Mohon tunggu...
Siti Hajar as anjar
Siti Hajar as anjar Mohon Tunggu... Lainnya - Fungsional Administrator Kesehatan Ahli Madya, Kemenkes 🇮🇩 🇮🇩

Imajiner keeper, loves growing and developing learning by process and experience, and follow the passion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sikap di 360 Derajat

26 Juni 2022   15:00 Diperbarui: 9 Mei 2023   15:39 2365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap manusia sering  tiba-tiba berubah 360 derajat. 

Sejam lalu bilang, "iya". Sejam kemudian bilang, "enak aja loe minta gratis...!"


Begitulah sikap manusia, tidak bisa di prediksi dan tidak ada yang tahu. Bahkan mungkin ada yang bersikap posisi "diam", tidak jelas. Hal tersebut menjadi rahasia dirinya sendiri dengan Tuhan, cepat berubah di 360 derajat dalam bersikap positif menjadi negatif atau sebaliknya.  

Tadinya sikapnya baik-baik saja, ternyata bisa berubah menjadi sulit dimengerti dalam hitungan menit. Pagi hari sikapnya "jutek", siang hari sudah traktir makan siang. Perubahan sikap yang tiba-tiba ini dikarenakan pada menit kesekian dia berinteraksi sosial dan mendapatkan pandangan, saran atau masukan dari individu/ kelompok disekitarnya  atau melihat sesuatu yang mengubah sikapnya menjadi bersikap baik atau tidak.

 ClearIAS mendefinisikan sikap yang disebut sebagai attitude,  adalah"Attitudes are views, beliefs, or evaluations of people about something (the attitude object). 

Yang dapat diartikan pandangan, keyakinan, atau evaluasi seseorang tentang sesuatu (objek sikap).

Pandangan ini bisa saja positif atau negatif terhadap tempat, benda, ideologi, atau suatu peristiwa. Oleh karena itu bisa berubah.

Pengaruh sosial bermasyarakat, pengalaman atau masa kecil dapat menghasilkan sikap tertentu, dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku. Sikap seseorang terhadap sesuatu bisa saja bertahan lama,  dapat juga berubah seiring waktu dan menghasilkan perubahan perilaku baik atau buruk.

Pemandangan pengemis di jalanan saat beraktivitas tentunya merupakan pemandangan rutin, mulai di pagi hari sampai malam hari. Beragam pengemis terlihat mulai dari anak-anak, ibu-ibu atau bapak-bapak, bahkan orang tua yang sudah sepuh. Beragam pula cara mereka untuk mendapatkan empati kita semua. Itu semua sudah biasa  bukan....?, karena sudah biasa ada yang bersikap "cuek dan bodo amat".

Sikap cuek dan bodo amat terhadap pengemis ini bisa disebabkan oleh pengaruh yang diperolehnya dimana saja  saat di kantor, rumah atau di ruang dalam berinteraksi sosial. Pengaruh ini menjadi pandangan yang menghasilkan sikap negatif terhadap pengemis, bahwa pengemis itu hanya berpura-pura saja tidak punya. 

Ditambah lagi mendapatkan pandangan lain  bahwa ternyata rumah para pengemis di kampung lebih mewah dari rumah kita sendiri. Semua pandangan itu akhirnya membentuk sikap yang negatif.

Pengalaman seorang teman malah sangat unik terkait perubahan sikapnya terhadap seorang pengemis. Pengalaman yang  membuatnya bersikap negatif tersebut diperoleh di Jakarta, kemudian berubah menjadi positif di Jogyakarta. Sebagaimana diceritakan teman tersebut yang kesal terhadap seorang pengemis, hingga seiring waktu bisa berubah  lagi. 

Teman ini setiap pagi selalu rutin berbagi kepada pengemis di daerah sekitaran lampu merah di suatu lokasi di Jakarta. Namun ketika pulang kantor sewaktu maghrib, tidak sengaja si teman melihat pengemis yang dikenalnya tersebut pulang dijemput mobil. Si teman ini kaget karena sangat mengenal pengemis ini, yang merupakan proyek kegiatan sosialnya. Sejak peristiwa  tersebut sikapnya berubah drastis dan sangat anti terhadap pengemis.

