Mohon tunggu...
Siti Dewani
Siti Dewani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi - Universitas Mercu Buana

Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si. Ak., Nama: Siti Dewani, NIM: 55522120009, Mata Kuliah: Manajemen Pajak, Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K5_Quiz Manajemen Pajak

12 Oktober 2023   15:20 Diperbarui: 12 Oktober 2023   15:25 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

K5_Diskursus Deductible Expenses

Dalam menentukan besarnya pajak penghasilan (PPh) terutang suatu Badan Usaha, Badan Usaha Tetap dan Usaha (BUT) Perseorangan (wajib pajak dalam negeri) perlu menentukan terlebih dahulu berapa penghasilan neto yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Penghasilan neto tersebut dapat ditentukan dari penghasilan bruto dikurangkan dengan biaya-biaya yang berkaitan erat dengan usaha atau lebih dikenal dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (3M) yang diatur dalam Pasal 6 undang -- undang no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Akuntansi dan Pajak ditetapkan oleh otoritas yang berbeda dan dengan tujuan yang berbeda, untuk itu diperlukannya koreksi fiskal untuk menentukan laba fiskal yang diperoleh wajib pajak sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan terutang.

Apa itu Koreksi Fiskal ?

Berdasarkan Muljono dan Wicaksono (2019), Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya perbedaan pengakuan metode, masa manfaat, dan umur dalam menghitung laba secara komersial dengan secara fiskal. Perhitungan secara komersial adalah perhitungan yang diakui secara standar akuntansi yang lazim. Dalam menentukan laba fiskal tidak semua beban dalam pembukuan dapat dikurangkan dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak. Maka dari semua beban yang dibukukan perusahaan ada yang disebut Deductible Expenses (beban-beban yang dapat dikurangkan) dan Non-Deductible Expenses (beban-beban yang tidak dapat dikurangkan).

Dengan adanya koreksi fiskal maka besarnya Penghasilan Kena Pajak yang dijadikan dasar perhitungan secara komersial dan secara fiskal akan dapat berbeda. Perbedaan tersebut karena adanya metode pengakuan beban-beban baik secara komersial maupun fiskal, atas perbedaan tersebut maka untuk memperoleh laba fiskal diperlukan koreksi atas beban-beban yang mana dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu :

Berdasarkan Sifat

1. Koreksi Positif

Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara komersial menjadi semakin lebih kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak.

2. Koreksi Negatif

Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba-rugi secara fiskal sehingga menjadi semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak.

Berdasarkan Jangka Waktu

1. Beda Waktu (Temporer)

Rekonsiliasi fiskal beda waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu dari sistem akuntansi dengan sistem perpajakan. Dalam beda waktu transaksi-transaksi dapat diakui hanya saja alokasi waktu pengakuan transaksi tersebut yang menjadi dasar dilakukan penyesuaian yang merupakan akibat berbedanya waktu pengukuran, namun berujung pada hasil akhir yang sama antara komersial dan fiscal.

Contoh : Pengakuan beban penyusutan/amortasi, persediaan dan dana cadangan

2. Beda Tetap (Permanent)

Rekonsiliasi beda tetap disebabkan oleh adanya transaksi yang diakui oleh wajib pajak sebagai penghasilan atau biaya yang sesuai dengan standar akutansi keuangan namun sesuai ketentuan pajak tidak boleh diakui dalam menghitung penghasilan kena pajak. Rekonsiliasi beda tetap merupakan perbedaan antara laba kena pajak dan laba akuntansi sebelum pajak yang timbul akibat transaksi yang menurut ketentuan perpajakan tidak akan terhapus dengan sendirinya pada periode lain, sehingga tidak akan sama dengan seiring waktu.

Contoh : Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final, Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, Beban yang tidak boleh dikurangkan dalam akuntansi fiskal sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Mengapa Koreksi Fiskal diperlukan?

Dengan timbulnya perbedaan pengakuan beban-beban yang boleh dan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto antara pembukuan komersial dan fiskal, yang berakibat adanya perbedaan laba antara komersial dan fiskal, maka wajib pajak perlu melakukan koreksi fiskal, dengan tujuan :

Menghindari kesalahan dalam penghitungan untuk menentukan pajak penghasilan yang terutang.

Memudahkan dalam pengisian dan pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT/eSPT)

Dengan melakukan koreksi fiskal, maka nantinya pajak penghasilan yang akan dilaporkan kepada DJP dan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak jumlahnya benar dan sesuai. Dengan begitu terjadi tingkat kelancaran perusahaan dalam membayar pajak. Pada dasarnya koreksi fiskal merupakan usaha untuk mencocokan perbedaan-perbedaan yang ada dalam laporan keuangan komersial (yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi) dengan laporan keuangan fiskal (yang disusun berdasarkan prinsip perpajakan).

Lalu, Bagaimana Dengan Biaya-Biaya Yang Dapat Dikurangkan Secara Fiskal?

Secara perpajakan biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha. Berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) termasuk:

dewani file2
dewani file2

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

a. Biaya pembelian bahan

b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang

c. Bunga, sewa, dan royalti

d. Biaya perjalanan

e. Biaya pengolahan limbah

f. Premi asuransi

g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

h. Biaya administrasi, dan

i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk 3M

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku

9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia

11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial

12. Sumbangan fasilitas pendidikan

13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga

Diantara biaya-biaya diatas terdapat dua biaya yang dapat dikurangkan dengan syarat membuat dan melaporkan daftar nominatif yaitu :

Biaya Promosi, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 02 Tahun 2010

Biaya Entertainment, yang diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran DJP no. SE-27 Tahun 1986

Selain biaya-biaya diatas, terdapat biaya-biaya tertentu yang pembebanannya diatur dalam peraturan perpajakan SE-09/PJ.42/2002 diantaranya adalah :

  • Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan telepon seluler yang dipergunakan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, maka dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% melalui penyusutan aktiva tetap.
  • Biaya berlangganan atau pengisian pulsavtelepon seluler yang dipergunakan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, maka dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%.
  • Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya maka dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% melalui penyusutan aktiva tetap.

Kesimpulan

Dalam menentukan pajak penghasilan yang terutang, wajib pajak perlu melakukan koreksi fiskal, karena tidak semua biaya-biaya yang diakui oleh wajib pajak dalam pembukuannya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Atas biaya-biaya yang boleh dan tidak boleh dikurangkan telah diatur dalam Undang-Undang No 36 tahun 2008. Koreksi fiskal diperlukan untuk memudahkan wajib pajak dalam menentukan laba fiskal guna memperhitungkan dan melaporkan pajak yang terutang agar diperoleh jumlah yang benar dan sesuai serta dapat melakukan pelaporan SPT Tahunan dengan tepat waktu. Pada umumnya perusahaan yang rutin dan tepat waktu membayar pajak akan mendapatkan reputasi yang baik dimata perusahaan lain.

Referensi :

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/2002 tentang Perlakuan dan Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan
  • Muljono, Djoko., Wicaksono, Baruni. (2009). Akuntansi Pajak Lanjutan. Yogyakarta: Andi Offset.
  • https://klikpajak.id/blog/koreksi-fiskal-pengertian-dan-jenis-koreksi-fiskal/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun