"Pernahkah Anda terpesona oleh keindahan tarian Bali, pesona misterius suku Amazon, atau keunikan fashion Jepang? Rasa tertarik pada budaya yang berbeda, yang sering kita sebut sebagai 'eksotisme', telah lama memikat manusia. Namun, apa yang sebenarnya kita lihat ketika kita memandang budaya lain? Apakah kita benar-benar melihat keunikan mereka, atau hanya proyeksi keinginan dan imajinasi kita sendiri?
Selama berabad-abad, para antropolog telah menggali lebih dalam mengenai fenomena eksotisme ini. Mereka menemukan bahwa eksotisme bukanlah sekadar perbedaan budaya, melainkan sebuah konstruksi sosial yang kompleks. Konstruksi ini seringkali dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, seperti membenarkan penjajahan, memperkuat kekuasaan, atau bahkan menjual produk.
Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi dunia eksotisme yang menarik. Kita akan melihat bagaimana konsep ini dibentuk, bagaimana ia mempengaruhi hubungan antarbudaya, dan bagaimana ia masih relevan dalam dunia yang semakin terglobalisasi."
Eksotisme, sebagai konsep yang menggambarkan daya tarik terhadap budaya lain yang dianggap "asing" atau "unik", telah menjadi objek kajian antropologi selama berabad-abad. Kajian ini menyingkap bagaimana eksotisme dikonstruksi, dipelihara, dan dimanfaatkan dalam berbagai konteks sosial dan budaya.Â
Mari kita lihat beberapa tulisan terkait konsep eksotisme.Â
"The Exotic: A Cultural History" dan "Orientalisme" karya Edward Said.
Apa yang dimaksud dengan eksotisme menurut Said dalam A Cultural History ?
Eksotisme bukan sekadar perbedaan budaya, tetapi merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh Barat untuk memandang budaya lain. Konstruksi ini seringkali stereotipikal dan didasarkan pada generalisasi yang berlebihan.
Dengan menggambarkan budaya lain sebagai "eksotis" atau "primitif", Barat berusaha melegitimasi tindakan kolonialnya. Mereka menciptakan narasi bahwa mereka memiliki tugas untuk "menyelamatkan" atau "memodernisasi" budaya yang dianggap lebih rendah.
Eksotisme menciptakan hierarki budaya karena budaya Barat dianggap sebagai standar yang lebih tinggi. Budaya lain ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dan dianggap kurang beradab, kurang rasional, atau kurang maju.
Konsep eksotisme dipandang cenderung mengabaikan keragaman internal dalam budaya yang dianggap "eksotis". Semua anggota budaya tersebut dianggap memiliki karakteristik yang sama, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks.