Di kaki Merapi, embun pagi menyapa,Â
Menghias dedaunan, dengan butiran beningnya.Â
Udara segar, membelai wajah sayu, Menyegarkan jiwa, yang lelah lesu.Â
Burung berkicau, menyambut mentari pagi,Â
Menyanyikan lagu, penuh suka cita.Â
Hutan hijau, menjulang tinggi ke langit,Â
Menjadi rumah, bagi segala makhluk-Nya.
Di lereng Merapi, embun pagi menyapa,
Embuh Opak, air jernih membasahi jiwa.
Sungai purba, saksi bisu cerita,
Mengingatkan zaman kerajaan yang kini terjaga.
Batu-batu besar, menyapa di tepian,
Menceritakan kisah, masa lampau yang terlupakan.
Air mengalir deras, menari di antara bebatuan,
Menyentuh hati, dengan keindahannya yang tak terlupakan.
Embuh Opak, tempat bertemunya alam dan budaya,
Menjadi inspirasi, bagi jiwa yang haus makna.
Di sini, kita belajar tentang kesederhanaan,
Dan menemukan ketenangan, di tengah hiruk pikuk zaman.
Di tepian sungai, terukir jejak sejarah,
Candi-candi tua, menyapa dengan khidmatnya.
Embuh Opak, tempat bertemunya masa lalu dan masa kini,
Menjadi bukti, bahwa keindahan tak lekang oleh waktu.
Di bawah langit biru, embun pagi menyapa,
Embuh Opak, tempat bertemunya alam dan jiwa.
Menyentuh hati, dengan keindahannya yang tak terlupakan,
Embuh Opak, surga tersembunyi di bumi pertiwi.
Puisi "Embuh Opak" ini  melukiskan keindahan alam pedesaan dengan sangat indah dan mendalam di Kaki Merapi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H