Setelah 1 tahun bertahan dengan sikapnya tersebut, satu waktu  sikapnya berubah 360 derajat dalam sekejap ketika dia dinas ke Jogyakarta. Saat duduk santai di alun-alun Jogyakarta, dia memperhatikan ada pengemis kecil asik memakan rotinya. Pengemis kecil itu kemudian berjalan kearah nenek tua disampingnya dan dengan polosnya memberikan separuh rotinya, namun si nenek menolak. 

Terjadilah dialog yang intinya nenek itu menolak pemberian, tapi si pengemis kecil ini memaksa dan mengatakan pada si nenek," Wis toh Mbah... mangan roti iki... aku mengko gampang golekane, mangan wae mbah..." kemudian berlari pergi.

Pengalaman yang dilihat teman diatas merubah sikap negatif yang diyakininya selama ini tentang pengemis. Dia menceritakan bahwa pada saat sikap negatifnya terbentuk,  dia tertutup melihat dari sisi lainnya dan semakin kuat saat  teman-temannya juga bercerita dengan pandangan yang negatif. Sama halnya seperti perubahan sikap karena melihat satu perbuatan buruk seseorang yang tidak disengaja, meruntuhkan kebaikan yang banyak yang telah dilakukan. 

Teman ini tahu  bahwa berbuat baik mendapatkan pahala, namun pengaruh pandangan dari interaksi sosialnya dan terbawa perasaan atau emosi dari si pengemis membuat sikapnya berubah jadi negatif dan atau kembali positif.  Pengalaman yang merubah sikap menjadi positif atau negatif tersebut disebut konstruk psikologis. Sebagai contoh berikut :

Tadinya bersikap  mau membantu meminjamkan uang, jadi tidak mau membantu.

Tadinya bersahabat selama bertahun-tahun, jadi tidak saling mengenal

Tadinya bertetangga dengan baik, jadi bermusuhan gara-gara gosip

Tadinya si bos baik dan sayang sama kamu, ternyata jadi benci dan selalu mencari kesalahan.

Tadinya berjanji sebagai pasutri, ternyata berpisah karena perbedaan prinsip.


Kemudian terjadi perubahan sikap 360 derajat  karena pengaruh interaksi sosialnya banyak menyerap yang negatif, menutup semua hal yang positif pernah dilakukan.  

Kalau menurut ahli Sri Utami (2008), sikap tersebut merupakan sikap yang berorientasi pada respon. Dimana sikap merupakan bentuk dari sebuah perasaan yakni perasaan yang mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan yang tidak mendukung pada sebuah objek.

Komponen pembentuk sikap tersebut dibentuk dari 1) komponen kognitif yang berisi semua pemikiran atau ide -- ide yang berkaitan dengan objek sikap, 2) Komponen afektif yang meliputi perasaan atau emosi yang dirasakan oleh seseorang terhadap objek dari sikap tersebut, dan 3) Komponen perilaku yang dapat diketahui melalui respon dari subjek yang berkaitan dengan objek sikap (Devita Retno).

Menurut Devita Retno, sikap pada dasarnya bukan suatu pembawaan diri sejak lahir, namun merupakan hasil interaksi antara individu dan lingkungannya. Sehingga sikap adalah sesuatu yang dinamis. Sikap juga bisa dinyatakan sebagai hasil belajar atau dipelajari, karena itu dapat mengalami perubahan karena kondisi atau pengaruh yang diberikan dari pembelajaran sosial, perolehan informasi dan perilaku serta sikap yang didapatkan dari orang lain.

Perubahan sikap 360 derajat yang positif atau negatif  dari seseorang,  selain ditentukan oleh pengaruh interaksi sosialnya atau lingkungannya dengan individu atau kelompok, juga keyakinannya dan pola asuh sedari kecil . Perubahan sikap ini kemudian direspon dalam bentuk akan mendukung atau memihak maupun tidak mendukung. Nah..., gambaran fakta perubahan sikap 360 derajat ini banyak terjadi saat pelaksanaan pesta demokrasi. 

Jadi ternyata memang kita harus siap untuk  kaget atau heran, jika orang disekitarmu  berubah sikap karena memang unik. Kalau terlalu kaget,  kita bisa sakit karena perubahan tersebut merupakan dinamika siklus kehidupan dan tidak disangka-sangka terjadi dalam hitungan hari, jam, menit, bahkan detik.


Salam dinamika kaget bro n sis!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun