Mohon tunggu...
Siti Hajar as anjar
Siti Hajar as anjar Mohon Tunggu... Lainnya - Fungsional Administrator Kesehatan Ahli Madya, Kemenkes 🇮🇩 🇮🇩

Imajiner keeper, loves growing and developing learning by process and experience, and follow the passion

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Task Shifting - Kelangkaan Tenaga Kesehatan Indonesia (Part 2)

15 Oktober 2023   23:00 Diperbarui: 20 Oktober 2023   10:12 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kondisi tenaga kesehatan di Indonesia masih menjadi permasalahan, dengan masih adanya kekurangan tenaga  di  Puskesmas  seperti dokter umum  : 9% , dokter gigi : 29%,  perawat : 2.83%, bidan : 2% , serta tenaga kefarmasian : 5%, Kesmas : 15% , kesling : 14% , tenaga gizi : 17%, dan  13%  pada ATLM.  Sedangkan di Rumah Sakit juga masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan sebesar 38% RSUD Kab/Kota belum terpenuhi 7 jenis dokter spesialis yakni dokter spesialis anak, obgyn, bedah, penyakit dalam, anestesi, radiologi, dan patologi klinik . Secara Nasional, kekurangan dokter di Puskesmas ini banyak terjadi di  Indonesia bagian Timur, sementara beberapa wilayah tenaga Dokter sudah over supply  (Sumber: Data Renbut per Mei tahun 2023)

Hal ini terjadi dimungkinkan akibat rendahnya retensi nakes di daerah, seperti insentif "kurang menarik" dan pola karir tidak  jelas. 

Sementara itu, pada UU No 17 Tahun 2023 pasal 1,2 dan 3 menyebutkan Pemerintah Pusat dan Daerah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Upaya Kesehatan perseorangan dan Upaya Kesehatan masyarakat. 

Pemerintah Pusat memang memiliki kewenangan terbatas melakukan redistribusi tenaga kesehatan di Fasilitas kesehatan milik Pemerintah Daerah. Selain itu juga dikarenakan rendahnya penilaian dan pelatihan berbasis kompetensi dan kurangnya akses terhadap pelatihan terakreditasi.

Karena keterbatasan baik dari segi jumlah maupun jenis tenaga kesehatan ini, tidak asing bagi kita menemukan adanya praktik pendelegasian wewenang keprofesian atau yang disebut sebagai task shifting dari dokter kepada perawat, dokter kepada bidan, bidan kepada perawat, perawat kepada bidan, petugas farmasi kepada perawat, dan lain sebagainya. Pasal 63 UU 36 tahun 2014 menyatakan bahwa "Dalam Keadaan tertentu nakes dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya".

Task Shifting dilakukan dalam rangka menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai dan berkesinambungan, sehingga harus dilakukan perencanaan dan pemerataan tenaga kesehatan oleh pemerintah dan juga pemerintah daerah. 

Namun metode Task Shifting bukan merupakan solusi akhir bagi masalah keterbatasan tenaga kesehatan di Indonesia. Tapi bisa menjadi  alternatif solusi yang memungkinkan untuk dilakukan di wilayah sulit akses pelayanan kesehatan. 

Upaya pemenuhannya baik jumlah dan juga jenis tenaga kesehatan tetap terus dilakukan oleh pemerintah dan terutama pemerintah daerah.

Tentunya perlu regulasi atau kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan Kesehatan dengan metode Task Shifting ini, kenapa?

Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan tersebut aman dan bertanggung jawab dan masyarakat yang menerima layanan juga perlu berkontribusi  dalam rangka menanggulangi permasalahan pelayanan yang diakibatkan oleh kurangnya tenaga kesehatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun