamu yang luas, kamar tidur, dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak berjauhan karena digunakan oleh beberapa keluarga, serta kandang ternak berada di luar, dan biasanya di samping rumah.  Upacara - upacara tradisi yang ada pada masyarakat Saminisme antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat bagi masyarakat Saminisme. Tradisi selamatan atau kendurenan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian, mereka melakukan dengan tradisi secara sederhana.

Jauh dari cara hidup masyarakat Saminisme yang sangat sederhana, dengan perubahan zaman yang telah terjadi saat ini juga tentunya berpengaruh terhadap tradisi masyarakat Saminisme. Mereka saat ini telah menggunakan alat - alat otomotif dalam bertani seperti traktor dan pupuk kimia dalam pertaniannya, serta menggunakan peralatan eletronik dalam rumah tangganya seperti dari plastik, aluminium, dan lain-lain.

Belajar dari ideologi masyarakat Saminisme yang menolak membayar pajak karena terbukti bahwa mereka tidak bergantung kepada pemerintahan kolonial pada saat itu dan berhak untuk mengolah sumber daya alam yang di miliki oleh negaranya sendiri dan dapat hidup secara mandiri. Namun hal ini berbanding terbalik terhadap apa yang telah terjadi pada pemerintahan saat ini khususnya otoritas pajak, dimana pajak merupakan sumber utama pendapatan negara namun karena ulah oknum - oknum pajak tertentu, maka dana pajak disalah gunakan yang seharusnya untuk kepentingan rakyatnya, namun oleh oknum - oknum tertentu di manfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.

Seperti halnya yang terjadi pada baru - baru ini yang sempat viral yaitu kasus RAT yang hanya eselon II itu memiliki nilai harta yang setara dengan pucuk pimpinan Kementerian Keuangan, yang untuk memperolehnya sampai harus menjadi 'TKW' di Bank Dunia. Pola pikir masyarakat memandang bahwa aparatur negara itu gebyah uyah, mengenelasir, seperti halnya pada kasus Gayus yang pangkatnya baru eselon III bisa langsung drastis kaya raya seperti itu apakah wajar? Dan yang lebih parah lagi, asumsi - asumsi seperti ini ditudingkan kepada semua rerata pada ASN pajak.

Membenarkan pada komentar Kepala Direktorat Jenderal Pajak bahwa ulah setitik rusak susu sebelanga, dimana kasus Gayus, RAT, AP dan oknum - oknum pajak lainnya ini dapat mencoreng muka 45 ribu ASN pajak yang ada. Berdasarkan kasus - kasus penggelapan pajak yang telah di beritakan, masyarakat masih berkeyakinan apakah masih terdapat oknum - oknum pajak lainnya yang melakukan hal yang sama untuk penggelapan pajak namun belum tertangkap? Bercermin dari kasus - kasus yang ada harusnya segera sadarlah bahwa tindak korupsi dengan memakan dari hasil uang rakyat tidak akan lama tersembunyikan dan lambat laun pasti akan terbongkar satu demi satu. Dalam lingkungan instansi kemeterian keuangan bukankah akan lebih mudah bagi aparatur yang dengan kekuasaannya bisa dengan mudah membongkar kekayaan orang - orang untuk diselidiki apakah ada unsur penyalah gunaan dalam jabatannya. Sebagai contoh saja RAT yang memiliki mobil jeep Rubicon dan Harley Davidson anaknya yang selama ini tidak tercatat di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Jadi selama ini apakah Kementerian Keuangan mungkin bisa menskrining orang-orang dekatnya atau selevel dirjen namun bagaimana dengan eselon III, II dan I?

Dari kasus Gayus dan RAT perlu diduga adanya kebocoran pada level- level bawah. Pada level ASN yang seharusnya melayani sehari - hari dengan para wajib pajak. Hal ini membuktikan bahwa reformasi perpajakan juga masih belum sepenuhnya dapat menyentuh di kalangan level bawah, dan masih perlunya perbaikan sistem perpajakan yang dapat mencapai pada level personal di level bawah. Wajar jika nanti masih di ketemukan kasus - kasus atas penggelapan pajak oleh oknum - oknum pajak, masyarakat akan cenderung bersikap antipati dan penolakan terhadap pembayaran pajak, sama halnya dengan sikap ideologi masyarakat Saminisme pada zaman pemerintahan kolonial.

Kasus RAT, AP dan lainnya sekali lagi menambah beban DJP dalam melaksanakan reformasi pajak, pandangan publik terhadap perpajakan di Indonesia akan menambah poin negatif. Kemudian Kementerian Keuangan memilih jalur paksa untuk menaikkan rasio pajak di negeri ini dan setoran pajak adalah sah karena pajak memang bersifat memaksa. Akan tetapi, hal ini adalah upaya yang lebih berat dibandingkan kampanye - kampanye untuk menyentuh kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.

Untuk mencapai targetnya Dirjen Pajak dengan sangat cekatan dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-05/PJ/2022 Tahun 2022 tentang Komite Kepatuhan. Dimana tugas komite tersebut merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada tingkat wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Alangkah baiknya, komite tersebut memiliki landasan filosofis kerja sebagai 'teman' wajib pajak dari pada sebagai 'polisi' wajib pajak. Lebih dari itu hal yang kurang dari komite tersebut adalah keberanian memeriksa petugas pajak yang tindak tanduknya dapat merugikan pajak secara kelembagaan pemerintah. Artinya, komite tersebut juga mengemban tugas sebagai polisi intelegen yang juga mengawasi dan memata-matai tindak tanduk dari keseharian ASN pajak yang akan mengemban tugas inspektorat, mirip seperti halnya pada tim khusus Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan yang pernah dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengawasi kerja kementerian. Dan akan jauh lebih efektif, jadi selain mengawasi kepatuhan wajib pajak di lingkungan swasta juga di lingkungan ASN pajak sangat diperlukan, yang merupakan area rawan pintu masuk dalam pemasukan pembayaran pajak negara.

