Mohon tunggu...
Siti Khoirnafiya
Siti Khoirnafiya Mohon Tunggu... Lainnya - Pamong budaya

Antropolog, menyukai kajian tentang bidang kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apa itu Falooda?

8 September 2024   19:17 Diperbarui: 8 September 2024   19:25 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pernah kamu merasakan cendol? 

Meski cendol dikaitkan erat dengan sebutan awal minuman segar yaitu dawet, tetapi sebagian pendapat menyebutkan ada relasinya dengan falooda. 

Dawet sendiri disebut-sebut dalam naskah kuna seperti  Serat Centhini dan Kakawin Kresnayana. Sementara itu ada pendapat yang menyebutkan bahwa dawet Munduk dalam prasasti Taji di Ponorogo pada abad ke-10. Namun, klaim ini masih perlu penelitian lebih lanjut untuk diverifikasi. Hal ini juga karena buku Resep Hindia Belanda: Pada abad ke-19, terdapat buku resep Hindia Belanda yang menyebutkan "Tjendol of Dawet", menunjukkan bahwa kedua istilah ini sudah digunakan secara bergantian pada masa itu.

Relasi cendol dengan falooda diduga terkait dengan beberapa teori, di antaranya:  

  • Pengaruh Perdagangan: Perdagangan rempah-rempah yang aktif di masa lalu memungkinkan terjadinya pertukaran budaya dan kuliner, termasuk minuman. Kemungkinan besar, ide dasar minuman dengan bahan kenyal dan rasa manis menyebar dari satu wilayah ke wilayah lain.

  • Adaptasi Lokal: Setelah ide dasar tersebut masuk ke suatu wilayah, masyarakat setempat akan mengadaptasi minuman tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lingkungan mereka. Hal ini menjelaskan mengapa cendol dan falooda memiliki bahan utama dan rasa yang berbeda, meskipun memiliki kesamaan dasar.

Meskipun keduanya (falooda dan cendol) memiliki kesamaan dalam hal penyajian yang menyegarkan dan bahan-bahan yang kenyal, namun ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan yang dilihat dari asal usulnya. 

Falooda, minuman manis dan menyegarkan yang berasal dari India, telah menjadi minuman populer di berbagai negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Minuman ini memiliki sejarah yang kaya dan merupakan perpaduan unik dari rasa dan tekstur yang membuatnya begitu istimewa. 

Asal usul Falooda tidak pasti, tetapi diperkirakan berasal dari Persia (Iran) dan dibawa ke India oleh pedagang Persia. Kata "Falooda" sendiri berasal dari kata Persia "faludeh" yang berarti "mi vermicelli". 

Di India, Falooda pertama kali muncul di wilayah utara, khususnya di kota Lucknow, dan kemudian menyebar ke seluruh negara. Minuman ini menjadi populer di kalangan masyarakat India karena rasanya yang menyegarkan dan kemampuannya untuk mendinginkan tubuh di cuaca panas.

Beberapa versi menyebutkan bahwa falooda ini memiliki akar sejarah yang panjang dan kaya, yang membentang dari Persia kuno hingga India Mughal.

  • Persia Kuno: Sejarah Falooda dapat ditelusuri kembali ke Persia kuno, di mana minuman serupa bernama "faloodeh" sudah populer di kalangan bangsawan. Minuman ini terbuat dari bihun beku yang direndam dalam sirup mawar.

  • Kekaisaran Mughal: Ketika Kekaisaran Mughal menguasai sebagian besar anak benua India, mereka membawa serta tradisi kuliner Persia, termasuk faloodeh. Di India, minuman ini mengalami perkembangan dan menjadi lebih kompleks dengan penambahan berbagai bahan seperti susu, es krim, dan berbagai macam topping.

  • Evolusi Menjadi Falooda: Di bawah pengaruh budaya India, faloodeh berevolusi menjadi falooda yang kita kenal sekarang. Nama "falooda" sendiri berasal dari kata Persia yang berarti "diparut", merujuk pada tekstur mi bihun yang halus.

Cendol dan falooda, meskipun berasal dari  kuat, sedangkan cendol memiliki rasa yang lebih sederhana dan merupakan bagian dari warisan kuliner Nusantara.

Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini antara lain:

  •  Ketersediaan Bahan: Bahan-bahan yang tersedia di masing-masing wilayah tentu berbeda, sehingga mempengaruhi jenis makanan dan minuman yang dihasilkan.

  • Pengaruh Budaya: Pertukaran budaya dan perdagangan menyebabkan masuknya pengaruh kuliner dari berbagai daerah, sehingga terjadi akulturasi dan muncullah variasi makanan dan minuman.

  • Adaptasi Lingkungan: Kondisi lingkungan seperti iklim dan ketersediaan air juga mempengaruhi jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Perbedaan juga terkait warna dominasi cendol adalah hijau, sedangkan falooda didominasi dengan warna putih susu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun