Aku tak tahu rasa apa yang kini tengah menghimpit dadaku.
Rasanya begitu sesak.
Aku tidak menangis, aku bahkan tersenyum saat perasaan ini menyerang ketenangan jiwaku.
Sangat sakit, sampai aku tak bisa lagi mengungkapkan bagaimana sakitnya.
Aku telah mati rasa.
Kalaupun aku menangis, mungkin sampai air mata ini kering pun, tak akan mungkin bisa meredakannya.
Jadi aku memilih untuk tersenyum.
Karena hanya itu yang bisa aku lakukan agar dunia tetap menatapku dengan tenang.
Agar tidak ada lagi bahan untuk mereka menertawakan kebodohanku.
Ya, mungkin semua menganggapku bodoh.
Bagaimana tidak, aku tetap diam bahkan saat semua orang mendorongku untuk maju.
Aku tetap teguh pendirian.
Aku tetap memegang rasa percayaku pada orang yang bahkan aku pun tak tahu akan kepastiannya.
Terhadap dia.
Entah bagaimana aku bisa begitu percaya.
Tak di hiraukan pun, tak di pedulikan pun, bahkan tak di anggap pun, aku tetap tersenyum menatapnya.
Seolah tidak ada sedikit pun keraguan yang meruntuhkan benteng pertahananku.
Tetap menganggapnya istimewa.
Meski terkadang, aku merasa bahwa aku bukan apa-apa baginya.
* * *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H