Penguatan dalam pengawasan inspektorat sangat diperlukan untuk meminimalisir kejadian kasus - kasus pajak seperti halnya diatas, dimana pengawasan tidak berhenti pada kinerja ASN Pajak, tetapi menelisik ke dalam hingga gaya hidup para ASN pajak tersebut. Jika petugas pajak saja dengan mudah dan seenaknya dapat memburu wajib pajak dari unggahan media sosial, mengapa mereka tabu untuk melakukannya pada aparatnya sendiri?

Pejabat ASN pajak bukannya tidak boleh kaya, namun jika memiliki Jeep Rubicon, Alphard, hingga Harley Davidson? dan memiliki kekayaan Rp50 miliar untuk dana pensiun. Tidak adil mengatakan bahwa mereka adalah buruh negara dan menikmati hasil kerja untuk mendapatkan gaya hidup mewah yang menyenangkan. Berdasarkan hitungan tim financial plan CNBC Indonesia Research, seorang pejabat ASN Pajak bisa saja memiliki barang -barang mewah itu, dengan skema investasi yang sesuai. Yang menyalahi aturan adalah mendapatkannya itu dengan cara korupsi dan penggelapan serta menyalahgunakan dalam jabatannya.

Selama ini kewajiban pembuktian hanya diterapkan pada kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan pasal Pasal 37, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada baiknya, pasal ini diterapkan pada kewajiban LHKPN juga, sehingga publik tidak bertanya - tanya mengapa harta seorang pejabat bisa sebesar itu apakah sewajarnya dengan penghasilan yang diperoleh sebagai ASN. Penerapan pembuktian harta kekayaan ASN akan lebih efektif dalam mencegah penyelewengan kekuasaan, karena dapat mempersempit ruang yang bersangkutan untuk menyembunyikan hasil kejahatannya. Kasus Sambo yang membuktikan bahwa bagaimana dengan mudahnya aparat penegak hukum dapat mengakali LHKPN yang merupakan langkah bagus namun pasif. Bukankah selama ini wajib pajak juga diminta untuk mengungkapkan harta dan asal usul harta yang dimiliki pada saat pelaporan di SPT, mengapa hal yang sama tidak dilakukan juga pada pejabat pemerintahan, dan seharusnya lebih mendalam diterapkan kepada aparat pajak. Dengan begini, reformasi perpajakan akan lebih menyentuh pada level bawah, dan semua lapisan aparat tanpa menunggu terulang kembali adanya kasus - kasus penggelapan pajak.

Kesimpulan :

Tokoh masyarakat Samin Surosentiko adalah tidak mengenal huruf, perjuangan ideologi anti pajak malalui lisan, ajaran Samin mengajarkan pada hal - hal yang baik, bahwa dalam kehidupan sehari-hari tidak boleh menipu dan harus berani, dalam kehidupan sehari bersikap sederhana dan tidak neko-neko. Pada zaman penjajahan Belanda salah satu ajaran Saminisme yang menyebar di beberapa wilayah jawa timur yaitu anti pembayaran pajak, Samin enggan membayar pajak karena merasa bahwa ia hidup ditanah airnya sendiri. Karena bagi Samin hasil pembayaran pajak tidak dirasakannya, dan ia merasa bahwa kebutuhan atas pembangunan daerah dilakukan secara gotong royong dari masyarakat Saminisme, sementara pajak bersifat memaksa dan merupakan sumber utama pendapatan pemerintahan dan pajak merupakan wujud dari legitimasi ketaatan warga atas pengatur negara, maka tidak jarang orang-orang Saminisme mendapat hukuman pengasingan dari pemerintahan kolonial atas tindakan penolakan pembayaran pajak.  Penyebaran Saminisme mulai menjelang pergantian abad ke 19 dan 20an, di Blora dan Bojonegoro dan terus menyebar di desa - desa lain yaitu Rembang, Pati, Kudus, Madiun, Sragen, Gerobokan. Samin mendapatkan simpati luas bukan karena buku karena Samin adalah guru tauladan bagi orang desa yang lugu dan hidup tenang, Samin adalah sosok orang yang lugu, lurus, ramah, jenaka namun juga berpendirian keras. Masyarakat Saminisme adalah saling merangkul, menyapa dengan sedulur dan menjalin kekerabatan yang sempuran atau dikenal dengan Sedulur Sikep.

Berdasarkan kasus- kasus pajak yang telah terjadi wajar apabila rasa kepercayaan dan kepatuhan masyarakat menurun untuk membayar pajak sama halnya dengan masyarakat Saminisme karena tidak adanya kepercayaan terhadap pemerintah pada saat itu, jika pihak otoritas pajak dapat bekerjasama dengan baik terhadap wajib pajak dan citra pajak tetap dijaga sesuai dengan yang di amanatkan dalam undang - undang, maka tugas otoritas pajak akan lebih mudah dalam menggalakkan kepatuhan wajib pajak tanpa adanya kekerasan atau paksaan terhadap wajib pajaknya, begitu juga sebaliknya masyarakat akan lebih sadar akan kewajiban membayar pajaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun