Di tengah hiruk pikuk kota,
Agustus kelabu menyapa,
Di meja kerja, hati terbata,
Rasa lelah tak terlupa.
Kertas-kertas menumpuk tinggi,
Deadline mendekat, hati risau,
Kopi pahit, teman setia,
Mencoba menghidupkan semangat yang redup.
Mata lelah menatap layar,
Jam dinding berdetak perlahan,
Menghitung detik yang terasa lama,
Menunggu waktu pulang tiba.
Agustus kelabu, semangat reda
Suara keyboard tak berarti,
Jejak kaki seolah tak berarti,
Di tempat kerja, hati terbebani.
Namun, di balik kelabu ini,
Tersimpan harapan dan mimpi,
Untuk meraih masa depan yang lebih ceria,
Tanpa pamrih ku terus melangkah.
Agustus kelabu, semoga berlalu,
Menyambut September yang lebih cerah,
 Dengan semangat baru, hati berbunga,
 Menjalani hidup dengan penuh makna.
Agustus kelabu, Aku bertanya dalam hati,Â
Mengapa harus begini?Â
Apakah semua sia sia dari kerja keras ini?
Apakah ini permainan hidup yang memang sering terjadi?Â
Meski nilai yang kuterima, seakan menghancurkan semangat yang ada,Â
Semua usaha yang telah kulakukan, seolah tak berarti apa-apa.
Namun, September bulan lahir harapan cerah,
Menjalani hidup dengan penuh makna.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H