Setiap kantor adalah bagian dari sebuah panggung. Di balik tawa dan canda, tersimpan segudang rahasia yang siap terungkap. Salah satunya adalah gosip. Seperti virus tak kasat mata, gosip merayap dari satu meja ke meja lain, dari satu telinga ke telinga lainnya. Kadang ringan seperti bulu, namun seringkali menusuk tajam seperti duri. Gosip ini seperti bola salju yang menggelinding semakin besar, menyeret orang yang digosipkan ke dalam pusaran rumor yang tak berujung.
Di balik meja-meja eksekutif, permainan kekuasaan juga tak luput dari gosip. Bos yang dianggap terlalu tegas, direktur yang terlalu ambisius, atau manajer yang terlalu pilih kasih, semuanya menjadi sasaran empuk. Gosip tentang mereka bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga diperankan. Gosip kadangkala mematikan tidak hanya merusak reputasi, tetapi juga dapat menghancurkan hubungan antarmanusia. Pertemanan yang erat bisa retak, kepercayaan yang telah dibangun bisa runtuh. Bahkan, gosip juga dapat menjadi pemicu konflik terbuka di tempat kerja.
Mengapa kita begitu tertarik pada gosip? Beberapa alasannya antara lain:
Kita  ingin tahu tentang kehidupan orang lain, terutama mereka yang berada di lingkaran sosial kita.
Dengan bergosip, kita merasa lebih baik karena merasa diri kita lebih baik daripada orang yang menjadi objek gosip.
Gosip menjadi semacam "mata uang sosial" yang digunakan untuk membangun atau memperkuat hubungan dengan orang lain.
Gosip dalam Lensa Foucault
Gosip, fenomena sosial yang sering dianggap remeh, menyimpan potensi besar untuk memahami dinamika kekuasaan dalam masyarakat. Melalui lensa pemikiran Michel Foucault, gosip dapat dimaknai sebagai bentuk diskursus yang membentuk dan dibentuk oleh relasi kekuasaan.Â
Foucault secara langsung tidak menulis karya yang secara khusus membahas tentang "gosip". Namun, konsep-konsep yang ia kemukakan dalam berbagai tulisannya, seperti kekuasaan, pengetahuan, dan diskursus, sangat relevan untuk memahami bagaimana gosip beroperasi dalam masyarakat.
Foucault mendefinisikan diskursus sebagai sistem pengetahuan, praktik, dan aturan yang membentuk cara kita memahami dunia. Gosip, sebagai bentuk komunikasi informal, dapat dianggap sebagai diskursus karena ia memiliki aturan, norma, dan praktiknya sendiri.Â